jpnn.com - Dalam sepuluh tahun terakhir, 2009-2019, kerugian akibat investasi ilegal Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) diduga mencapai Rp92 triliun. Bahkan ribuan domain entitas tak berizin (bodong) telah diblokir oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta perusahaan tempat pendaftaran nama domain di Indonesia.
Mengutip pemberitaan media, Bappebti telah memblokir 107 domain situs entitas di bidang perdagangan berjangka komoditi yang tidak memiliki perizinan (2017), 161 domain situs (2018), 439 domain situs (2019) dan 1.191 domain situs (2020). Terbaru, sepanjang Januari 2021, Bappebti telah memblokir 68 domain situs.
BACA JUGA: Terbongkar Investasi Ilegal Omzet Rp 750 Miliar, Diduga Banyak Korban Belum Lapor Polisi
Pertanyaanya, apakah peran Bappebti sebagai “Wasit” hanya pemblokiran domain entitas situs bodong? Atau sebatas mengimbau "dalam kondisi saat ini, Bappebti berharap agar masyarakat tidak mudah percaya dengan penawaran investasi di bidang perdagangan berjangka komoditi yang menjanjikan keuntungan di luar kewajaran yang pada akhirnya malah dapat menyebabkan kerugian".
Bukankah tugas Bappebti sebagai eselon I Kementerian Perdagangan adalah melaksanakan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka komoditi serta pasar fisik dan jasa.
BACA JUGA: Satgas Waspada Investasi Blokir 133 Fintech Ilegal
Makin tingginya tuntutan publik pada aspek transparansi dan akuntabilitas di era serba-digital, kegiatan bisnis ini memerlukan pengawasan wasit yang lebih serius lagi dan mendalam untuk terciptanya kepastian hukum serta melindungi masyarakat dari praktik perdagangan yang merugikan.
Bappebti memang telah melakukan serangkaian upaya yang penting, salah satunya, mewajibkan dana milik nasabah disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening Pialang Berjangka pada bank yang disetujui oleh Bappebti. Apakah ini cukup?
BACA JUGA: Juliaman Saragih Surati Ketua Dewan Komisioner OJK
Karena faktanya, masih banyaknya masyarakat yang tidak memahami seluk beluk kegiatan perdagangan berjangka komoditi ini menjadi catatan tersendiri. Jangan sampai ketidaktahuan atau kekurangsiapan ini justru dijadikan celah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan berbagai bentuk penyalahgunaan atau manipulasi informasi yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Tanpa bekal pengetahuan yang memadai, bisa-bisa bukannya untung yang diraih, namun justru menjadi buntung.
Dalam penelusuran secara acak terhadap produk tertentu maupun institusi, kami menemukan dugaan awal pelanggaran terhadap Peraturan Kepala Bappebti No. 83 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Promosi atau Iklan, Pelatihan dan Pertemuan, serta Peraturan Bappebti No. 4 Tahun 2018 tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka.
Pertanyaannya, apakah wasit Bappebti telah melakukan fungsinya membedah bahan-bahan promosi atau iklan bahkan validasi konten komunikasi pemasaran sesuai peraturan diatas? Apakah Bappebti telah melakukan kajian spesifik terhadap proses detail simulasi produk ataupun teknis aplikatif seperti persyaratan yang ditetapkannya dalam kedua peraturan diatas?
Apa buktinya bahwa Bappebti telah melakukan proses kerja pengawasan secara tepat dan benar atas berbagai persyaratan detial teknis yang ditetapkannya? Yang pasti, ungkapan narasi pelanggaran ini tidak ada kaitannya dengan domain situs entitas PBK bodong (illegal).
Bahkan dalam penelusuran melalui berbagai pemberitaan, Bappebti diduga pernah mengambil peran sebagai pemain dalam kaitan dengan dualisme Bursa Timah menjelang berakhirnya masa jabatan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukito. Memang ada ruang kosong hukum sehingga Bappebti mengijinkan berdirinya penyelenggara bursa timah lainnya. Namun tolak ukurnya yang tertinggi dan utama adalah kedaulatan negara penghasil timah nomor 2 (dua) terbesar dunia, dan akhirnya mewujud pada penentu harga (price maker) atau acuan harga timah dunia.
Dalam ungkapan lain, mengutip pernyataan Menteri Perdagangan, Gita Wiryawan, “kalau barang yang sama diperdagangkan di beberapa pasar, akan berkompetisi”. Ini kepentingannya bukan menurunkan harga lho, melainkan menaikkan harga. Kalau mau menurunkan harga, jual produk yang sama di seribu pasar”.
Satu bursa ini cantik”. Bahkan Majalah Bappebti/Mjl/150/XII/2013, Edisi September, Halaman 16, menegaskan “Indonesia hanya perlu satu bursa penyelenggara perdagangan timah. Manfaatnya dengan satu bursa, kita sebagai eksportir timah terbesar di dunia dapat mengontrol harga internasional. Selama ini, harga timah ditentukan oleh pasar luar negeri, sehingga kita tidak mendapat apa-apa. Jadi harga cenderung dikontrol oleh buyers. Inikan tidak adil”.
Pada masa Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, dimunculkan rencana merevisi regulasi mengenai ekspor, yakni Permendag No. 53/2018 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Apakah revisi kebijakan ini akan berlanjut dan mengalir kuat ke arah pencabutan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 05/2019 tentang petunjuk teknis verifikasi teknis ekspor timah? Semoga.
Selamat bekerja Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, untuk mengembalikan kedaulatan Indonesia sebagai negara penghasil timah terbesar kedua di dunia dan menata kerja orkestrasi pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka komoditi (PBK) serta pasar fisik dan jasa.(***)
Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik, Jakarta.
Redaktur & Reporter : Friederich