jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J. Mahesa prihatin dengan maraknya kasus mafia tanah di wilayah Surabaya.
Menurutnya, dari banyak laporan yang masuk ke komisi bidang hukum ini, mayoritas mempersoalkan kasus mafia tanah yang melibatkan oknum penegak hukum.
BACA JUGA: Komisi III DPR Dukung Kejagung Usut Tuntas Kasus Mafia Minyak Goreng
"Laporan yang masuk ke Komisi III itu tertinggi (kasus mafia tanah) di Surabaya. Banyak kasus itu terjadi di mana rakyat sebagai pemilik tanah berhadapan dengan pengembang," kata Desmon.
Karena itu, dia meminta Jaksa Agung bersama KPK untuk pro aktif lagi memantau masus mafia tanah ini.
BACA JUGA: Perintah Jokowi ke Mahfud MD: Tindak Tegas Mafia Tanah
Sebab kecenderungan selama ini, laporan yang masuk ke komisi yang dipimpinnya ini, kebanyakan mafia tanah ini bermain dengan oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan notaris.
"Dan kecenderungannya memperdaya masyarakat yang posisinya lemah," jelasnya.
BACA JUGA: Pasutri Diduga Mafia Tanah Ini Diamankan Polisi, Tuh Lihat
Makanya, Komisi III DPR ini dalam masa sidang ini, akan mengagendakan masalah mafia hukum bersama Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK.
Politikus Gerindra ini ingin pejabat-pejabat BPN diawasi lebih ketat sehingga ruang gerak mafia tanah ini benar-benar ditutup.
"Sumber masalah kan di BPN yang memberikan sertifikat kepada pengembang yang seolah-olah itu sertifikat benar. Ini kan banyak kasus di daerah karena duplikasi sertifikat," tambah dia.
Sementara itu, perwakilan Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) Advokat Indonesia cabang Surabaya, Johanes Dipa Widjaya mengadukan kasus mafia tanah yang menimpa petani di daerahnya, Mulyadi Hadi ke Komisi III DPR.
Mereka meminta komisi bidang hukum ini memberikan perlindungan hukum kepada petani asal Lontar ini lantaran tanah miliknya diserobot oleh istri salah satu konglomerat pemilik pabrik rokok terbesar di Indonesia.
"Kami mohon ketua DPR, ketua MPR dan Komisi III DPR memberikan perlindungan hukum kepada klien kami karena presiden kita sedang gencar-gencarnya memberantas mafia tanah," kata Johanes.
Johanes menilai kasus mafia tanah ini sangat nampak dialami oleh Mulyadi.
Sebab tanah miliknya yang telah mendapat pengakuan dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berkekuatan hukum tetap, tetapi upaya untuk penguasaan lahan secara paksa tetap nyata, bahkan diduga melibatkan aparat penegak hukum.
"Klien kami diserang dan diusir dari tanahnya tersebut dengan cara melibatkan ratusan diduga preman," ujarnya.
Anehnya, sambung dia, saat tanah itu diduduki oknum preman, justru terjadi pembiaran oleh aparat hukum. Lebih ironisnya, salah satu penasehat hukum Mulyadi diduga meninggal dunia akibat pukulan aksi premanisme itu.
Namun, saat di bawa ke rumah sakit penasehat hukum bernama Lim Tji Tjong didiaknosa terpapar Covid-19. Adapun kejadiannya terjadi pada 9 Juli 2021 silam.
"Kini klien kami dilaporkan atas dugaan pemalsuan sertifikat. Padahal putusan PTUN jelas mengakui keabsahan sertifikat yang dikuasai klient kami," ujarnya seraya meminta agar dewan menaruh perhatian kasus ini. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif