jpnn.com - JAKARTA – Langkah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membangun sejumlah gedung di daerah diklaim untuk mempermudah menampung aspirasi masyarakat, sekaligus menunjukkan eksistensi dan identitas lembaga tersebut.
Karena selama ini masih banyak masyarakat yang belum mengenal DPD. Padahal lembaga negara ini merupakan produk reformasi tahun 1998.
BACA JUGA: Harapkan Revisi UU KPK Dibarengi Perubahan KUHP, KUHAP dan UU Tipikor
"Pembangunan itu untuk menunjukkan eksistensi kami, karena masih banyak masyarakat yang belum mengenal dan mempertanyakan DPD,” ujar anggota DPD, Adrianus Garu, Jumat (19/6).
Selain untuk menunjukkan eksistensi, pembangunan gedung DPD menurut Adrianus, juga sebagai langkah menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD. Karena itu jika tidak dijalankan, sama saja tidak menjalankan perintah undang-undang.
BACA JUGA: KPK Segera Ajukan PK Atas Putusan Praperadilan Hadi Poernomo
Sebagaimana diketahui, saat ini DPD sedang membangun gedung baru di daerah-daerah. Gedung-gedung tersebut berlokasi di kota provinsi. Pekan lalu baru dilakukan peletakan batu pertama untuk tiga gedung. Direncanakan dalam lima tahun ke depan, tiap kota provinsi sudah dibangun kantor DPD di daerah.
"Kami (DPD,red) kan tidak menghormati masyarakat kalau menerima mereka (menyampaikan aspirasi,red) hanya di warung makan atau di warung kopi. Kami perlu juga menghargai masyarakat yang menyalurkan aspirasi," ujar Adrianus.
BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Tantang Jokowi Datangi PM Malaysia
Selain gedung DPD di ibukota provinsi, DPD menurut anggota Komite IV DPD ini, juga sudah waktunya memiliki gedung sendiri di ibukota negara. Karena selama ini sebagai lembaga produk reformasi, DPD belum memiliki kantor sendiri. DPD diketahui masih meminjam gedung MPR, yang satu kompleks dengan DPR.
"Mengapa pembangunan gedung MK, KY dan yang lain-lain tidak ditolak? Kan semua lembaga produk reformasi. Tidak adil kalau MK, KY dan yang lain tidak ditolak," ujar Adrianus.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ruki Lega Jokowi Tak Mau UU KPK Direvisi
Redaktur : Tim Redaksi