Bantah Ajak Golput Bisa Dipidana

Senin, 17 Februari 2014 – 19:47 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, menilai, tidak tepat pendapat yang mengatakan orang yang tidak memilih atau memilih golongan putih (Golput) dalam pemilu dan mengkampanyekannya, bisa dikenakan pasal pidana Pemilu.

Pendapat tersebut menurutnya harus ditolak, sebab suatu perbuatan baru bisa dikenakan sanksi pidana pemilu jika diatur dalam pasal pidana UU Pemilu.

BACA JUGA: Pemilu Makin Dekat, PKS Rutin Evaluasi

"Faktanya, dalam UU Pemilu yang mengatur tentang ketentuan pidana pada Bab XXII, mulai pasal 273 sampai pasal 321 (Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012), tidak kita temukan adanya ancaman sanksi pidana kepada seseorang yang memilih menjadi golput atau kepada orang yang mengampanyekan golput," kata Said di Jakarta, Senin (17/2).

Menurut Said, Jika rujukannnya pasal 292, ketentuan tersebut menurut Said, lebih ditujukan pada orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilih.

BACA JUGA: Logistik Pemilu di Daerah Bencana Harus Dicek

"Sebagai ilustrasi, saya berikan lima contoh orang yang bisa dikenakan sanksi pasal 292 ini. Antara lain, penyelenggara pemilu yang tidak memberi kesempatan pada pemilih memberi suara di TPS," katanya.

Selain itu, seorang atasan atau majikan yang tidak memberi kesempatan kepada bawahan atau pekerjanya ikut mencoblos pada hari pemungutan suara tanpa alasan yang jelas, juga dapat dipidana.

BACA JUGA: Bawaslu Bakal Pelototi Petugas di TPS

Contoh lain, Presiden, kepala daerah atau kepala desa, yang menggunakan kekuasaannya menghalangi pemilih menggunakan hak pilih, juga diancam pidana pemilu.

"Lalu seseorang yang menjanjikan atau memberikan materi kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilih," kata Said.

Kalau pendapat yang mengatakan Golput dapat dipidana dengan menggunakan rujukan pasal 308, Said bahkan menyebutnya lebih ngawur lagi. Karena pasal tersebut hanya mengatur sanksi pidana kepada seseorang yang menggunakan kekerasan, menghalangi pemilih, mengganggu keamanan dan ketertiban di TPS, atau menggagalkan pemungutan suara.

"Jadi kalau ada pemilih yang golput atau mengampanyekan golput, tidak bisa dikenakan pasal ini," katanya.

Said menilai, memilih untuk golput atau menyampaikan pandangan tentang golput berbeda maknanya dengan perbuatan menghalangi atau membatasi orang untuk menggunakan hak pilih.

Ia menilai, dalam mengampanyekan golput tidak ada unsur paksaan dan sifatnya tidak mengikat. Setiap orang tetap memiliki kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti kampanye golput tersebut.

"Perlu diingat, dalam ketentuan pidana, seluruh unsur yang disebutkan dalam bunyi pasal itu harus terpenuhi secara kumulatif. Satu saja tidak terpenuhi, sesorang tidak bisa dikenakan sanksi pidana," katanya.

Selain itu, memilih dalam pemilu menurut konstitusi Indonesia, kata Said, adalah hak dan bukan kewajiban. Sehingga tidak boleh orang dihukum karena tidak menggunakan haknya. Demikian pula dengan golput, harus dimaknai sebagai bentuk kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mas Edhie: Membangun tak Mesti Tanggalkan Budaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler