Bank Mandiri Optimistis Ada Ruang Salurkan Kredit di Tengah Proyeksi Perlambatan Ekonomi

Kamis, 24 September 2020 – 22:48 WIB
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi. Foto: Humas Bank Mandiri

jpnn.com, JAKARTA - Bank Mandiri optimistis masih terdapat ruang untuk menyalurkan kredit di tengah proyeksi perlambatan ekonomi.

Menurut Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi, proyeksi perlambatan ekonomi Indonesia memang menjadi tantangan bagi bank dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Meski demikian, Penyaluran kredit diperlukan karena dapat menjadi salah satu bentuk stimulus guna kembali menggeliatkan kembali kondisi perekonomian nasional.

BACA JUGA: Bank DBS Indonesia Hadirkan Mandiri Global Sharia Equity Dollar

“Kami meyakini bahwa masih terdapat ruang untuk menyalurkan kredit bagi debitur eksisting atau para calon nasabah di tengah perlambatan ekonomi, tentunya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang terukur dan prudent akan membantu menggerakan perekonomian Indonesia untuk kembali ke tren positif,” ujar Hery.

Berdasarkan analisa Office of Chief Economist Bank Mandiri, kinerja industri perbankan di triwulan III tahun ini masih relatif kuat di tengah pandemi. Hal ini dikarenakan berbagai stimulus dari Pemerintah dan Otoritas Moneter mampu menjaga kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan.

BACA JUGA: Cara Bank Mandiri Bantu Pulihkan Ekonomi Nasional di Tengah Pandemi COVID-19

Selain itu, Bank Mandiri melihat masih terdapat sektor-sektor yang prospektif untuk menjaga bisnis, seperti seperti FMCG, Farmasi, Healthcare dan telekomunikasi. Ditambah lagi, pada Kuartal III ini, khususnya bulan Juli dan Agustus, berbagai indikator telah menunjukan perbaikan kegiatan ekonomi dibandingkan bulan April dan Mei 2020.

Sebagai contoh, penjualan kendaraan bermotor pada bulan Agustus 2020 sudah mencapai 37.291 unit setelah mencapai titik terendah yaitu 3.551 unit pada bulan Mei 2020. Meskipun demikian, angka penjualan bulan Agustus 2020 masih jauh dibawah angka rata-rata penjualan tahunan 2019 yang mencapai 85.577 unit.

BACA JUGA: Ikhtiar Bank Mandiri Bantu Tingkatkan Produktivitas Petani Kopi di Sumedang

Tingkat hunian kamar hotel mulai membaik pada Juli 2020 menjadi 28,7% walaupun masih jauh dibawah sebelum periode Covid-19 yaitu 56,7% pada Juli 2020.

Sementara itu, harga-harga komoditas penting bagi perekonomian Indonesia selama pandemi Covid-19 masih tertekan. Sampai dengan 20  September 2019, harga minyak mentah turun sebesar 35% YTD, atau  berada di sekitar USD 43 per barrel; dan harga batubara pun turun sebesar 23% atau berada di tingkat USD52 per ton.

Namun demikian, harga minyak kelapa sawit sejak bulan Juni sudah membaik dengan cepat dan sudah mencapai USD 753 per ton, atau  sudah sama dengan sebelum harga Covid-19 pada bulan Desember 2019. Harga karet pun membaik sebesar 20% YTD mencapai USD 2 per Kg.

Perlambatan pertumbuhan kredit memang dialami pelaku industri perbankan karena pandemi. Pertumbuhan kredit industri perbankan diprediksi hanya mencapai 1,5 persen dibandingkan tahun lalu. Akan tetapi, lanjut Hery, likuiditas industri perbankan diperkirakan tetap terjaga dengan estimasi pertumbuhan DPK di seluruh bank mencapai 8,3 persen. Hal ini terjadi seiring makin banyaknya penabung dengan nominal besar.

“Kondisi likuiditas Bank Mandiri tetap terjaga di kuartal III, dan ini membuat kami yakin untuk tetap menyalurkan pembiayaan bagi debitur-debitur yang memenuhi syarat. Di satu sisi, Bank Mandiri juga akan terus melanjutkan proses restrukturisasi untuk nasabah-nasabah yang terdampak pandemi Covid-19,” kata Hery.

Akses terhadap digital juga ditemukan membantu UMKM dalam mitigasi dampak dari COVID. Berdasarkan survei Mandiri Institute, 9 persen dari UMKM dengan akses digital melaporkan adanya kenaikan omset usaha.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan UMKM tanpa akses digital yang hanya 4%. UMKM dengan akses digital juga memiliki lebih banyak strategi bertahan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Tercatat 16% dari UMKM dengan akses digital melakukan modifikasi produknya, 18% melakukan optimisasi penjualan online, dan hanya 11% yang melakukan restrukturisasi kredit. Sementara UMKM tanpa akses digital sebagian besar—atau 26%—mengandalkan restrukturisasi hutang sebagai strategi bertahan yang utama.

UMKM dengan akses digital dalam memasarkan dan menjual produknya juga memiliki durasi bertahan yang lebih baik dibandingkan usaha tanpa akses digital.

Hasil survei memperlihatkan bahwa sebanyak 61% UMKM dengan akses digital dapat bertahan selama 3 bulan atau lebih pada kondisi pandemi Covid-19. Sementara hanya 56% UMKM tanpa akses digital dapat bertahan dengan durasi yang sama.

Selain akses digital, dukungan pemerintah melalui program PEN juga membantu UMKM untuk bertahan. Sebanyak 79% dari UMKM yang kami survei mengetahui adanya program PEN.

Selanjutnya, sebesar 83% dari UMKM yang telah menerima atau dalam proses pendaftaran program PEN menyebutkan bahwa program tersebut membantu kondisi usaha mereka

“Data-data tersebut membuat kami merasa optimis bahwa ruang bagi ekonomi kita untuk bergerak masih terbuka, meski dihadapkan pada tekanan ekonomi global yang sangat terdampak pandemic Covid-19,” kata Hery.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memprediksi perekonomian Indonesia tahun ini akan terkontraksi akibat Pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 diprediksi ada di kisaran -2 persen hingga -1 persen.

Proyeksi ini muncul karena sepanjang triwulan I pertumbuhan ekonomi nasional sudah melambat ke level 2.97 persen. Pada triwulan II/2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi hingga -5,32 persen. Memasuki triwulan III/2020, kondisi ekonomi diperkirakan sedikit membaik seiring dimulainya relaksasi PSBB.

Tekanan terhadap perekonomian Indonesia sejalan dengan dinamika ekonomi global, di mana banyak negara-negara sudah memasuki resesi kecuali Vietnam dan Tiongkok yang masih mencatat pertumbuhan positif. Namun demikian, resesi yang dialami Indonesia diperkirakan tidak akan sedalam negara-negara lain di Asia seperti India, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapore, maupun negara-negara maju di Kawasan Eropa dan AS.

2021, Ekonomi Indonesia Tumbuh 4 Persen

Outlook Ekonomi 2021 ke depan, jelas Andry, perekonomian akan mulai memasuki masa pemulihan dengan asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah melambat disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin. Economist Bank Mandiri memperkirakan ekonomi dapat tumbuh 4,4% di tahun 2021.

Ke depan, perkembangan ekonomi sektoral Kuartal III dan IV dibayangi resiko dampak penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta sejak tanggal 14 September dan resiko akibat peningkatan kasus COvid-19.

Secara sektoral, sektor-sektor jasa-jasa seperti, perdagangan, transportasi, hotel, restoran dan jasa-jasa perusahaan akan mengalami pemulihan yang relatif lambat dari perkiraaan semula akibat peningkatan kasus positif Covid-19.

Demikian pula sektor industri pengolahan, pemulihannya mengikuti pola umum peningkatan ekonomi nasional karena sangat tergantung perbaikan daya beli dan confidence masyarakat sehingga mulai membelanjakan uangnya.

Sektor komoditas kelapa sawit bisa menjadi katalis positif yang mendorong perekonomian Indonesia ke depan terutama di sentra-sentra perkebunan di Sumatera dan Kalimantan. Harga minyak kelapa sawit sampai akhir tahun, kami perkirakan masih akan bertahan di tingkat harga USD700 per ton (FOB Malaysia).

Hasil Survey Mandiri Institute. Pembatasan sosial dan kekhawatiran konsumen atas penyebaran COVID-19 telah menekan usaha ritel dan jasa makanan dan minuman. Sejumlah daerah memperpanjang masa PSBB transisi sementara DKI Jakarta—dengan kenaikan kasus per hari COVID-19—kembali menerapkan PSBB II, meski dalam skala yang lebih.

Mandiri Lakukan Live Monitoring

Untuk mengetahui dampak COVID-19 terhadap bisnis ritel dan restoran, Mandiri Institute melakukan live-monitoring aktivitas pada dua sektor yang paling terdampak, yaitu ritel dan restoran dari bulan Juli hingga September.

“Kami juga memonitor kondisi restoran setelah DKI-Jakarta memutuskan untuk memberlakukan PSBB II. Metode monitoring dilakukan dengan melihat tingkat kesibukan yang terdapat pada data Google Maps,” katanya.

Temuan dari Mandiri Insitute menunjukkan bahwa kunjungan ke pusat belanja di bulan September sekitar 57% dari normal—angka ini sama dengan kunjungan di bulan Agustus (57%). Namun demikian terdapat variasi angka kunjungan antar kota.

Angka kunjungan ke pusat belanja di bulan September tertinggi di di DKI Jakarta sebesar 63%. Kunjungan ini meningkat dari bulan Agustus yang mencapai 57%.

Kenaikan angka kunjungan di DKI tampaknya dipengaruhi oleh rencana Pemda DKI untuk memberlakukan PSBB jilid II. Hal ini memicu masyarakat untuk mengunjungi shopping mall sebagai bentuk antisipasi. Sementara itu penurunan angka kunjungan pusat belanja terjadi di kota Makassar, yang pada bulan September menjadi 58%, turun dari 66% di bulan Agustus.

Terkait dengan restoran, tingkat kunjungan ke restoran mengalami kenaikan tipis di bulan September sebelum PSBB II di DKI Jakarta. Pada bulan September (sebelum PSBB II DKI) tingkat kunjungan ke restoran mencapai 53% dari situasi normal, naik tipis dari 52% di bulan Agustus.

Dampak dari PSBB II langsung terasa di sektor jasa makanan dan minuman. Dengan mengambil sampel restoran yang sama, dirinya menemukan PSBB II menekan angka kunjungan ke restoran di DKI Jakarta hingga menjadi 19% dari angka kunjungan normal.

Hal yang menarik adalah kunjungan ke restoran ke daerah sekitar—Depok, Tangerang dan Tangerang Selatan dalam satu minggu setelah PSBB II justru meningkat.  Angka kunjungan ke restoran di Tangerang Selatan naik hingga mencapai 59% paska PSBB II.

Dampak COVID-19 dan kebijakan PSBB juga sangat dirasakan oleh UMKM di Indonesia. Mandiri Institute malakukan survei terhadap 320 usaha UMKM di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Bali.

Dari survei tersebut ditemukan bahwa setelah PSBB ini, mayoritas dari UMKM—atau sekitar 66%—membatasi operasional usahanya, seperti mengurangi waktu operasi, membatasi kapasitas produksi, atau hanya menjalankan lini penjualan. Sementara 28% dari UMKM telah menjalankan aktivitas bisnis secara normal, baik produksi dan penjualan.

Angka tersebut masih di bawah persentase usaha yang beroperasi normal ketika PSBB, yaitu sebesar 50%. Mayoritas usaha tercatat menyebutkan bahwa terbatasnya modal usaha (43%) dan kekhawatiran mengenai prospek usaha ke depan (24%) menjadi alasan utama membatasi aktivitas operasional UMKM.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler