jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berharap kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis bisa senantiasa bersikap satu kata dengan perbuatan, sehingga bisa menjadi teladan bagi 400.000 anggota Polri.
IPW melihat tantangan yang dihadapi Polri ke depan cukup berat, mengingat dampak pandemi Covid 19 sudah menimbulkan banyak persoalan baru baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik.
BACA JUGA: Respons Mabes Polri Setelah Hakim Tolak Praperadilan Rizieq Shihab
"Sementara Polri sendiri harus menghadapi berbagai persoalan internal yang tak kalah berat. Misalnya adanya sejumlah ketentuan yang diskriminatif," kata Neta, Rabu (13/1).
Karena itu, Neta berpesan kapolri baru harus segera menghilangkan semua ketentuan yang diskriminatif di tubuh Polri.
BACA JUGA: Neta IPW: Istana Lagi Pertimbangkan 2 Nama Calon Kapolri, Siapa Dia?Â
"Misalnya ketentuan non-Akpol dilarang mengikuti Sespimen, perwira LAN 1 tidak boleh menjadi kapolda, tidak adanya kapolda perempuan dan lain-lain," jelasnya.
Selain itu, lanjut Neta, kapolri baru perlu konsisten dalam menegakkan sikap profesional, modern, terpercaya (promoter) Polri, dan menerapkan kontrol terhadap bawahan langsung oleh masing masing atasan.
BACA JUGA: Oknum PNS Cuti, Diintai Polisi, Terbongkarlah Kelakuannya
"Sehingga semua jajaran kepolisian terkendali kinerja, mentalitas maupun moralitasnya," katanya.
Neta memaparkan, di eksternal, jajaran Polri harus menghadapi kian meluasnya narkoba yang meracuni generasi muda.
"Ini patut menjadi prioritas," tegasnya.
Lalu, kata Neta, berkembangnya radikalisme, masih bercokolnya potensi terorisme, dan kondisi sosial ekonomi yang memicu berbagai aksi kriminal juga perlu menjadi fokus perhatian agar tidak meresahkan masyarakat.
"Sepintas terlihat sederhana tetapi permasalahan yang dihadapi Polri bukan permasalahan sederhana," ungkapnya.
Sebab itu, kata Neta, berbagai masalah yang dihadapi harus dapat diidentifikasi kapolri baru dan jajarannya dengan tiga pendekatan, yakni what, why, dan how, sehingga strategi penyelesaian bisa tepat dan cepat.
Dalam pendekatan what, Kapolri baru dapat melihat tantangan yang akan dihadapi Polri bahwa masalah menjadi kompleks karena adanya masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat.
Dengan pendekatan why, bisa ditelaah kenapa hal itu terjadi dan mengapa harus cepat ditangani dengan tepat.
Sementara, dengan pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan dapat memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan cepat dan tepat.
Dia menjelaskan dengan ketiga pendekatan tadi, strategi apa yg harus dilakukan untuk menghadapi tantangan atau masalah akan bisa dilakukan tanpa harus melanggar HAM.
"Jangan sampai terjadi, penugasannya cuma membuntuti tetapi orang yang dibuntuti malah dieksekusi mati, sehingga terjadi masalah berkepanjangan dan ruwet," paparnya.
Lebih lanjut Neta mengatakan masalah yang dihadapi Polri sekarang ini tidak bisa disamakan dengan era kapolri-kapolri sebelumnya. Apalagi, disamakan dengan era Kapolri Widodo Budidarmo di tahun 1974-1978.
Saat ini, ujar Neta, bangsa Indonesia sangat berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme.
Artinya, sikap, perilaku, kinerja, dan strategi jajaran kepolisian jangan sampai menimbulkan masalah baru yang bisa menjadi penghambat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk itu IPW berharap, siapa pun kapolri baru yang menjadi pilihan presiden harus mampu menjawab what, why, how, dan menerapkan strategi terbaik dalam memimpin 400.000 personel Polri dan meredam isu pertentangan agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme.
"Bagaimanapun bangsa ini memerlukan kapolri yang mampu wewujudkan harapan masyarakat dan bukan hanya mampu mewujudkan keinginan satu orang, satu golongan atau kelompok tertentu," kata Neta. (boy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Boy