jpnn.com, SURABAYA - Aparat kepolisian membubarkan kegiatan KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang digelar di beberapa tempat di Kota Surabaya, Jatim, Senin (28/9).
Pembubaran dilakukan karena kegiatan KAMI tidak mengantongi izin keramaian.
BACA JUGA: Deklarasi KAMI Ditolak di Surabaya, Gatot Nurmantyo Malah Senang dan Bersyukur
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut, kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya seperti di Gedung Juang 45, di Gedung Museum Nahdlatul Ulama (NU) dan di Gedung Jabal Noer.
"Karena kami tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi COVID-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," kata Trunoyudo.
BACA JUGA: Arek Suroboyo Menolak KAMI, Barisan Sakit Hati Pemecah Bangsa
Trunoyudo melanjutkan pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada aturan Pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.
Dijelaskan perwira tiga melati emas di pundak tersebut, dalam aturan pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan.
BACA JUGA: Berapa Gaji PPPK Berdasar Perpres 98 Tahun 2020?
Jika kegiatannya bersifat nasional, kata dia, maka pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.
"Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu, tepatnya Hari Sabtu," katanya.
Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo adalah di masa pandemi keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama.
Hal tersebut menurut mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat, tersebut adalah hukum tertinggi di masa pandemi ini.
"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017," kata dia.
Pria yang akrab disapa Truno itu mengingatkan bahwa setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment.
"Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tuturnya.
"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah, termasuk pilkada sudah jelas untuk pembatasan protokol kesehatan," katanya menambahkan.
Pengamat kepolisian Dr Edi Hasibuan mengatakan deklarasi KAMI dibubarkan kepolisian karena melanggar protokol kesehatan, selain untuk menghindari bentrokan dengan kelompok lain
"Kami melihat tindakan tegas Polda Jatim yang membubarkan deklarasi KAMI di Surabaya sangat tepat. Kami paham, tindakan itui demi keamanan masyarakat setempat. " kata Edi dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Senin malam.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) ini mengatakan sejumlah tokoh KAMI tengah mencari panggung.
Namun tidak memiliki hati nurani sehingga kegiatannya cenderung melanggar protokol kesehatan.
Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini mengatakan alasan lain pembubaran kegiatan itu adalah adanya kelompok masyarakat lain yang menolak kehadiran KAMI.
"Tindakan tegas kepolisian setempat didukung masyarakat karena dikhawatirkan terjadi bentrokan antarmassa. Masyarakat di sana juga menilai kegiatan KAMI merupakan gerakan politik berkedok gerakan moral," kata Edi Hasibuan. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Soetomo