Ada banyak cara menghadirkan ruang terbuka hijau di kota. Seperti di Sydney, New South Wales, Australia, ada bekas terminal peti kemas yang diubah menjadi taman kota.
Barangoroo Point, adalah ruang terbuka hijau yang sebelumnya adalah terminal peti kemas dan baru dibuka pertengahan tahun 2015 ini. Taman seluas 6 hektar ini didesain dari 6.500 balok sandstone (batupasir) dan ditanami 75 ribu tanaman asli Australia.
BACA JUGA: Christmas Island Buat Jembatan Khusus Untuk Kepiting Merah
Balok-balok batupasir itu sengaja dibuat, kemudian disusun berjenjang di sekeliling taman yang berhadapan dengan selat di Sydney, menjadi pemberi bentuk garis taman sepanjang 14 km hingga menjadi bangku-bangku taman.
"Dan taman ini penting bagi orang Aborigin karena pelabuhan ini dulunya adalah tempat tanaman yang banyak digunakan orang Aborigin, banyak sumber makanan, hasil laut dan binatang di sini," ujar staf Barangoroo, Clarence Sloaki, yang keturunan Aborigin.
BACA JUGA: VIDEO: Serunya Lari Maraton di Sydney, Melewati Pemandangan Cantik
Dulu yang dimaksud Clarence kembali pada awal abad ke-19, sekitar tahun 1830-an, di mana warga Aborigin dulunya tinggal, memanfaatkan tanaman asli sebagai penunjang hidup seperti makanan, membuat perkakas hingga alat musik.
"Tujuan taman ini adalah membuat kembali seperti kondisi dulu kala. Sebelum taman ini dibuka untuk umum, dulunya adalah area pelabuhan, lokasi industri dan pelayanan maritim, pelabuhan di New South Wales. Namun kini menjadi ruang terbuka, membawa seni dan budaya, memperkenalkan budaya Aborigin sebagai bagian dari warga New South Wales," imbuh Clarence.
BACA JUGA: VIDEO: Mari Kenali Lingkungan Untuk Tahu Darimana Sumber Pangan Berasal
Clarence lantas menunjukkan beberapa contoh perkakas Aborigin yang terbuat dari tetumbuhan. Dia juga menunjukkan bagaimana orang Aborigin membuat tambang dari kulit kayu, membuat alat serbaguna dari kayu cerukan pohon untuk mengambil air, menjadi perisai hingga tempat menimang bayi. Juga membuat mata kapak dari batu.
Clarence bahkan membawa alat musik tiup Aborigin yang dibuat dari satu batang pohon berdiameter 10 cm sepanjang 1,5 meter, yang sudah dipelitur. Alat musik itu bernama didgeridoo (didjeridu) atau orang Aborigin menyebutnya "yidaki". Dia lantas mempraktekkan meniup alat itu, sambil duduk dan meletakkan didgeridoo yang panjang itu di tanah.
Perlu nafas yang kuat meniupnya, pipi Clarence sampai menggembung-gembung seperti bakpao mini atau bola pingpong. Suara yang keluar unik dan bernada rendah, seperti paduan suara dengungan lebah. Konon semakin panjang alat musik ini, akan semakin rendah nadanya.
"Orang Australia menyebutnya 'didgeridoo' karena suara yang keluar itu seperti 'didgeridoo-didgeridoo-didgeridoo'," celoteh Clarence yang diwawancara jurnalis Indonesia di Barangoroo Point, atas undangan Australia Plus ABC International pada September 2015 lalu.
Pagelaran seni dan budaya, utamanya Aborigin juga salah satu program yang akan digelar di taman kota ini. Titik yang dulunya termasuk salah satu lokasi pertama kolonisasi orang-orang Inggris pada awal abad ke-19. Nama taman Barangoroo ini juga diambil dari nama tokoh Aborigin di masa lalu.
"Barangoroo adalah perempuan berpengaruh Aborigin, dulu, sebelum era kolonisasi, dia memimpin 15 ribu orang Aborigin. Nama "Barangoroo" ini dipilih dari kompetisi khusus untuk penamaan wilayah ini," tutur Marie yang juga keturunan Aborigin.
*Dapatkan kesempatan memenangkan boneka beruang Bobbie, khas Australia, yang memiliki harum bunga lavender dengan menceritakan apa yang paling Anda sukai dari Australia. Caranya? Tulis di akun Twitter Anda dengan tag #JendelaAustralia. Ikuti akun @APlusIndonesia untuk mengetahui pemenangnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengagumkan, Ketekunan Peternak Emu di Pedalaman Australia