jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, barang impor berharga murah tak cuma diperdagangkan di lapak online.
Di pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan modern, konsumen juga bisa dengan mudah menemukan berbagai barang impor yang dijual dengan harga lebih murah dibandingkan produk dalam negeri.
BACA JUGA: Larangan TikTok di AS Bakal Berdampak di Indonesia?
"Banjir produk impor berharga murah bukan disebabkan oleh platform perdagangan elektronik tertentu seperti TikTok Shop, namun karena ada masalah dalam penegakan aturan dan pengawasan rantai pasok barang impor," ujar Tauhid.
Kabar baiknya, pemerintah memang telah mengeluarkan kebijakan untuk memperketat masuknya barang impor berharga murah.
BACA JUGA: InJourney Group Lakukan Berbagai Persiapan untuk Menyambut Arus Mudik & Libur Lebaran
Tahun lalu, misalnya, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 untuk memperketat perdagangan lintas batas alias cross-border commerce.
Cross-border commerce disinyalir menjadi salah satu pintu masuk barang impor berharga murah.
BACA JUGA: Siloam Grup Terus Bertransformasi Layanan Kesehatan Digital
Praktik cross-border commerce memungkinkan barang impor dijual langsung oleh penjual di luar negeri kepada konsumen di dalam negeri. Praktik ini tentu saja merugikan pengusaha UMKM di dalam negeri.
Nah, melalui Permendag Nomor 31, pemerintah telah melarang impor lewat skema cross-border untuk barang dengan harga di bawah USD 100, tujuannya guna melindungi produk dalam negeri.
Walau sudah mempunyai landasan hukum yang baik, Taufid merekomendasikan agar pengawasan bisa diperketat terhadap produk impor.
Implementasi hambatan non-tarif seperti pemberlakuan standar produk, misalnya, perlu diawasi secara ketat dengan melakukan inspeksi.
Pemerintah juga perlu melakukan penyelidikan terhadap jalur-jalur yang digunakan untuk importasi barang, apakah melalui sarana logistik tertentu atau lewat jalur ilegal.
Pengawasan ini menurutnya perlu melibatkan aparat penegak hukum.
Selain merilis regulasi, kelembagaan dan pengawasan terhadap impor barang harus benar-benar kuat. Begitu juga dengan operasi pasar dan penindakan hukum.
Tanpa pengawasan ketat, sambung Tauhid, banjir barang impor berharga murah akan merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah.
Pasalnya, pemerintah bisa jadi kehilangan potensi pajak. Pelaku usaha di dalam negeri, khususnya pengusaha UMKM, tentu bakal dirugikan.
Begitu pula dengan konsumen. Meski mendapatkan harga murah, kualitas maupun garansi barang yang konsumen peroleh bisa jadi tidak memenuhi standardisasi.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada