jpnn.com - KOTOTANGAH – masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Penelurusan Padang Ekspres (Jawa Pos Group), tidak saja di perdesaan, di perkotaan pun program ini belum tersebar secara merata.
BACA JUGA: Bomber Gereja Katolik Santo Yosep Divonis 5 Tahun 2 Bulan Penjara
Emilis, 47, warga RT 02 RW 14 Kelurahan Pasia Nantigo, Kecamatan Kototangah, Padang, Sumbar, contohnya. Ia mengaku tidak pernah mendapatan kartu KIS, KIP dan PKH.
“Sebelumnya pernah datang RT meminta KK (kartu keluarga, red) dan KTP, kata RT untuk pengurusan kartu KIS dan KIP. Tapi sampai sekarang belum ada,” ujarnya kepada Padang Ekspres, Minggu (9/10).
BACA JUGA: Dilanda Hujan Deras, Lima Desa Ini Terancam Terisolasi
Dia mengaku tidak mengerti tentang KIS, KIP dan PKH. ”Pihak kelurahan atau RT tidak pernah mensosialisasikan kepada saya,” katanya.
Suami Emilis bekerja sebagai nelayan, penghasilannya tidak menentu dan tinggal di rumah kontrakan. “Kalau tidak ada uang, makan apa adanya saja, kadang terpaksa berutang pada tetangga dulu,” katanya.
BACA JUGA: Masih Pelajar Sudah Begituan, Polisi Turun Tangan
Emilis mempunyai anak dua orang. Si sulung sudah putus sekolah dan si bungsu masih di bangku kelas 6 SD. “Anak saya keduanya perempuan, ” katanya.
Emilis sudah berusaha agar anaknya tidak putus sekolah, namun karena keterbatasan biaya ia tak berdaya.
”Kalau memang ada KIP, atau PKH, saya berharap dapat kartu tersebut sehingga pendidikan anak dan ekonomi saya terbantu,” harapnya.
Senada diungkapkan Destarianti, 36, warga Pasia Nantigo. “Saya tidak pernah mendapatkan kartu KIS, KIP dan PKH. Saya tidak mengerti prosedur mendapatkan kartu tersebut,” katanya.
Ibu empat anak ini mengaku, RT pernah mendata ke rumahnya dan meminta foto kopi KK dan KTP, namun sampai saat ini dia tidak tahu untuk apa semua itu.
“Saya sangat berharap sekali mendapatkan KIS, karena anak saya sedang mengidap penyakit hernia dan butuh biaya operasi. Saya tak punya uang, untuk makan saja sulit,” katanya.
Dia menilai, pendistribusian kartu KIP, KIS dan PKH banyak yang salah sasaran. Ia menduga orang-orang mapan malah mendapatkan sementara warga yang benar-benar miskin tidak dapat.
”Saya berharap kartu KIP, KIS dan PKH pendistribusiannya tepat sasaran sehingga warga miskin bisa menikmati program tersebut,” imbuhnya.
Lain dengan Desi Marni, 39, warga Pasia Nantigo lainnya mengaku memiliki kartu KIS, KIP dan PKH.
Wanita yang mengontrak di kawasan itu menuturkan, untuk KIP, hanya dua anaknya yang dapat sementara dua orang lagi tidak dapat.
“Yang mendapatkan KIS anak saya yang duduk di kelas 2 dan kelas 3 SD, sementara anak saya yang duduk di bangku SMK dan perguruan tunggi tidak mendapatkan KIP,” ujar ibu empat anak ini.
Untuk KIP, dia mengaku sudah pernah mencairkan uangnya satu kali melalui Bank BRI. Dananya cair sekali enam bulan Rp 225 ribu.
”Alhamdulillah dengan adanya KIP tersebut bisa terbantu. Saya berharap anak saya yang belum dapat juga medapatkan KIP tersebut karena biaya kuliah dan SMK lumayan mahal, apalagi anak saya sekolahnya di SMK swasta,” terangnya.
Sementara kartu KIS yang tidak mendapatkannya hanya anaknya yang duduk di bangku SMK saja sementara dia, suami dan tiga anaknya dapat.
”Ini yang aneh, kalau KIS anak saya yang duduk di bangku SMK tidak dapat, sementara saya, suami dan tiga orang anak saya dapat,” katanya.
Dia mengaku, sangat terbantu dengan adanya KIS karena dapat meringankan biaya operasi kaki suaminya yang terkena tumor. ”Kaki suami saya diamputasi karena diserang tumor,” katanya.
Sehari-hari suami Desi Marni berjualan es cendol. Sejak salah satu kakinya di amputasi, Desi Marni lah mengambil alih peran. Ia berjualan es cendol menggunakan becak motor (betor).
“Saya berjualan di kawasan PT Semen Padang, karena langganan banyak di sana,” katanya.
Sedangkan PKH, dia mendapatkan uangnya sekali tiga bulan Rp 475 ribu. “PHK sudah dua kali dicairkan yaitu jelang puasa dan tiga bulan lalu,” ujarnya.
Uang PKH itu dia digunakan untuk tambahan modal jualan dan biaya sekolah anaknya.
Mulyati, 48, warga Pasia Nantigo lainnya mengaku, hanya mendapatkan kartu KIS saja. ”Anak saya tiga orang, satu orang masih kuliah dan satu sudah tamat SI serta yang bungsu hanya tamat SMA,” katanya.
Menurut dia, tidak mendapatkan KIP mungkin anak-anaknya sudah lewat batas umurnya.
”Kalau kartu KIS, saya belum tahu cara menggunakannya karena baru sebulan menerima kartu tersebut,” imbuhnya.
Ernita, 36, warga Bandaluruih Kelurahan Seisapih Kecamatan Kuranji mengaku, KIP dan KIS sangat membantu untuk berobat dan pendidikan anaknya.
Ibu empat anak ini menuturkan, untuk KIP, hanya dua anaknya saja yang dapat sementara anaknya yang SD belum.
“Yang mendapatkan kartu KIP anak saya yang duduk di bangku SMA dan di SMP, sementara yang baru masuk SD belum mendapatkan kartu KIP tersebut,” terangnya.
Dana KIP sudah dicairkan Rp 1 juta di Bank BRI. ”Saya mencairkan dana dari KIP tersebut di Bank BRI di kawasan Kuranji diantarkan gurunya anak saya. Sementara anak yang duduk di bangku SMP belum cair dana KIPnya,” ujarnya.
Dia mengaku baru sekali menerima dana KIP, sejak kartu tersebut diterima empat bulan yang lalu.
”Mudah-mudahan bantuan tersebut terus berlanjut, karena kalau mengandalkan penghasilan suami mungkin tidak cukup. Suami saya hanya kuli bangunan dengan penghasilan yang tidak menentu,” terangnya.
Sementara untuk KIS, hanya empat orang saja yang mendapatkan, suami dan anaknya yang duduk di bangku SMP dan SMA. Sementara anak yang duduk di bangku SD dan belum sekolah tidak mendapatkan KIS tersebut. Sedangkan tentang PKH dia tidak dapat.
“Saya tidak tahu tentang adanya Program Keluarga Harapan (PKH), namun jika itu memang ada sangat membantu sekali untuk warga yang miskin seperti saya ini. Dulu RT pernah meminta data namun saya tidak tahu untuk apa data tersebut,” ujarnya.
Darmiyati, 50, warga Bandaluruih lainnya mengaku, memiliki anak delapan orang, tiga masih duduk di bangku SD dan SMP.
Sedangkan satu orang telah kuliah, empat lainnya sudah berumah tangga dan pergi merantau.
Dia mengaku keempat anaknya dapat KIS, termasuk dirinya dan suaminya.
Sementara yang dapat KIP hanya dua anaknya saja yang dapat. ”Yang dapat KIP anak saya yang duduk di kelas satu SMP dan kelas tiga SD, sementara yang kelas tiga SMP dan kuliah tidak dapat kartu KIP tersebut,” katanya.
Pencairan dana KIP sekali enam bulan. ”Anak yang duduk di bangku SMP menerima Rp 750 ribu, sedangkan yang duduk di bangku SD menerima Rp 450 ribu,” katanya.
Uang dari KIP tersebut digunakan untuk keperluan sekolah seperti pembelian LKS, baju seragam, dan keperluan lainnya.
”Dana KIP ini dipergunakan semaksimal mungkin untuk keperluan sekolah, karena dengan adanya KIP ini warga tidak mampu merasa terbantu,” katanya.
Sementara untuk PHK, ia sudah tiga kali menerima dana tersebut. Pertama sebesar Rp 700 ribu, kemudian Rp 900 ribu dan yang terakhir Rp 400 ribu.
”Uangnya dipergunakan untuk uang kuliah anak saya dan sisanya untuk menambah biaya keluarga,” pungkasnya. (pdk/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Horeee... Ada Beasiswa Lagi untuk Pelajar Tulungagung
Redaktur : Tim Redaksi