jpnn.com - JAKARTA - Keberpihakan pemilik media kepada partai politik tertentu dalam bentuk pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye merupakan indikasi media tidak netral. Kondisi ini dikhawatirkan akan kembali terjadi pada pilkada serentak 9 Desember mendatang.
Tenaga Ahli Bawaslu, Saparuddin, mengungkapkan pandangan tersebut berdasarkan laporan hasil pengawasan gugus tugas pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye di media penyiaran pada Pemilu 2014 lalu. Dimana, mayoritas media penyiaran, terutama televisi, melakukan pelanggaran.
BACA JUGA: PDIP Puas, KMP Lampu Hijau
"Jadi tidak memberikan ruang yang sama kepada partai politik dan kandidat dan media cenderung tidak netral," ujar Saparudin dalam pesan elektronik yang diterima JPNN, Senin (6/4)
Untuk mengantisipasi kekhawatiran tersebut, Saparuddin menilai gugus tugas pengawasan media penyiaran yang dibentuk Bawaslu bersama KPU, KPI dan KIP pada Pemilu 2014, perlu ditindaklanjuti dengan membentuk gugus tugas yang sama di tingkat provinsi.
BACA JUGA: Bamsoet Curhat ke Jokowi soal Agung dan Yasonna
Tujuannya, untuk mengawasi pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pada Pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tahun 2015.
Selain itu, Saparuddin juga menilai penyelenggara pemilu sebaiknya menjadikan media massa sebagai mitra strategis. Pasalnya, media dalam perannya selama ini diyakini dapat melakukan fungsi pengawasan yang lebih besar. Karena mempunyai kekuatan (power), terutama karena media bisa membentuk opini publik.
BACA JUGA: Empat Masalah Ini Perburuk Hubungan PDIP dengan Jokowi
"Karena media juga mempunyai agenda setting yang dapat mempengaruhi tiga pilar demokrasi lainnya. Jadi Bawaslu hanya dapat mengawasi seluruh proses tahapan penyelenggaraan tahapan. Sementara media mengawasi proses yang lebih luas," katanya.
Seperti diketahui, pada tahun 2015, terdapat 269 daerah yang akan mengikuti pemilihan pilkada. Jumlah tersebut berkurang dari jumlah sebelumnya karena 3 daerah di Sulawesi Tenggara belum dapat melaksanakan pilkada, mengingat masih daerah otonomi baru.
Dari 269 daerah tersebut, 9 provinsi akan menggelar pemilihan gubernur. Sementara, 260 daerah lain akan memilih bupati dan walikota. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Diminta Bentuk Layanan Satu Pintu Khusus TKI
Redaktur : Tim Redaksi