jpnn.com - SURABAYA – Penyaluran kredit belum menunjukkan pertumbuhan menggembirakan. Akibatnya, loan to funding ratio (LFR) dan pertumbuhan kredit masih belum tinggi.
Salah satunya ialah PT Bank Pembangunan Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) yang mencatat loan to deposit ratio (LDR) pada akhir semester pertama sebesar 72 persen.
BACA JUGA: Inilah Angka-angka Pencapaian Program Tax Amnesty, Masih Jauh
”Permintaan KPR dari industri properti menurun. Karena itu, banyak pinjaman untuk KPR yang dikembalikan,” kata Dirut Bank Jatim R Soeroso kemarin (12/9).
Utilitas kredit yang menurun disebabkan masyarakat masih menunda rencana untuk membeli rumah. Baik untuk tujuan hunian maupun investasi. Padahal, ketergantungan bank di daerah terhadap KPR cukup tinggi.
BACA JUGA: Jaring Calon Emiten, BEI Rela Door to Door
Pada Agustus lalu, Bank Jatim menunjukkan rasio LDR yang lebih baik, yakni 79 persen. Rasio LFR meningkat dari 68 persen pada Juli 2016 menjadi 73 persen pada Agustus.
Relaksasi uang muka kredit melalui loan to value (LTV) diharapkan meningkatkan permintaan KPR. Namun, efeknya diyakini baru terasa pada awal tahun depan. ”Kami mengandalkan loan agreement yang bekerja sama dengan pemerintah agar LFR terus meningkat,” imbuh Corporate Secretary Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha.
BACA JUGA: Pemerintah Disarankan Ubah Pendekatan Tax Amnesty, Mulai Sasar Taipan
Untuk menggenjot LFR, Bank Jatim segera membuka kantor layanan di Batam. Emiten berkode saham BJTM itu membidik pembiayaan pada sektor perdagangan antara provinsi Jatim dan Batam.
Harapannya, penyaluran kredit produktif bisa ditingkatkan. Saat ini pembukaan kantor masih menunggu persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Eksekutif Asosiasi BPD (Asbanda) Wimran Ismaun menyatakan, mayoritas BPD masih bergantung pada kredit konsumtif. Porsi kredit produktif BPD pada Juni 2016 relatif kecil, yakni 30,12 persen saja dari total penyaluran kredit.
Tren kredit produktif cenderung statis karena saat ini pengusaha cenderung mengurangi ekspansi. Belum lagi, kredit macet atau non-performing loan (NPL) meningkat di sejumlah sektor.
Meski demikian, Wimran menilai, tidak semua kredit yang bersifat konsumtif digunakan untuk tujuan konsumtif. Dia mencontohkan, banyak KPR yang diambil untuk usaha kos-kosan dan kontrakan rumah.
Demikian pula kredit multi guna yang tujuannya untuk renovasi usaha rumah kontrakan dan kos-kosan tersebut.
Pada Juni 2016, posisi kredit BPD mencapai Rp 331,47 triliun atau tumbuh 5,05 persen dari posisi Desember 2015. Ketergantungan dana pemda pada funding BPD cukup besar, yakni 27,1 persen pada posisi Desember 2015. (rin/c5/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gran Max Jadi Tulang Punggung Penjualan Daihatsu
Redaktur : Tim Redaksi