jpnn.com - BANYUWANGI – Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, resmi dideklarasikan sebagai Kabupaten Inklusif dalam seremoni yang digelar Rabu (27/8) di Taman Blambangan. Daerah berjuluk "The Sunrise of Java" tersebut membangun sistem pendidikan inklusif yang berprinsip pendidikan untuk semua anak tanpa diskriminasi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pendidikan adalah hak semua anak tanpa boleh ada diskriminasi. Anak penyandang disabilitas bisa belajar di sekolah reguler, mempelajari mata pelajaran yang sama dan mengikuti semua kegiatan disekolah tanpa ada diskriminasi.
BACA JUGA: Ungkap Aksi Penjualan ABG Lewat Facebook
"Ini bagian dari upaya kami menghapus sekat yang menghalangi inklusi masyarakat. Pendidikan harus tanpa diskriminasi, baik diskriminasi yang berbasis SARA maupun diskriminasi untuk anak berkebutuhan khusus. Termasuk tentu saja tidak boleh ada pembedaan karena latar belakang ekonomi," ujar Anas. Anas menyampaikan sambutan deklarasi Banyuwangi sebagai Kabupaten Inklusif lewat fasilitas telepon karena masih bertugas di Jakarta.
Deklarasi Kabupaten Inklusif, lanjut Anas, adalah komitmen untuk membantu publik yang mengalami hambatan agar mereka mudah mengakses segala sesuatu tanpa hambatan.
BACA JUGA: Solar Dibatasi, Feri di Kepulauan Riau Terganggu
Saat ini sekolah penyelenggara pendidikan inklusif berjumlah 115 sekolah yang terdiri atas 28 sekolah PAUD, 44 SD/MI, 26 SMP/MTs, dan 17 SMA/MA. Sekolah-sekolah tersebut dilengkapi dengan guru pembimbing khusus dan sarana prasarana yang aksesibel bagi anak penyandang disabilitas.
Kehadiran sekolah-sekolah inklusif tersebut akan memberi kemudahan bagi anak penyandang disabilitas. Salah satunya, mereka bisa bersekolah yang terdekat dengan rumah. “Jadi anak-anak penyandang disabilitas tidak perlu jauh-jauh datang ke sekolah khusus yang jumlahnya terbatas. Mereka bisa bersekolah di sekolah umum yang dekat dengan lokasi tempat tinggal,” ujar Bupati Anas.
BACA JUGA: Jam Besuk Longgar, Napi Lapas Tanjung Gusta Kabur
Dia mengatakan, dengan bisanya anak penyandang disabilitas menuntut ilmu di sekolah reguler, Banyuwangi akan mampu mewujudkan pendidikan yang ramah anak, tidak diskriminatif dan penuh toleransi.
Direktur Pendidikan Khusus Layanan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dr Mujito, yang hadir di Banyuwangi, memberikan apresiasi atas pendeklarasian Kabupaten Banyuwangi sebagai Kabupaten Inklusif. “Semoga spirit pendidikan inklusi terus tumbuh di Banyuwangi. Sehingga para penyandang disabilitas tersebut tak akan menerima lagi kekerasan, tak di-bully, dan penuh dengan empati,” tutur Mujito.
Sebelumnya Pemkab Banyuwangi juga sudah meluncurkan program beasiswa bagi para penyandang disabilitas yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi hingga selesai. “Kami fasilitasi beasiswa kuliah sampai selesai. Ini bagian dari affirmative policy dan affirmative action agar ke depan ada kesetaraan kemampuan bagi semua warga tanpa memandang keterbatasan fisik,” kata bupati berusia 41 tahun itu.
Anas mengatakan, beasiswa yang diberikan meliputi biaya pendidikan dan biaya hidup. Bagi yang memiliki prestasi apapun baik akademik, seni dan lainnya bisa mendaftar untuk mendapatkan beasiswa ini melalui sekolah dan desa atau dinas terkait. "Untuk alokasi awal, kami siapkan Rp 150 juta. Akan kami tambah terus, pokoknya anak-anak penyandang disabilitas harus terpenuhi hak pendidikannya. Pendidikan untuk semua, education for all, tanpa memandang latar belakang SARA dan keterbatasan fisik,” ujar Anas yang pernah menempuh studi singkat ilmu kepemerintahan di Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat.
Selain beasiswa, pemkab juga memfasilitasi pelatihan keterampilan bagi para penyandang disabilitas. Di antaranya yang sudah berjalan adalah pelatihan memijat bagi penyandang tuna netra dan pelatihan usaha ekonomi produktif.
Anas berharap ada sinergi yang baik dari semua elemen, baik pemerintah daerah maupun swasta, untuk memberdayakan penyandang disabilitas di Banyuwangi yang jumlahnya mencapai 4.453 orang.
"Upaya intervensi untuk penyandang disabilitas harus melampaui hal-hal yang bersifat charity atau amal, tapi sudah wajib berkonsep pemberdayaan atau empowerement, seperti beasiswa, pelatihan, dan penguatan ekonomi," papar Anas.
"Secara bertahap, kami ingin mengakhiri institusionalisasi anak penyandang disabilitas. Idealnya, penyandang disabilitas harus berkembang dengan pengasuhan berbasis keluarga dan rehabilitasi berbasis masyarakat, bukan seakan-akan dikotakkan dan dikucilkan dalam lembaga-lembaga khusus seperti Sekolah Luar Biasa (SLB). Kami ingin melawan hal-hal yang merintangi inklusi masyarakat dalam berbagai bentuk, mulai dari bias gender, perbedaan SARA, dan latar belakang keterbatasan fisik," imbuh Anas.
Secara bertahap, sejumlah tempat publik di Banyuwangi juga mulai dilengkapi fasilitas penunjang bagi penyandang disabilitas. "Memang belum semua tempat publik sudah peka terhadap penyandang disabilitas. Tapi Banyuwangi sedang mengarah ke sana secara bertahap," pungkas Anas. (eri/mas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Ingin Double Track KA Tembus Banyuwangi
Redaktur : Tim Redaksi