Banyuwangi Bentuk Tim Pemburu Buta Huruf dan Putus Sekolah

Jumat, 14 Maret 2014 – 18:02 WIB

jpnn.com - BANYUWANGI – Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas membentuk Tim Pemburu Buta Huruf dan Anak Putus Sekolah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) di kabupaten tersebut. Pembentukan tim ini dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2014 tentang Gerakan Masyarakat Pemberantasan Tributa dan Pengangkatan Murid Putus Sekolah (Gempita Perpus). 

Tributa yang dimaksud adalah membaca, menulis, dan berhitung. ”Tim ini bergerak masif sejak dua pekan lalu, menyisir wilayah-wilayah perdesaan sampai ke daerah perkebunan. Kami targetkan dua bulan lagi atau pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2014, Banyuwangi sudah bebas buta aksara,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

BACA JUGA: Terkelin jadi Bupati Karo Definitif Dua Bulan Lagi

Saat ini, dari jumlah penduduk Banyuwangi sekitar 1,6 juta jiwa, masih ada 47.335 jiwa yang masih buta aksara. Untuk masyarakat buta aksara ini di kelompokkan rata-rata dari usia 15-59 tahun. Tim pemberantasan buta aksara ini melibatkan semua stakeholders, mulai dari Dinas Pendidikan, Camat, tenaga pendidik, para relawan, hingga ketua RT/RW.

”Kami desain satu pendidik bisa mengentaskan 10-20 warga yang masih buta aksara. Belajarnya di musala, rumah warga, balai desa, gardu poskamling, atau tempat-tempat publik lainnya. Belajarnya gratis,” kata Anas. 

BACA JUGA: Kemendagri Siap Proses Pelengseran Bupati Karo

Adapun Tim Pemburu Anak Putus Sekolah digerakkan untuk mencari dan menyelesaikan pendidikan anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Di Banyuwangi, sudah ada program Banyuwangi Cerdas, Banyuwangi Belajar, dan Gerakan Siswa Asuh Sebaya (SAS). Bahkan, telah ada Kartu Banyuwangi Cerdas dan Kartu Banyuwangi Belajar yang menjamin pemegang kartunya bisa mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi dengan beasiswa dari Pemkab Banyuwangi. 

Adapun Siswa Asuh Sebaya (SAS) adalah gerakan inisiatif dan sukarela siswa dari keluarga mampu yang menggalang dana untuk membiayai siswa dari keluarga kurang mampu. Program-program tersebut saling melengkapi untuk menjamin hak anak mendapat akses pendidikan.

BACA JUGA: Perwira Tinggi Mendarat Darurat di Stadion

”Jadi putus sekolah ini ada beberapa faktor, tidak semua karena masalah ekonomi. Karena kalau ekonomi kan sudah ada banyak program intervensi seperti Banyuwangi Cerdas, beasiswa, dan sebagainya. Artinya, ada masalah sosial juga. Nah, tim ini akan menyelesaikan semua faktor yang jadi kendala. Kita ajak anak-anak itu nantinya kembali ke sekolah,” beber Anas.

Dari tahun ke tahun, angka putus sekolah di Banyuwangi terus menurun. Untuk tingkat SD/MI, angka putus sekolah menurun dari 0,05 persen pada 2011 menjadi 0,03 persen pada 2013. Pada tingkat SMP/MTs, angka putus sekolah mencapai 0,48 persen pada 2011, lalu turun menjadi 0,42 persen pada 213. Adapun pada level SMA/SMK/MA, angka putus sekolah turun dari 1,01 persen pada 2011 menjadi 0,83 persen pada 2013.

”Memang masih ada yang putus sekolah karena berbagai faktor. Tugas pemerintah daerah untuk hadir dan melayani mereka agar bisa kembali mendapat pendidikan yang berkualitas,” pungkas Anas. (eri/mas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peluang Hujan di Riau Kecil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler