Banjir Sintang & Jokowi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 14 November 2021 – 15:52 WIB
Presiden Jokowi mengenakan helm RSV Helmet saat melakukan uji coba di Sirkuit Mandalika. Foto: Agus Suparto for jpnn

jpnn.com - Sebagai negara dengan iklim tropis Indonesia hanya punya dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau.

Musim hujan ditandai dengan curah hujan yang tinggi, dan kemarau ditandai dengan berkurangnya debit air yang sering menyebabkan kekeringan.

BACA JUGA: Fadli Zon Sindir Halus Jokowi, Lalu Kena Teguran Gerindra

Negara-negara Eropa dan Amerika Utara mempunyai iklim sub-tropis dan mempunyai empat musim, yaitu dingin, gugur, semi, dan panas.

Musim dingin ditandai dengan hujan salju dan suhu yang membeku di bawah nol, musim gugur menandai perpindahan musim beku ke musim yang lebih hangat dengan ditandai gugurnya dedaunan.

BACA JUGA: Begini Kondisi Banjir di Sintang, Letjen Ganip Sudah ke Lapangan

Setelah itu cuaca akan makin hangat dan pepohonan mulai bersemi dan berbunga lagi. Setelah itu cuaca menjadi makin cerah dengan sinar matahari yang lebih banyak dan suhu udara yang makin panas.

Bagi bangsa Eropa dan Amerika Utara musim panas menjadi musim liburan yang menyenangkan karena bisa menikmati matahari yang dianggap sebagai barang langka.

BACA JUGA: Jokowi Gunakan Produk Lokal Ini Saat Geber Motor Bobber di Sirkuit Mandalika, Sebegini Harganya 

Negara empat musim dianggap lebih superior dibanding negara-negara dua musim seperti Indonesia dan negara-negara tropik lainnya.

Namun, untuk urusan musim, orang Indonesia lebih punya banyak dibanding dengan orang Eropa. Selain musim hujan dan kemarau, Indonesia punya musim durian, musim mangga, musim rambutan, musim nanas, musim pepaya.

Bersamaan dengan musim hujan sekarang ada tambahan musim lagi yaitu musim kawin dan musim banjir.

Musim banjir pun masih ada variannya lagi, selain banjir di Sintang ada juga banjir politik dalam bentuk banjir deklarasi.

Meskipun pilpres masih tiga tahun lagi, tetapi para sukarelawan sudah tidak sabar lagi ramai-ramai melakukan deklarasi calon presiden beramai-ramai.

Di media sosial setiap hari disuguhi banjir komentar mengenai apa saja. Banjir Sintang yang sudah berlangsung lebih dari tiga minggu dan menenggelamkan puluhan ribu rumah, menjadi makin ramai karena banjir komentar oleh para politisi.

Politisi Partai Gerindra Fadli Zon dalam cuitannya menyindir Presiden Jokowi yang lebih memilih menjajal Sirkuit Mandalika di NTB ketimbang mengunjungi koban banjir di Sintang, Kalimantan Barat.

Fadli secara sarkastik memberi ucapan selamat kepada Jokowi yang menjajal sirkuit dengan mengendarai sepeda motor balap. Namun, kemudian Fadli menohok dengan pertanyaan kapan mengunjungi Sintang.

Banjir di Indonesia bukan sekadar fenomena bencana alam, tetapi sudah menjadi fenomena politik. Setiap kali ada banjir, para aktor politik akan sibuk saling serang. Dalam kasus banjir Sintang pun demikian. Cuitan Fadli mendapat respons ramai dari banyak kalangan.

Ali Mochtar Ngabalin bereaksi balik dengan meminta Fadli lebih banyak membaca regulasi supaya paham mengenai penanganan banjir.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyerang balik dengan mempertanyakan sikap politik Fadli yang tidak sejalan dengan garis partainya. Partai Gerindra ada dalam barisan koalisi pendukung Jokowi, tetapi Fadli Zon dianggap selalu berseberangan dengan kebijakan Jokowi.

Bencana banjir menjadi komoditas politik yang selalu didaur ulang. Di Jakarta, setiap tahun debat mengenai banjir selalu membanjir tidak ada habisnya. Saling serang dan saling hujat dengan argumen yang sama dari tahun ke tahun tidak pernah berubah.

Banjir Sintang juga menjadi komoditas politik untuk saling serang. Pemerintah daerah dianggap tidak siap menghadapi bencana, dan pemerintah pusat dianggap lamban dalam bereaksi.

Dalam sebuah kesempatan, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menjadi uring-uringan dan mengusir perwakilan pengusaha kelapa sawit yang dianggap tidak punya kepedulian terhadap korban banjir.

Menteri Sosial Tri Rismaharini sudah terjun ke lokasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga sudah turun memberikan bantuan, tetapi banjir masih tetap membandel.

Risma mengatakan kondisi alam akibat badai La Nina membuat banjir makin sulit diatasi. Ada anomali cuaca akibat pemanasan global yang membawa perubahan cuaca drastis yang menyebabkan banjir dan longsor.

Fenomena alam bisa saja dituding sebagai sebab bencana hidrometrologi yang sekarang banyak terjadi di berbagai tempat. Namun, kebijakan pengelolaan lingkungan yang semrawut memberi andil yang lebih besar dalam bencana alam ini.

Wapres Ma’ruf Amin mengakui bahwa banjir bandang dan longsor di berbagai daerah terjadi karena pengelolaan hulu sungai yang buruk. Banyaknya kerusakan ekosistem di hulu sungai dan sepanjang aliran sungai, menyebabkan air menggelontor dengan cepat tanpa ada penahan.

Wapres Ma’ruf Amin pasti tahu bahwa dalam Al-Qur'an sudah ditegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di laut dan darat di dunia ini disebabkan oleh ulah tangan manusia. Fenomena alam La Nina boleh saja dituding sebagai penyebab.

Anomali cuaca boleh saja disalahkan sebagai biang bencana. Pemanasan global bisa saja divonis sebagai pusat masalah. Namun, semua itu tidak akan terjadi tanpa ada ulah manusia yang salah urus dalam mengelola alam.

Cuaca empat musim di Eropa dianggap sebagai keunggulan dibanding cuaca dua musim di negara tropis seperti Indonesia. Ada pandangan umum yang menganggap bangsa Eropa lebih maju karena keunggulan lokasi geografis dan keuntungan empat musim.

Pandangan ini berlangsung lama, tetapi sekarang sudah dimentahkan oleh Daron Acemoglu dan James Robinson dalam ‘’Why Nations Fail?’’. Negara-negara di dunia maju bukan karena lokasi geografis dan keuntungan cuaca, tetapi karena diurus secara benar.

Sebaliknya negara-negara subtropis masih banyak yang belum maju, bukan karena iklimnya, tetapi karena salah kelola.

Bencana alam yang kerap melanda Indonesia memang disebabkan oleh cuaca. Namun, kebijakan lingkungan yang tidak tepat menyebabkan bencana alam makin memburuk.

Banjir Sintang menjadi salah satu contoh terbaru bagaimana kebijakan lingkungan yang salah urus menimbulkan bencana yang berkepanjangan.

Gubernur Sutarmidji tegas menuntut tanggung jawab para pengusaha sawit untuk ikut bertanggung jawab terhadap banjir di Kalimantan Barat. Menurutnya, perkebunan sawit punya andil dalam bencana ini. Alih-alih punya kepedulian, para pengusaha sawit seolah menutup mata.

Presiden Jokowi baru saja balik dari konferensi iklim internasional COP26 di Glasgow, Skotlandia. Di forum internasional itu Jokowi mengatakan bahwa deforestasi Indonesia sudah menurun signifikan dalam 20 tahun terakhir, dan kebakaran hutan sudah berkurang sampai 80 persen.

Jokowi juga menegaskan komitmennya untuk mendukung program deforestasi sampai 2030.

Para aktivis lingkungan meragukan pernyataan Jokowi ini dan menganggapnya tidak sesuai fakta. Aktivis Greenpeace malah menganggap pernyataan Jokowi omong kosong yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

Greenpeace membeberkan bukti beberapa kerusakan hutan yang masih parah di berbagai wilayah.

Alih-alih menerima masukan dari para aktivis lingkungan, pemerintah malah mengancam akan mengaudit lembaga swadaya masyarakat (LSM) Itu.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan data-data yang diungkap LSM itu tidak sesuai dengan kenyataan, dan karena itu LSM-LSM itu harus diaudit.

Luhut dikenal sebagai menteri serbabisa. Apa saja bisa diurusi oleh Luhut meskipun urusan itu berada di luar portofolionya, termasuk mengaudit LSM yang dianggapnya salah data.

Jokowi mengatakan bahwa Indonesia mendapat banyak pujian di forum interasional. Dalam forum pertemuan G20 Jokowi banyak dikerubuti para kepala negara yang memujinya. Indonesia juga mendapat giliran untuk menjadi ketua G20 tahun depan.

Dalam forum COP26 Indonesia juga mendapat pujian atas komitmennya terhadap penanganan perubahan iklim. Namun, sepulang dari Glasgow ternyata Jokowi lebih memilih mencoba Sirkuit Mandalika daripada mengunjungi Sintang, yang sedang menjadi korban bencana lingkungan.

World Superbike WSBK di Mandalika 20 November nanti memang event internasional penting yang bisa mendatangkan devisa negara. Indonesia akan mendapat perhatian besar dunia internasional jika sukses menyelenggarakan balapan ini.

Namun, di sisi lain, banjir Sintang juga menjadi sorotan internasional yang memerlukan perhatian dan komitmen langsung dari Jokowi. Dua-duanya harus mendapatkan perhatian yang sama-sama serius dari Jokowi. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler