jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TDPI) Petrus Salestinus melaporkan dugaan mafia tanah yang melibatkan penyelenggara negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (10/6).
Petrus mengatakan peristiwa mafia tanah ini terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat dan Kabupaten Tangerang, Banten. Dua laporan yang berbeda itu diajukan Petrus ke Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.
BACA JUGA: Pengin Bertemu dengan Terdakwa Kasus Mafia Tanah, Nirina Zubir Ingin Lihat Ini
Petrus menerangkan kasus pertama terjadi di Pontianak yang melibatkan tiga oknum Kantor Pertanahan Pontianak dan perusahaan berinisial PT BIR.
"Di situ pelakunya diduga dari pengusaha besar dan merasa diri paling kuat di Pontianak. Tanah yang sudah dibebaskan oleh negara untuk kepentingan jalan umum melalui mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan untk kepentingan umum, sudah dibayarkan ganti rugi kepada masyarakat pemilik tanah, tetapi ujug-ujug muncul sertifikat atas nama sbuah perusahaan," kata dia.
BACA JUGA: Terima Seabrek Laporan, Komisi III DPR Soroti Praktik Mafia Tanah di Surabaya
Sebanyak enam orang dilaporkan Petrus mengenai dugaan praktik mafia tanah di Kabupaten Pontianak. Tiga orang merupakan oknum Kantor BPN Pontianak, sedangkan dua orang lainnya ialah petinggi PT BIR dan satu pihak korporasi yaitu PT BIR.
Petrus menduga para pihak itu bekerja sama dalam mencaplok tanah Hak Pakai Dinas Permukiman Wayah Kubu Raya seluas sekitar 2.691 meter.
BACA JUGA: Usut Mafia Tanah, Pemerintah Bentuk Tim Lintas Kementerian, Polri Merespons Begini
Kasus kedua, lanjut Petrus, melibatkan seorang mantan kepala desa di Tanjung Pasir. Kepala desa itu diduga menerima suap dalam memberikan rekomendasi atas kepemilikan tanah.
"Kepala desa ini sebelum mengeluarkan surat rekomendasi atau disebut TM 1, menerima hadiah berupa uang dan mobil. Uang dan mobil itu, si kepala desa ini, mengeluarkan surat yang ternyata palsu dan saat ini menjadi perkara tindak pidana penyerobotan dan pemalsuan surat di PN Tangerang," kata dia.
Yang menjadi permasalahan, kata Petrus, penyidikan polisi dan penuntutan Kejaksaan Negeri Tangerang justru hanya membangun konstruksi perkara melalui penyerobotan dan pemalsuan. Masalah kasus dugaan korupsi tidak diproses hukum.
"Fakta ada suap dan gratifikasi dalam proses pelayanan publik pemberian administrasi kepada masyarakat, kok, korupsinya tidak dikembangkan, tetapi didiamkan," kata Petrus.
Petrus pun mempertanyakan komitmen penegak hukum dan Presiden Jokowi mengenai dua kasus di atas itu.
"Pesan presiden dua-tiga hari yang lalu bahwa pemberantasan mafia tanah akan melibatkan atau menarik kementerian lintas institusi dalam hal ini KPK disebut-sebut sebagai institusi yang akan dilibatkan dalam pemberantasan mafia tanah," jelas dia. (tan/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lawan Mafia Tanah, Nirina Zubir: Kami Enggak Akan Mundur
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga