BACA JUGA: Agar Labuhan Angin tak Angin-anginan
Mulai dari tenaga nuklir sampai ke soal tarif listrik di sanaBedanya, tarif listrik paling murah di Korsel ternyata bukan untuk rumah tangga golongan bawah
BACA JUGA: Kuliah Malam dengan Penerangan Lilin
Tarif listrik paling murah itu diberikan kepada sektor pertanianBACA JUGA: Buka-bukaan Gas Di Komisi VII DPR
Di Indonesia, tarif termurah dikenakan pada rumah tangga golongan bawahYakni rumah tangga yang langganan listriknya hanya 450 kvaGolongan ini membayar listrik hanya Rp35.000 sampai Rp60.000 sebulanJumlah pelanggan golongan ini 19 juta rumahBanyak di antara mereka yang pengeluaran untuk pulsa teleponnya lebih tinggi daripada itu
Di Korsel, listrik untuk rumah tangga dianggap konsumtifTidak produktifKarena itu, di Korsel tarif listrik untuk rumah tangga dibuat menjadi yang paling mahalIni sekalian bermaksud untuk mengerem agar semua orang melakukan penghematan listrik secara paksaDi rumah tangga, orang biasa menyalakan lampu tanpa jelas tujuannyaBahkan, kamar mandi yang sedang tidak dipergunakan pun tidak jarang tidak dimatikan lampunya. Maklum, murah!
Di Korsel, biarpun petani, untuk rumah tangga mereka tetap dikenakan tarif termahalTapi, sawah/ladang/kebun mereka mendapat tarif termurahBeda antara tarif termurah dan termahal di Korsel kurang lebih juga sama dengan di IndonesiaYang termahal sekitar Rp 1.200/kvaYang termurah juga sekitar Rp 450/kvaMaka di Korsel, tarif untuk pertanian hanya Rp 450/kva, sedang tarif rumah tangga sampai Rp 1.200/kva, termasuk rumah tangga petani.
Saya tidak tahu bagaimana riwayatnya dulu sehingga sistem tarif listrik di Indonesia bertolak belakang dengan usaha untuk menciptakan tingkat produktivitas bangsa yang tinggiYang saya tahu, Kadin Indonesia sudah lama menginginkan perubahan sistem penarifan listrik ke arah yang lebih bisa memajukan perekonomian nasional seperti di Korsel itu.
Mungkinkah suatu saat kelak Indonesia juga lebih berorientasi kepada produktivitas dan menekan penggunaan listrik yang konsumtif? Sampai sekarang, sistem penarifan listrik, termasuk besarannya, sepenuhnya di tangan pemerintah dan DPRPLN tinggal menerima apa yang diputuskan dua lembaga tinggi negara tersebut.
Di Korsel pun juga demikianPLN-nya Korsel juga tidak punya wewenang menentukan tarifMaka, sebagaimana juga di Indonesia, PLN-nya Korsel setiap tahun mengusulkan agar tarif terendah itu dinaikkanHanya, usul tersebut sepenuhnya tergantung pemerintah untuk mengabulkan atau menolaknyaBedanya, di Korsel, PLN-nya tidak perlu disubsidiSebab, pelanggan golongan terendah (pertanian) tersebut hanya 10 persen dari keseluruhan pemakaian listrik di sanaPemakaian rumah tangga yang tarifnya tertinggi jauh lebih besarTarif untuk industri adalah tarif yang tidak termahal, tapi juga tidak perlu disubsidi.
Di Indonesia, pelanggan rumah tangga yang tarifnya termurah tersebut memakai listrik paling banyakMaklum, jumlahnya sampai 19 juta rumah tanggaDengan demikian, golongan industri yang tarifnya mahal belum bisa memikul kerugian dari pelanggan rumah tangga yang sangat besarItulah sebabnya pemerintah harus menyubsidi pelanggan rumah tangga yang tahun ini nilainya bisa mencapai Rp60 triliunTermasuk untuk membayar listrik di kamar mandi yang tidak digunakan itu.
Korsel memang sangat serius memikirkan sistem kelistrikannyaItu tidak berarti di sana tidak ada tantanganDemo juga sering terjadi. Tapi, untuk keperluan listrik yang begitu penting, kebijakan di bidang listrik tidak boleh kalah oleh demoTermasuk di bidang nuklirMeski daratannya begitu kecil, tidak sampai sebesar Pulau Jawa, Korsel sekarang sudah memiliki 18 buah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN)Sebentar lagi sudah menjadi 20 buahLuas Korsel hanya 100.000 km2, sedangkan Jawa 130.000 km2).
Maka, sepanjang pantai timur Korsel (menghadap ke Jepang) kini sudah penuh dengan jejeran pembangkit listrik nuklirDemikian juga di pantai selatannyaUntuk pembangunan PLTN yang baru-baru, tidak ada tempat lagi kecuali dipasang berderet di pantai barat yang menghadap ke TiongkokKini Korsel sudah menghasilkan 30.000 MW listrik yang berasal dari PLTNJumlah itu sudah sama dengan listrik yang ada di seluruh Indonesia.
Mengingat produksi listrik di Korsel tahun lalu 70.000 MW (dua kali lipatnya Indonesia), berarti 50 persen listrik di Korsel sudah berasal dari tenaga nuklirKe depan tenaga nuklir di Korsel akan terus ditingkatkan sampai mencapai 80 persen dari keperluan nasionalPLN-nya Korsel itu mampu melakukan investasi besarSebab, meski dimiliki oleh negara, statusnya sudah menjadi perusahaan publik yang listing di bursa Seoul dan New York.
Begitu banyaknya PLTN di Korsel sampai-sampai negeri itu kini bisa membuat PLTN-nya sendiriSeparo dari 18 PLTN yang sudah beroperasi di Korsel adalah buatan mereka sendiriBahkan, kini Korsel memenangkan tender membangun PLTN di Dubai sebanyak 4 buah yang masing-masing berkapasitas 1.400 MW yang harus sudah selesai tahun 2015 nanti
Apakah tidak ada problem dengan penduduk? Bukankah daratan Korsel sangat kecil dengan jumlah penduduk yang besar? Demo memang sering terjadiTapi, listrik dianggap sebagai kunci dari seluruh kunci pembangunan nasionalKarena itu, pembangunan listrik tidak boleh digangguPadahal, banyak juga pembangkit bertenaga nuklir itu yang letaknya di pinggir kotaJarak antara kota dana PLTN itu hanya 8 kmUntuk "berdamai" dengan warga kota, pemerintah memberikan fasilitas khusus pada kota terdekatMisalnya, pembangunan jalan, sekolah, dan sarana kesehatan kota tersebut ditingkatkan secara khusus.
Listrik memang belum dianggap barang penting di IndonesiaPengeluaran masyarakat untuk membeli pulsa telepon kini sudah lebih besar daripada untuk membayar listrik
Listrik baru dianggap penting justru kalau sudah mati!*
BACA ARTIKEL LAINNYA... Antara 35.000 Orang Kaya Raya dan 150.000 RSS
Redaktur : Tim Redaksi