PADANG--Komisi Yudisial merilis Provinsi Sumbar berada di peringkat delapan se-Indonesia, dan peringkat ke-3 di Sumatera dalam hal pengaduan terhadap hakim yang diduga bermasalah atau melanggar kote etik hingga September 2013.
Data yang diperoleh dari KY, Sumbar dengan jumlah pelaporan sebanyak 49 dari 1.644 pengaduan hingga September 2013.
"Dibanding tahun 2012, pengaduan hakim bermasalah di Sumbar dengan jumlah pelaporan sebanyak 33 laporan dari 1.520 total laporan," kata Asep Rahmat Fajar yang mewakili KY saat dialog penguatan pola komunikasi lembaga negara dengan media massa kerja sama The Jawa Pos Insitute of Pro- Otonomi (JPIP) dengan USAID di Hotel Mercure Padang.
BACA JUGA: Kala Terdakwa Tunawicara Membela Diri di Ruang Sidang
Data KY, dari 33 pengaduan laporan masyarakat Sumbar tentang hakim bermasalah di tahun 2012, sebanyak 15 laporan di antaranya berasal dari Padang. Sementara hingga September 2013 dari 49 pengaduan, 21 di antaranya berasal dari Padang.
Mantan Juru Bicara KY RI ini melihat tren kenaikan masyarakat yang melaporkan kasus hakim bermasalah setiap tahun. Ia menilai salah satu faktor adalah masyarakat sudah paham proses penegakan hukum.
"Kemudian mudahnya akses melaporkan adanya kejanggalan peradilan serta kemungkinan masih banyaknya hakim yang melanggar kode etik," sebut Asep.
BACA JUGA: Potong Gaji Tenaga Kontrak, Kasatpol PP Ditahan
Asep mengatakan karena keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia yang sedikit. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tugas KY mengawasi sedikitnya 8.300 hakim. Memahami keterbatasan tersebut, tercetus cara-cara alternatif seperti halnya melibatkan kelompok masyarakat.
Sebagai lembaga baru, KY memahami kalau pihaknya tidak hanya butuh dukungan, tapi juga ikut mengawasi."Karena saat memantau persidangan kami melibatkan teman-teman NGO. Jadi, saat kami melakukan pemantauan persidangan, teman-teman NGO itu tentunya akan tahu kalau ada yang salah," tuturnya.
BACA JUGA: Mahasiswi Gagalkan Perampokan
Seperti juga saat melakukan assessment tentang problematika hakim dan peradilan melibatkan perguruan tinggi. "Maka kalau ada hasil assessment yang tidak kami jalankan, maka perguruan tinggi pasti tahu. Kami melihat dengan metode melibatkan banyak stakeholder KY tidak hanya disupport, tapi juga diawasi,"jelasnya.
Dengan adanya pengaduan masyarakat terhadap hakim bermasalah ini, tutur Asep, dapat menjadi masukan bagi Mahkamah Agung (MA). "Ini agar ke depan meminimalisir hakim-hakim bermasalah tersebut. Pengaduan masyarakat pun berkurang masuk ke Komisi Yudisial," harap Asep.
Di sisi lain, Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Triyono Haryanto menjelaskan apa yang dilakukan BPKP selalu mempertimbangkan ketaatan pada aturan.
Untuk pemberitaan tentang BPKP yang dianggap pasif, sebenarnya terkait aturan yang memang mewajibkan BPKP merahasiakan beberapa jenis berita. "Jadi memang ada beberapa jenis informasi yang dikecualikan untuk diungkap. Yang membocorkan informasi ini bisa dipidana," jelas Triyono.
Triyono mengatakan BPKP tidak berhak memberikan informasi terkait apa pun, karena BPKP hanya membantu dalam hal keuangan. Selain itu, mempertimbangkan asas hukum praduga tak bersalah yang berlaku, sebelum adanya keputusan tetap dari pengadilan.
"Untuk itu, saya menyarankan kepada pers dan pemerintah/birokrat antara lain baik pers maupun birokrat menaati kode etik masing-masing. Jangan memaksakan kehendak, membuat pemberitaan yang berimbang, birokrat terbuka untuk memberikan informasi sesuai ketentuan, serta sebisa mungkin mengadakan pertemuan berkala antar rekan-rekan pers dan birokrat setempat," tutur Triyono. (bis/ril)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Ahmadiyah Bakal Dibuatkan e-KTP
Redaktur : Tim Redaksi