Bang Viva: Penghapusan PT untuk Menghindari Money Politics

Jumat, 17 Juli 2020 – 18:25 WIB
Politikus PAN Viva Yoga Mauladi. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi tidak setuju dengan ambang batas presiden, hingga 20 persen.

Kondisi politik bakal lebih baik tanpa ambang batas presiden, terutama berkaitan dengan politik uang, katanya.

BACA JUGA: Refly Harun Sebut Presidential Threshold Mainan Cukong dan Kartel

"Penghapusan PT ini juga untuk menghindari money politics," kata Viva dalam keterangan resmi saat diskusi virtual Voice For Change, Jumat (17/7).

Selain politik uang, ambang batas demi menghindarkan munculnya pembelahan di masyarakat.

BACA JUGA: Ambang Batas Parlemen Bakal Naik? Yusril Usul Begini

Pasangan calon pemimpin yang muncul pada kontestasi Pilpres tidak berjumlah dua seperti yang terjadi pada pesta politik 2019.

"Jangan sampai ada problem di kohesivitas sosial lagi. Seperti Pilpres kemarin memunculkan perbedaan, sehingga menimbulkan segmentasi politik masyarakat," ungkap Viva dalam diskusi yang dimoderatori Niko Adrian, aktivis 1998 yang juga pendiri Forum Kota (Forkot).

BACA JUGA: Rachmawati Menang di MA, Hasil Pilpres 2019 Tetap Sah? 2 Poin Penjelasan Tohadi

Ke depan, kata dia, partai politik (parpol) yang lolos ke parlemen pada Pemilu 2019 bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024.

"Biarlah parpol yang lolos 2019 menentukan pasangan calonnya masing-masing. Semakin banyak calon akan semakin bagus," beber Viva.

"Presidential untuk itu apa fungsinya presidential threshold? Presidential threshold pasti akan mengurangi tingkat kompetisi. Semakin tinggi PT, semakin sempit kompetisinya, sehingga jangan sampai kemudian muncul oligarki kekuasaan parpol," tutur dia.

Viva pun menjelaskan, penentuan ambang batas presiden tidak bisa diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, penentuan ambang batas berdasarkan kebijakan terbuka yang disepakati di DPR.

"Secara yuridis, bila ada judicial review ke MK untuk PT, telah dijawab dua kali, bahwa ini adalah open legal policy. Keputusannya ditentukan UU. Oleh karena itu, ya, keputusannya ada di parlemen, di senayan, di parpol," pungkas dia. (mg10/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler