jpnn.com - JAKARTA - Peristiwa yang menimpa anggota Polsek Juli, Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Bripka Oktavianus (35), Jumat (3/4) lalu, semakin menambah panjang daftar anggota kepolisian yang diduga mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Apalagi dalam kejadian itu almarhum diduga mengakhiri hidupnya dengan menarik pelatuk senjata organik milik Polri yang seharusnya digunakan untuk melindungi masyarakat.
BACA JUGA: Pilkada, Perlu Dibentuk Gugus Tugas Pengawasan Pemberitaan
Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, atasan langsung dari Bripka Oktavianus merupakan orang yang paling bertanggungjawab terhadap apa yang terjadi. Karena atasan yang paling mengetahui kondisi bawahan.
“Jadi saat ada bawahan mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, langsung diatasi. Misalnya dengan cara memintanya beristirahat atau membebaskannya dari tugas-tugas yang berat. Jadi saya kira atasan yang paling bertanggung jawab, jika ada anggotanya bunuh diri,” ujarnya menjawab JPNN, Senin (6/4) malam.
BACA JUGA: PDIP Puas, KMP Lampu Hijau
Neta mengungkapkan pandangannya, karena secara struktural, kepolisian saling terkait satu dengan yang lain. Terutama antara atasan dan bawahan. Karena itu ketika seorang petugas diangkat membawahi sejumlah anggota lainnya, harus benar-benar dapat melihat psikologi anggotanya. Meskipun dari sejumlah aksi bunuh diri memerlihatkan umumnya dilatarbelakangi masalah keluarga.
“Sebagian besar kasus polisi bunuh diri terjadi akibat persoalan rumah tangga. Dari kasus bunuh diri yang dilakukan anggota Polri ini terlihat betapa beratnya beban psikologis seorang polisi. Tekanan tugas di lapangan cukup berat. Kadang harus 24 jam berada di lapangan,” katanya.
BACA JUGA: Bamsoet Curhat ke Jokowi soal Agung dan Yasonna
Menurut Neta, dalam kondisi tugas yang cukup berat, tak jarang anggota polisi harus memenuhi ambisi atau obsesi atasan, dengan target-target yang cukup berat. Sementara di sisi lain, gaji yang diterima sangat kecil dibanding kebutuhan hidup.
“Kondisi inilah yang kerap membuat banyak polisi di jajaran bawah sering merasa frustrasi,” katanya.
Meski begitu peristiwa bunuh diri polisi di Aceh dalam catatan IPW, tidak terlalu signifikan. Meski Aceh kerap dianggap daerah rawan dan kerap membuat polisi yang bertugas senantiasa tegang dengan tingkat stres yang sangat tinggi.
“Jumlah polisi di Aceh yang bunuh diri sangat kecil, bahkan bisa dikatakan tidak ada dalam tiga tahun terakhir ini. Tapi kalau melihat angka secara nasional, jumlah anggota Polri yang bunuh diri di tahun 2013 naik 300 persen lebih, dibanding tahun-tahun sebelumnya,” kata Neta.
Menurut Neta, di tahun 2011 hanya ada seorang anggota polisi yang bunuh diri di Sumatera Utara. Di tahun 2012 naik menjadi dua orang dan tahun 2013 ada tujuh anggota kepolisian polisi yang bunuh diri. Lima polisi jajaran bawah dan dua perwira. Sebagian besar gantung diri di rumahnya.
“Dari data IPW kasus terbesar polisi bunuh diri terjadi di Jawa Timur (tiga kasus), Sumut (dua kasus), Jakarta dan Jateng masing-masing satu kasus.
Lalu di tahun 2014 lalu tercatat tiga kasus bunuh diri dilakukan anggota Polri. Pertama, Briptu Guntur, anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Sukabumi Kota, Jawa Barat,” katanya.
Almarhum kata Neta, ditemukan tewas di kontrakannya Jalan Taman Bahagia, Kota Sukabumi. Diduga mengakhiri hidup dengan senjata api. Keterangan dari Polres Sukabumi, Rabu (29/1), menyebutkan kasus ini berawal saat korban cekcok dengan pacarnya yang bernisial WI.
“Kasus kedua, anggota Satuan Sabara Kepolisian Daerah (Polda) Riau, Bripka Rizki Habibi. Ia mencoba bunuh diri dengan menyarangkan peluru ke dada sebelah kiri, Selasa (28/1) sore. Kejadian itu berlangsung di halaman BNI (Bank Negara Indonesia), Jalan Sudirman, Pekanbaru. Seperti kasus Briptu Guntur, kasus di Polda Riau ini juga berlatar belakang asmara,” katanya.
Peristiwa ketiga, aksi bunuh diri Aiptu Antoni Sarito Gultom, anggota Polsekta Samarinda Ilir, Kalimantan Timur (Kaltim). Korban ditemukan tewas di rumahnya, Perumahan Kalimanis Blok D RT 23 No 109 Sungai Kapih, Rabu (22/1). Ia menembak kepalanya dengan senjata api. Diduga kuat korban stres berat.
Sebelumnya, Bripka Oktavianu (35), diduga mengakhiri hidupnya di rumah mertua Dusun Selatan, Desa Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang, Bireuen dengan senjata organik Polri, Jumat kemarin.
Kapolres Bireuen AKBP Muhammad Ali Khadafi menyatakan, pelaku bunuh diri dengan cara menembakkan pistol ke bagian kepala. Untuk sementara diduga karena masalah pribadi.
"Korban bunuh diri dengan cara menembak bagian sebelah kiri dan menembus kepala sebelah kanan," kata Khadafi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Masalah Ini Perburuk Hubungan PDIP dengan Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi