jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno menilai langkah Ketua Umum Golkar Setya Novanto memecat Yorrys Raweyai dari posisi koordinator bidang politik, hukum dan keamanan DPP partai berlambang beringin hitam itu bakal menjadi blunder. Apalagi pencopotan dilakukan saat elektabilitas partai yang terus berjaya sejak masa Orde Baru tersebut tengah menurun akhir-akhir ini.
"Pencopotan Yorrys adalah langkah blunder yang hanya akan memantik konflik internal Golkar. Karena Yorrys merupakan salah satu representasi faksi politik Golkar yang cukup signifikan," ujar Adi di Jakarta, Rabu (4/10).
BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Sebut Jokowi Lari dari Kenyataan
Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta itu menilai sikap Yorrys yang kerap berseberangan dengan Novanto seharusnya dimaknai sebagai sebuah kritik untuk membangun Golkar. Misalnya tentang usulan Yorrys agar Golkar menunjuk pelaksana tugas (Plt) ketua umum.
Adi mengatakan, usulan Yorrys tentu didasari elektabilitas Golkar yang anjlok lantaran Setnov -panggilan akrab Novanto- bermasalah secara hukum dan kesahatan. Sayangnya, upaya Yorrys justru disikapi secara negatif.
BACA JUGA: Pimpinan DPR Pasrahkan Nasib Setya Novanto ke KPK
"Jadi bukan malah dicopot. Di Golkar perbedaan semacam itu sering terjadi, tak perlu dihadapi dengan pencopotan. Setnov mesti belajar banyak kepada Akbar Tanjung yang terbiasa menyelesaikan segala gejolak internal Golkar," ucapnya.
Peneliti The Political Literacy Institute itu menilai pemecatan terhadap Yorrys adalah salah satu bentuk arogansi kekuasaan politik elite Golkar. Menurutnya, perbedaan pandangan sejatinya hal lumrah yang mesti dihadapi dengan bijak.
BACA JUGA: Ya Ampun, Pasangan ABG Ketahuan Berduaan di Kamar Indekos
"Apalagi Yorrys merupakan salah satu aset Golkar yang sudah malang melintang memperjuangkan Golkar. Jangan sampai Yorrys lompat pagar ke partai lain akibat pencopotan ini," pungkas Adi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Doli dan Yorrys Dipecat, DPP Golkar Bobrok di Bawah Novanto
Redaktur & Reporter : Ken Girsang