Banyak Kepala Daerah 'Tersandera' Hutang Pemilihan

Rabu, 10 November 2010 – 19:27 WIB
JAKARTA - Salah seorang pengamat politik yang juga sejarawan, Indra J Piliang, mengakui bahwa dalam beberapa periode belakangan, banyak sekali orang-orang tertentu dari kalangan masyarakat lokal, yang tanpa diduga sebelumnya, muncul sebagai tokoh di daerah-daerahHal itu menurutnya, setidaknya ia ketahui banyak terjadi misalnya di Sumatera Barat dan Riau.

Kesimpulan itu diungkapkan Indra, ketika memaparkan pengaruh dan peran penting elemen (masyarakat) adat dalam dunia perpolitikan tanah air belakangan, pada acara Diskusi dan Peluncuran Buku 'Adat dalam Politik Indonesia', di Gedung YTKI, Jakarta, Rabu (10/11)

BACA JUGA: Sikap Patrialis Sama dengan Kubu DL Sitorus

"Memang banyak sekali itu
Di Sumatera Barat saja misalnya, yang saya tahu

BACA JUGA: SDM Keuangan KPU Kurang Terlatih

Begitu juga di Riau
Mereka, orang-orang yang tiba-tiba muncul, memiliki kekuatan untuk maju (menjadi kepala daerah), termasuk di segi keuangan atau dana," tuturnya.

"Kalaupun mereka sendiri misalnya tidak punya dana, ada saja tempat-tempat atau pihak tertentu di mana mereka mendapatkan sumber dana

BACA JUGA: Empat Sekretaris KPUD Diganti

Imbal baliknya (untuk pemberi dana) tentu jelas, berupa proyekDan inilah yang kemudian membuat mereka, ketika akhirnya benar-benar terpilih memimpin, lantas jadi tersandera oleh hutang-hutang dana pemilihannya itu," ungkap Indra, sambil mencontohkan salah seorang calon bupati di Sumbar yang pernah dijumpainya di Jakarta tengah menunggu janji ketemu dengan seseorang dari Singapura yang konon hendak memberi dana miliaran rupiah.

Kenyataan itu juga, menurut Indra lagi, yang menjadi salah satu alasan kenapa dirinya cenderung 'kritis' terhadap program-program yang banyak dikembangkan di tanah kelahirannya (Sumbar, Red) belakangan, seperti program "Kembali ke Nagari" atau "Kembali ke Surau""Bukan apa-apa juga, saya sendiri tak yakin kalau mereka yang katakanlah (kelak) akan menjadi pemimpin di nagari itu, paham dengan konsep keberadaan nagariNyaris tidak ada lagi saat ini (yang menguasai) menurut sayaDan mereka juga biasanya jarang yang suka membacaMasih mending kita-kita di lingkungan akademis, yang minimal pernah memahaminya lewat bacaan-bacaan misalnya," ucapnya.

"Lagipula, untuk menjadi seorang wali nagari (pemimpin di nagari, Red) pun saat ini, sudah sama saja dengan pemilihan kepala daerahHarus memiliki atau menyiapkan dana besar - yang ujung-ujungnya bakal sama juga keadaannya dengan kepala daerah lain (berhutang, Red) setelah benar-benar terpilih nantinya," tukas pengamat yang juga adalah politisi Golkar itu pula(ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar, PAN, PKB Satu Arus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler