Bank Dunia pun Mengakui Pariwisata Paling Menjanjikan bagi Indonesia

Selasa, 01 November 2016 – 09:29 WIB
Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Foto: Kemenpar

jpnn.com - JAKARTA - Melonjaknya pariwisata Indonesia ternyata tak luput dari perhatian Bank Dunia. Hal itu terlihat dari laporan kembaga keuangan internasional tentang optimismenya soal membaiknya perekonomian Indonesia.

Berdasar laporan triwulan III 2016, yang di-report Bank Dunia pada Oktober 2016  menyebutkan, pariwisata menjadi sektor paling seksi untuk jumping pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Pariwisata berpotensi membuka keran investasi swasta, menciptakan lapangan kerja, menambah ekspor, dan memandu investasi infrastruktur.

BACA JUGA: Dua Jempol Arief Yahya untuk Budi Karya

Bank Dunia juga mereferensi World Travel and Tourism Council, bahwa setiap USD 1 juta yang dibelanjakan untuk sektor travel dan pariwisata bisa mendukung 200 lapangan kerja dan mendatangkan USD 1,7 juta PDB bagi Indonesia. Laporan Bank Dunia itu persis dengan presentasi yang sering dipaparkan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya di banyak momentum, bahwa investasi di pariwisata itu multiplying effect-nya paling dahsyat.

"World Bank mempertegas angka itu, multiplier effect-nya mencapai 170 persen dari total investasinya. Jika menanamkan modal USD 100 juta maka akan mendrive pergerakan ekonomi menjadi senilai USD 170 juta. Kalau banyak pejabat sering menyebut multiplying effect itu, saya sebut persentase angkanya," ujar Arief.

BACA JUGA: Tunggakan Perusahaan Minerba Tembus Rp 21 Triliun

Menurut Arief, pariwisata adalah sektor penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah dan murah. Karena itu tidak salah jika Presiden Joko Widodo menempatkan pariwisata sebagai core economy bangsa ke depan. Dan karena itu, banyak Kementerian dan Lembaga wajib men-support Pariwisata untuk menuju target spektakuler 20 juta wisman di 2019.

Pertama, Pariwisata menyumbangkan 10 persen PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen dengan tren naik sampai 6,9 persen, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. Membelanjakan USD 1 juta di sektor pariwisata juga menghasilkan PDB USD 1,7 juta atau 170 persen, atau tertinggi dibanding industri lainnya.

BACA JUGA: Kuartal III 2016, PGN Raih Laba Bersih Rp 3,23 triliun

Kedua soal devisa. Saat ini, pariwisata masih di peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dibanding industri lainnya.

Namun, itu pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13 persen dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif. Sedangkan biaya marketing yang diperlukan hanya 2 persen dari proyeksi devisa yang dihasilkan.

Ketiga soal tenaga kerja. Pariwisata menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4 persen secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri.

Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30 persen dalam waktu 5 tahun. Pariwisata pencipta lapangan kerja termurah yaitu dengan USD 5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar USD 100.000/satu pekerjaan.

Lagi-lagi Menpar Arief Yahya membenarkan strategi besar yang dipikirkan Presiden Joko Widodo, bahwa pariwisata adalah masa depan bangsa ini. Hanya di pariwisata bangsa ini bisa bersaing di level global.

“Kalau agriculture, manufacturing dan IT, itu berat dan hampir tidak bisa fight dengan China yang sudah meraksasa,” kata dia.

Di laporan triwulan World Bank juga disebutkan tingkat kemiskinan Indonesia turun sebesar 0,4 persen menjadi 10,9 persen pada kuartal pertama tahun 2016. Ini adalah penurunan tahunan terbesar dalam tiga tahun terakir. Kebijakan pemerintah yang berkontribusi termasuk upaya menstabilkan harga beras serta perluasan bantuan sosial.

Ekonomi Indonesia tetap kuat menghadapi tantangan global. Manajemen fiskal yang baik telah membantu mendukung pertumbuhan dan mengurangi tingkat kemiskinan.

“Perbaikan manajemen fiskal telah membuat ekonomi Indonesia tetap bertahan kuat. Risiko-risiko eksternal bagi ekonomi Indonesia tetap ada, termasuk pertumbuhan global yang lebih rendah serta gejolak pasar keuangan,” tulis World Bank dalam laporannya.

Lalu, risiko-risiko fiskal domestik telah berkurang berkat penyesuaian anggaran 2017 yang belum lama diumumkan, juga RAPBN 2017 yang lebih mungkin dicapai. Penerimaan yang lebih tinggi dari program amnesti pajak juga membantu mengurangi risiko fiskal. Pengumpulan pajak dari fase pertama telah mencapai Rp 97,3 triliun setara dengan 56,6 persen dari sasaran keseluruhan tiga fase.

Proyeksi pertumbuhan PDB tetap sama dengan laporan bulan Juni, yaitu 5,1 persen untuk tahun 2016 dan 5,3 persen untuk tahun 2017. Konsumsi domestik diperkirakan tetap kuat dan peningkatan pertumbuhan akan bergantung pada investasi swasta yang lebih kuat.

Juga, bertahannya pertumbuhan ekonomi dan beberapa kebijakan pemerintah berkontribusi pada turunnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Tingkat kemiskinan turun sebebsar 0,4 persen menjadi 10,9% pada kuartal pertama tahun 2016.

“Ini adalah penurunan tahunan terbesar dalam tiga tahun terakir. Kebijakan pemerintah yang berkontribusi termasuk upaya menstabilkan haga beras serta perluasan bantuan sosial,” sambung Bank Dunia.

Koefisien Gini –pengukuran ketimpangan– turun 1,1 poin menjadi 39,7 pada kuartal pertama tahun 2016. Penurunan ini adalah penurunan tahunan terbesar sejak krisis finansial Asia tahun 1997-1998.

Laporan edisi ini juga membahas ketahanan pangan, termasuk dampak subsidi pemerintah; bagaimana meningkatnya sertifikasi guru belum membuat capaian belajar siswa menjadi lebih baik; analisa bagaimana akses layanan air, sanitasi, dan kebersihan bisa membantu mengurangi stunting dan kemiskinan.(adv/jpnn)   

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Target Ekspor 8 Ribu Ton Bawang Merah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler