jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menyebut sensitivitas masyarakat untuk menolak praktik nepotisme seperti dinasti politik masih sangat kuat.
Dia mengatakan itu saat mengisi diskusi berjudul MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Kekuasaan yang disiarkan secara daring melalui YouTube akun Imparsial, Minggu (15/10).
BACA JUGA: Hendardi Minta MK Tidak jadi Penopang Dinasti Politik Jokowi
"Kenyataannya secara kognitif, masyarakat punya sensitivitas yang lumayan untuk menolak praktik dinasti politik," kata Ray.
Dia bahkan menyebut belakangan mulai terasa gejolak di masyarakat menyusul praktik sebulan soal menguatnya dinasti politik.
BACA JUGA: Analisis Pakar soal Putusan MK terkait Usia Capres-Cawapres, Ini Paling Mungkin
Semisal, masyarakat mulai jengah melihat seseorang bisa menjabat ketua umum sebuah partai setelah sosok tersebut baru bergabung dua hari di parpol yang sama.
"Mulai terasa sekarang gejolak yang memperlihatkan ketidaksukaan model yang setidaknya dalam sebulan terakhir ini terjadi," kata Ray.
BACA JUGA: Arief Poyuono Lebih Memilih Bu Iriana, tetapi Prabowo-Gibran Juga Oke
Dia dalam diskusi turut berbicara tentang nepotisme yang bisa meruntuhkan Presiden kedua RI Soeharto.
Menurutnya, satu di antara tuntutan mahasiswa pada 1998 sebelum Soeharto mundur sebagai Presiden RI ialah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
"Tolak KKN. Paling atas itu. Jadi, bukan bahan makan murah, bukan pendidikan murah, bukan sandang murah, tetapi tolak KKN. KKN itu kolusi, korupsi, nepotisme. Itu akar yang dianggap mahasiswa persoalan negara," ujar Ray. (ast/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Aristo Setiawan