Bangkitkan Ekonomi Bermodal Energi Sosial

Jumat, 17 Juni 2011 – 11:12 WIB

 Ada satu catatan yang saya kantungi, ketika negeri ini lolos dari lubang maut, krisis ekonomi global tahun 1998Indonesia tetap survive, tahan guncangan dahsyat

BACA JUGA: Di Balik Kelemahan Selalu Tersimpan Kekuatan

Negeri ini menyimpan self defense yang mengagumkam
Kokoh, tangguh, yang saya namakan social energy

BACA JUGA: Menjaga Kondusivitas Suasana Ekonomi


 
Dengen energi sosial itulah krisis yang mengguncang dunia, meruntuhkan Negeri Balkan, dan memporak porandakan Uni Soviet, bisa dilewati dengan landai oleh negeri ini
Padahal, hitungan di atas kertas, kita sudah sudah bangkrut kala itu

BACA JUGA: Spirit Business as Not Usual dalam MP3EI

Pendapatan per kapita kita tinggal 500 USD per tahunLima tahun setelah itu, 2004, merangkak naik menembus USD 1194Untuk hidup normal, dibutuhkan sedikitnya USD 3000 per tahun, seperti yang sudah kita capai di tahun 2010 ini.

Itulah kekuatan potensial yang bernama energi sosialDi saat tertekan, ketika berada dalam ancaman besar, tatkala menghadapi problem kolektif yang menakutkan, justru energi sosial itu tampil sebagai pahlawanSemakin keras pressure dan badai krisis itu, semakin solid kebersamaan dalam energi sosial kita.Sejarah mencatat, rasa persatuan, semangat solidaritas dan kebersamaan sebagai bangsa juga berkat dorongan energi sosialKita berhasil keluar dari kungkungan penjajahan Belanda dan Jepang di zaman pra kemerdekaan, saya yakin juga karena memiliki energi sosial yang menjelma menjadi nasionalisme.

Tetapi bukan gara-gara energi ini muncul ketika berada di bawah tekanan, lalu kita membiarkan masyarakat kita tertekan? Tidak begitu logikanyaIni akan menjadi modal yang sangat hebat, jika kita bisa membangkitkan energi sosial negeri ini untuk melompat lebih jauh dalam percepatan pembangunan ekonomiInilah yang sedang kami cari, satu per satu, menciptakan suasana yang kondusif, agar energi sosial itu muncul dengan penuh kesadaran, untuk mendorong akselerasi dalam membangun negeriKita harus pandai-pandai mengubah tekanan menjadi peluang.

Salah satu contoh actual, adalah semangat otonomisasi daerahSaya sangat setuju, pusat-pusat perekonomian di daerah dikembangkanMasterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) kita juga sudah memberi porsi yang signifikan ke daerah, melalui 6 koridor ituJadi, grand design kita sebagai sebuah negeri itu sudah menuju ke sanaTidak perlu diragukan lagi.

Otonomi daerah itu sebuah pilihanTak mungkin memutar arah jarum jam kembali dengan gaya sentralistikKomitmen pemerintah pusat semakin jelas dan tegas
Hanya saja, saat ini kita perlu introspeksiRetreat sejenakMelihat kembali apa yang sudah dijalankan dengan konsep desentralisasi ini, mencatat plus-minusnya, lalu memperbaiki desain-nya, agar punya arah yang sama.

Tahun 1998, kita memasuki fase reformasiSemua bidang mereformasi diri, termasuk menghasilkan Undang-undang Otonomi Daerah tahun 1999Lalu 2001, langsung dipraktikkanSekarang 2011, sudah 10 tahun pelaksanaan Otonomi DaerahApa hasilnya? Seberapa efektivitas? Sudahkah on target? Itulah yang sebaliknya, kita evaluasi kembali dengan ukuran-ukuran yang lebih presisiSekali lagi bukan untuk menarik kembali semangat otonomi, tetapi memastikan otonomi itu berada di track yang benar 

Ada temuan, misalnya dulu 65 persen dari APBD dialokasikan untuk gaji PNS dan aneka kebutuhannyaSisanya yang 35 persen, untuk fasilitas public, infrastruktur dan kepentingan masyarakat lainSekarang ada beberapa daerah yang sudah 95 persen hanya dipakai membayar gaji pegawai negeri? Bahkan ada beberapa daerah yang untuk menggaji saja tidak cukup? Space untuk fiskal semakin sulit dan sempitServices kepada public pun akan semakin kecilSaya kira, ini persoalan yang sangat serius di negeri ini.

Contoh lain, soal tata kelola perizinan dalam mengelola sumber daya alam di daerahDari 8.000 perizinan yang dikeluarkan pemerintah daerah, 6.000 di antaranya bermasalah, tumpang tindihBisa jadi, kepala daerah yang mengeluarkan izin pertama kalah pilkada, lalu tanpa mengecek dulu, penggantinya mengeluarkan izin yang sama?

Soal pembangunan infrastruktur, soal pajak dan retribusi daerah, soal akses dan keberpihakan pada UMKM – Unit Usaha Kecil dan Menengah, terutama dalam berhubungan dengan lembaga keuangan, soal semangat pemekaran daerah baru, dan masih banyak lagi kasus yang membuat kita harus menemukan jalan keluarnya
Mari, bersama-sama, kita tata ulang agar lebih baik, lebih produktif dan memiliki visi jangka panjang yang lebih komprehensif(*)
 
* Penulis adalah Menko Perekonomian RI, yang juga Ketua Umum DPP PAN

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler