jpnn.com - BOGOR - Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kota Bogor sepanjang 2013 sarat masalah dan terindikasi korupsi. Banyak dana yang diselewangkan oleh kelompok masyarakat (pokmas). Dugaannya, ada beberapa pemilik RTLH yang bantuannya dipangkas.
Lebih parah lagi, ada yang sama sekali tidak menerima bantuan, meski namanya masuk dalam usulan penerima RTLH.
Padahal, tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan pemkot. Pada 2013, jumlah penerima RTLH sebanyak 2.157 orang. Penerima RTLH, masing-masing menerima Rp6 juta. Total anggaran RTLH mencapai Rp18,942 miliar, yang merupakan dana hibah.
Anggota Fraksi PKS DPRD Kota Bogor Muaz HD menyatakan, dari hasil reses yang dilakukan bersama gabungan anggota DPRD di daerah pemilihan (dapil) Tanah Sareal, Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, ditemukan dana RTLH yang tidak sampai ke pemilik rumahnya.
BACA JUGA: APBD Jakarta Telat Karena Jokowi Urus Banjir?
“Dari laporan ada pemilik rumah yang cuma menerima dana sekitar Rp3 juta, bahkan ada yang pindah ke anggota pokmas. Parahnya lagi, ada yang tidak menerima sama sekali,” katanya.
Politisi PKS itu mengungkapkan, berbagai modus digunakan agar dana itu dapat dipangkas nilainya. Salah satunya dengan memberikan bantuan dalam bentuk barang. Ada yang hanya menerima keramik 10 meter persegi, 200 batu bata, pasir seengkel, 7 sak semen, serta 1 triplek dan 5 kilogram cat.
“Ini kan tidak benar, karena pemberian material itu harus sesuai dengan nilai Rp6 juta. Jika dihitung nilai bangunan itu tidak sampai segitu,” katanya. Bahkan, dalam temuannya ada RTLH yang sudah diperbaiki kemudian dipasang gambar caleg incumbent.
Muaz menyesalkan kejadian ini. Dari tujuh sampel RTLH di Tanah Sareal, hanya satu yang menyatakan menerima Rp6 juta, sementara satu pemilik RTLH tidak menerima sama sekali, dan lima RTLH menerima dana perbaikan sekitar Rp3 juta hingga Rp3,6 juta.
BACA JUGA: Marak Terminal Bayangan di Lebak Bulus
“Sangat disayangkan hal ini terjadi, dan itu sudah masuk dalam tindakan korupsi,” ujarnya.
Dia menegaskan, akan melaporkan masalah ini kepada polisi dan jaksa untuk menindaklanjutinya. “Saya serahkan ini semua kepada aparat yang berwenang,” katanya.
Menurutnya, jika pemangkasan nilai penerima RTLH terjadi di setiap pokmas, maka ada potensi korupsi berjamaah. Dalam uji petik lain, kejadian seperti ini hampir tejadi di setiap kelurahan.
BACA JUGA: Pengamat: Jokowi dan Gubernur Sebelumnya Sama Saja
Jika setiap penerima RTLH dipangkas setengah harga, yaitu Rp3 juta dikalikan dengan 2.157 penerima RTLH, maka angka Rp9 miliar itu lenyap.
Soal itu, Kepala Bagian Kemasyarakatan Sekretaris Daerah (Setda) Kota Bogor Abdul Rakhmat menyatakan, tak tahu-menahu mengenai penyelewengan yang terjadi pada penyaluran RTLH.
Sebab, pihaknya hanya menerima hasil evaluasi penerima RTLH dari Dinas Pengawasan Pembangunan dan Pemukiman (Wasbangkim). Setelah itu, usulan diproses dan disahkan walikota. “Sedangkan mekanisme pencairannya melalui bagian keuangan,” kata Abdul, menjelaskan alur dan aturan main bantuan RTLH itu kepada Radar Bogor.
Dia mengakui, lemahnya program RTLH karena sulit diawasi. “Dari data yang ada, terdapat 2.157 warga yang menerima RTLH, masing-masing menerima Rp6 juta dan langsung diambil pokmas di masing-masing wilayah,” ujar dia.
Jumlah penerima RTLH per kelurahan berbeda-beda, sesuai dengan permintaan. Namun, mayoritasnya setiap kelurahan mendapatkan bantuan delapan hingga 15 RTLH, dan yang paling banyak bisa mencapai 33 penerima RTLH.
Jika diperinci, Kelurahan Tanah Sareal ada 359 RTLH, Kecamatan Bogor Barat 421 RTLH, Kecamatan Bogor Selatan 592 RTLH, Kecamatan Bogor Utara 250 RTLH, Kecamatan Bogor Timur 235 RTLH, dan Kecamatan Bogor Selatan 330 RTLH.
Dia menjelaskan, tahun depan sudah menganjurkan agar bantuan itu dialihkan dalam bentuk program, karena selama dalam bentuk bantuan seperti ini, tidak akan menyelesaikan permasalahan RTLH.
“Dari data yang saya rangkum dari kelurahan saja, terdapat 4.000 ribu usulan RTLH. Artinya, jika dilakukan dalam bentuk bantuan seperti itu, tidak akan menyelesaikan masalah. Sehingga jika dibuat dalam bentuk program, akan ada perencanaan dan target yang jelas,” katanya. Mengenai jumlah dana hibah dan bantuan sosial (bansos) untuk Kota Bogor, Abdul mengaku tidak mengetahui jumlah rupiahnya. “Saya tidak tahu nilainya berapa,” ujarnya.
Sementara itu, Kasi Perumahan Wilayah II Wasbangkim Kota Bogor M Hutri mengaku, proses pencairan anggaran RTLH bukan ranah Wasbangkim, melainkan melalui bagian keuangan.
Mekanismenya, Wasbangkim melakukan evaluasi permohonan kelayakan penerima RTLH atas usulan yang diajukan oleh bagian kemasyarakatan. Dari data evaluasi RTLH yang masuk, jumlahnya bisa mencapai dua ribu. “Kami hanya melakukan evaluasi, mengenai proses perencanaan melalui bagian kemas dan pencairan melalui Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor,” ungkapnya.
Soal pengawasan penggunaan anggaran tersebut, kata dia, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pokmas, karena yang menerima uang adalah pokmas di masing-masing wilayah. Dalam aturannya keberadaan pokmas harus menyertakan unsur kelurahan dan tokoh masyarakat. “Jadi, kami hanya sebatas memverifikasi proposal pengusulan penerima RTLH,” jelasnya.
Kepala BPKAD Kota Bogor Hanafi mengaku, proses pencairan dana RTLH tersebut memang melalui pihaknya. Namun, untuk pencairan dana RTLH 2013 batas pengambilannya sudah selesai pada Desember 2013 lalu. Mengenai nilai dan yang sudah diambil, Hanafi mengaku lupa jumlahnya. “Untuk nilainya saya lupa, yang pasti banyak,” katanya dan langsung bergegas pergi.
Sementara itu, dari informasi yang dihimpun Radar Bogor (grup JPNN), penyelewengan dana RTLH digunakan dengan berbagi modus. Misalkan, dengan pola mencairkan dana secara bertahap, atau melakukan pembagian dan RTLH dengan membelikan material bangunan.
Misalnya, di Kecamatan Tanah Sareal. Sumber Radar Bogor membocorkan, proses penyelewengan dana RTLH di daerahnya itu sangat sederhana, yaitu dengan membagikan dana RTLH secara bertahap dengan alasan agar terkoordinasi.
Penerima bantuan diberitahukan oleh pihak Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) bahwa pencairan akan dilakukan dengan dua tahap, setiap tahapnya Rp3 juta. Namun, pencairan itu ditampung atau dikumpulkan BKM dengan alasan agar terkoordinasi.
Tapi, dalam pelaksanaannya para penerima RTLH ini justru diberikan beberapa material BKM. Tetapi, warga penerima tidak tahu nilai rupiah material tersebut. “Karena dalam pembagian material tidak diberikan nota pembelanjaan dan tidak transparan,” kata sumber itu. Tak hanya itu, dalam prosesnya di lapangan, para pelaku juga memangkas jumlah uang untuk setiap penerima RTLH. Jumlahnya bisa mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Dia menjelaskan, di salah satu kelurahan di Kecamatan Tanah Sareal ada 33 penerima RTLH.
“Masalah penyelewengan ini sudah dikeluhkan beberapa penerima RTLH, dan beberapa warga sudah membentuk tim. Namun, untuk kesimpulan awal warga menyerahkan masalah ini ke pihak kepolisian,” ujarnya.
Sementara itu, jika pemangkasan itu dilakukan, maka potensi kehilangan daerah di kelurahan itu mencapai Rp16 juta. Sebab, jika nilai minimum pemangkasan Rp500 ribu dikalikan 33 penerima RTLH hasilnya demikian. Meski Rp16 juta itu kecil, namun jika pemangkasan ini merata di setiap wilayah, maka kerugian daerah yang diselewengkan bisa mencapai Rp1.078.500.000.
Salah satu penerima bantuan RTLH Titin Karlina (70) warga RW 4 Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, misalnya. Dia mengaku, sejak 2010 sudah mengajukan RTLH. Namun hingga sekarang, belum ada respons dari pemerintah. Selain tidak mempunyai biaya hidup yang cukup, Titin mengaku hanya menggantungkan kebutuhan sehari-hari kepada anak-anaknya.
Bima Arya akan Benahi RTLH
Walikota Bogor terpilih Bima Arya menilai, proses penanganan RTLH di Kota Bogor memang belum maksimal. Sebab, proses pengurusan di birokrasi terlalu berbelit-belit. Menurutnya, ada kendala-kendala yang dihadapi oleh brokrasi untuk persoalan RTLH itu.
“Pertama, memang harus dibenahi datanya. Jadi, ketahuan rumah mana saja yang harus dikategorikan sebagai RTLH. Harus ada data yang benar, data yang validitasnya sudah teruji,” katanya.
Dia menilai, dalam pengurusan RTLH juga harus dipersingkat dan dipermudah. Selama ini prosesnya terlalu panjang. Seharusnya melalui satu pintu dan harus ada penambahan alokasi dana untuk masalah RTLH.
“Kota Bogor merupakan salah satu kawasan rawan bencana. Hal ini berimplikasi kepada makin banyak titik RTLH yang menyebar. Ada juga RTLH yang memang kondisi fisiknya sudah tua dan membahayakan,” ungkapnya.
Ketua DPP PAN itu menegaskan, ke depannya akan ada percepatan pelayanan, serta kemudahan dalam pelayanan RTLH. Pembenahan data ini sangat bergantung kepada kualitas manajemennya. “Untuk itu, sudah menjadi tujuan kami bahwa data ini akan diperbaiki supaya akurat. Jangan sampai nantinya ada yang salah sasaran,” pungkasnya.(ind/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi tak Mampu Tangani Banjir, PPP: Lebih Baik Minta Maaf
Redaktur : Tim Redaksi