Bank Indonesia Beberkan Penyebab Aktivitas Pasar Sekuritisasi Belum Berkembang

Rabu, 24 Maret 2021 – 14:46 WIB
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan, saat ini aktivitas di pasar sekuritisasi aset di Indonesia belum berkembang. Ilustrasi: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan, saat ini aktivitas di pasar sekuritisasi aset di Indonesia belum berkembang.

Menurut dia, hal itu terlihat dari sisi suplai maupun permintaan.

BACA JUGA: Bank Indonesia Harap Perbankan Segera Turunkan Suku Bunga Kredit

"Saat ini, originator di Indonesia masih terbatas pada BUMN dan perbankanUnderlying asset-nya sebagian besar masih berupa kredit perumahan, sementara yang berupa future cash flow, kredit komersial, dan aset keuangan lainnya masih sedikit," ujar Destry dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Rabu (24/3).

Sebagai informasi, sekuritisasi adalah sebuah praktik dalam dunia keuangan yang menggabungkan kontrak utang seperti kredit rumah, kredit usaha, tagihan kartu kredit, dan sebagainya, lalu piutangnya diperjualbelikan sebagai efek atau sekuritas.

BACA JUGA: Pertumbuhan Utang Luar Negeri Akhir Januari 2021 Menurun, Begini Penjelasan BI

Lebih lanjut, Destry menyebut, dari sisi permintaan atau investor, saat ini masih banyak yang belum akrab dengan instrumen sekuritisasi aset.

"Baik investor institusional maupun investor ritel," kata dia.

BACA JUGA: Bank Indonesia: Uang Beredar Pada Januari Tumbuh Positif, Tetapi...

Destry menuturkan berbagai program pembangunan yang telah dibiayai melalui APBN atau APBD maupun pihak swasta, masih memerlukan sumber pembiayaan inovatif lainnya.

"Salah satunya adalah melalui sekuritisasi aset," kata dia.

Menurut Destry, pasar sekuritisasi adalah aset yang berkembang dan dinilai akan dapat menjadi alternatif pembiayaan bagi pemulihan ekonomi ke depan.

Hal itu, menurut dia, termasuk untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan pembiayaan UMKM.

"Di samping menjadi sumber pembiayaan, instrumen sekuritisasi aset juga dapat menjadi alternatif outlet investasi yang menarik bagi investor," papar Destry.

Sejauh ini, kata dia, sekuritisasi aset yang telah ada di pasar keuangan domestik adalah KIK EBA dan EBA-SP yang sudah diterima baik oleh pasar.

Destry juga mengatakn, hal tersebut tidak terlepas dari manfaat yang diperoleh melalui sekuritisasi.

"Aset yang selama ini tidak likuid dapat menjadi likuid, keperluan dana perusahaan dapat terpenuhi tanpa mengakibatkan kenaikan rasio utang perusahaan, dan perusahaan tidak harus melakukan penjualan atas aset yang dimilikinya," beber dia.

Sementara investor, ungkap Destry, juga mendapatkan keuntungan dengan membeli KIK EBA maupun EBA SP dengan risiko yang lebih rendah karena memiliki underlying asset.

Dia menambahkan pengembangan pasar sekuritisasi juga bermanfaat tidak hanya untuk pembiayaan jangka pendek, tapi juga bisa untuk membiayai kebutuhan jangka panjang.

Destry menyatakan, pembiayaan jangka pendek terutama ditujukan pada keperluan modal kerja untuk operasional atau bridging financing oleh pelaku usaha.

Sementara, lanjut dia, sekuritisasi aset berjangka lebih panjang bisa ditujukan untuk pendanaan kegiatan investasi dengan jangka waktu yang lebih panjang.

"Dengan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada berbagai pihak, diharapkan pasar sekuritisasi aset dapat berkembang lebih baik lagi," ungkap dia.

Dia juga memeberkan, beberapa tantangan yang dihadapi seperti isu terkait pencatatan, perpajakan, rating, pricing, serta perlunya peningkatan SDM yang berkualitas, apabila di-address dengan baik.

"Diharapkan akan menjadi nilai tambah dalam mendukung berkembangnya instrumen ini," ujar Destry. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler