jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya mengaku selalu terbawa perasaan alias baper saat harus berbicara soal Pancasila.
Politikus Partai NasDem itu beralasan separuh lebih hidupnya bersinggungan langsung dengan berbagai hal tentang dasar negara tersebut.
BACA JUGA: Andi Arief Sebut Surya Paloh Masuk Radar Cawapres Anies, Willy Aditya: Itu Lucu-lucuan
“Saya sudah membaca Soekarno mulai dari kelas tiga SD,” kata Willy saat berpidato pada Refleksi Akhir Tahun 2024 Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada 19 Desember lalu.
Pria kelahiran Solok, Sumatera Barat, itu makin intens bergulat dengan pemikiran tentang Pancasila saat berkuliah di Universitas Gadjah MAda (UGM) Yogyakarta.
BACA JUGA: Willy Aditya Tegaskan NasDem Bukan Partai Baperan
Saat awal menjadi mahasiswa, Willy harus menjalani Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Karena merasa tidak puas dengan materi dan diktat Penataran P4, Willy pun blusukan di Shopping Center yang dikenal sebagai tempat penjualan buku paling komplet di Yogyakarta.
BACA JUGA: Soal Rencana Revisi UU LLAJ, Willy Aditya Bilang Begini
Dua buku pertama yang dia beli di Kota Pelajar itu pun mengenai Pancasila.
Kedua buku tersebut ialah Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 karya Bung Karno dan ‘Pancasila: Perjalanan Sebuah Ideologi’ karangan Roeslan Abdulgani.
“Bulan kedua, saya beli buku Di Bawah Bendera Revolusi (karya Bung Karno, red),” bebernya.
Saat menyusun skripsi untuk meraih gelar sarjana filsafat, Willy menulis tentang filsafat politik Bung Karno yang berbasis Pancasila.
Sebelum menjadi anggota DPR, salah satu deklarator NasDem itu pun sudah getol menyosialisasikan Pancasila.
Ikhtiar Willy menggemakan Pancasila kian gencar saat dia menjadi anggota DPR. Sebagai legislator, Willy memperoleh anggaran antara Rp 44 juta hingga Rp 54 juta untuk setiap kegiatan menyosialisasikan Pancasila.
“Izinkan saya berkata jujur, saya baper pada siang hari ini, ya, karena ideologi bisa maju hanya dengan pikiran, perasaan, dan tindakan,” ucapnya di acara yang dihadiri juga oleh Wapres Keenam RI Try Sutrisno itu.
Pada DPR periode 2019-2024, Willy membuat buku. Judulnya ‘Pancasila di Rumahku’ yang dia anggap sebagai sebuah pendekatan tidak biasa.
Sebagai orang berlatar belakang filsafat, Willy menyebut Pancasila saat ini terpinggirkan karena ada kelemahan pada pendekatan metodologinya.
Mantan sekjen Dewan Mahasiswa UGM itu menegaskan para pendiri bangsa tidak mau menerima satu nilai (value), yakni liberalism.
Namun, praktik di berbagai lini kehidupan saat ini justru sarat liberalisme. “Hari ini, politik, ekonomi, sosial, budaya, semuanya liberal,” ucapnya.
Oleh karena itu, Willy memilih pendekatan induktif untuk menggemakan Pancasila dengan cara kekinian. Dia membuat berbagai lokakarya atau workshop penulisan, videografi, hingga siniar (podcast) tentang Pancasila.
Dalam setiap Sosialisasi Pancasila, Willy membuat lomba. Dia tidak mau upaya menyosialisasikan Pancasila pada era teknologi informasi ini justru ketinggalan zaman.
“Apakah kita masih mau menggunakan pendekatan indoktrinatf di tengah zaman yang sedemikian terbuka?” katanya beretorika. “Apakah ini fektif? Apakah ini tidak menipu diri kita?” imbuhnya. (jpnn.com)
Redaktur & Reporter : Dedi Yondra