Batalkan Revisi PP 52 dan 53 atau Pecat Menkominfo

Senin, 21 November 2016 – 23:48 WIB
Arief Puoyono. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA -- Serikat Pekerja BUMN Bersatu dan 22 organisasi menolak Revisi Peraturan Pemerintah nomor 52  tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Komunikasi, serta PP nomor 53 tahun 2000 tentang Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. 

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara beritikad baik dan menerima sikap mereka menolak RPP.

BACA JUGA: Revisi PP 52 dan 53 Harus Ditunda

Serikat juga mendesak Presiden Joko Widodo yang membawa misi perekonomian Trisakti dan Nawacita untuk membatalkan RPP dengan  pertimbangan hal ini adalah cara-cara asing untuk merusak perekonomian Indonesia dan tidak menguntungkan bagi rakyat. 

"Serta  membahayakan keberadaan Bhinneka Tunggal Ika dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata dia, Senin (21/11).

BACA JUGA: Asyikkk, WhatsApp Kini Bisa Video Call

Dia mengatakan, jika dalam waktu 3 x 24 jam tidak dibagalkan, maka pihaknya akan melayangkan somasi kepada Kemenkominfo. 

"Serta mendesak presiden memecat Menkominfo dan Menko Perekonomian yang berpotensi sebagai penyebab kerugian negara di masa depan akibat revisi kedua PP tersebut," ujarnya.

BACA JUGA: Menguji Kestabilan Jaringan 4G LTE Smartfren di Sungai Musi

Serikat Pekerja BUMN Bersatu menyatakan, perubahan dua PP itu memang akan menarik asing untuk berinvestasi lebih banyak  agar bisa merampok kue ekonomi Indonesia. 
Berbekal modal kecil, tapi mereka bisa meraup untung besar dengan memengaruhi pengambil kebijakan untuk membuat serta mengubah regulasi yang menguntungkan asing dan mematikan usaha korporasi nasional.

"Perubahan dua PP tersebut hanya menguntungkan asing yang tidak mau mengucurkan modal untuk membangun jaringan telekomunikasi secara menyeluruh dan merata di Indonesia," kata Arief. 

Dia menyatakan, perubahan dua PP itu mengancam kedaulatan NKRI, karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang seharusnya dikuasai negara dan dilindungi dari penguasaan asing. 

Perubahan dua PP itu, sambung Arief,  membuat operator saling tunggu dalam membangun jaringan telekomunikasi khususnya di wilayah non-profit. Hal ini menyebabkan kesenjangan informasi, ekonomi, dan sosial, sehingga melahirkan gerakan separatis atau sekurang-kurangnya meningkatkan kriminalitas di wilayah tersebut.

Dia mengatakan, perubahan dua PP membuat operator telekomunikasi menjadi semakin malas membangun. "Sehingga mengakibatkan pembangunan jaringan telekomunikasi tidak menyeluruh dan tidak merata hingga ke pelosok negeri," katanya. Menurutnya, perubahan dua PP mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, karena terdapat perjanjian antaroperator telekomunikasi terkait pengaturan produksi, harga maupun penguasaan pasar.

"Perubahan dua PP tersebut merugikan BUMN sektor telekomunikasi yang telah mengeluarkan investasi besar untuk membangun jaringan telekomunikasi dengan nilai kerugian dalam lima  tahun mencapai Rp 200 triliun," katanya.

Selain itu, kata dia, perubahan PP itu juga dapat merugikan negara Rp 100 triliun dalam lima tahun.  Selain BUMN dan negara, juga  merugikan masyarakat khususnya di wilayah non-profit, karena tidak terpenuhinya hak terhadap akses telekomunikasi.

"Ketentuan dalam perubahan dua PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Jika dipaksakan  dipaksakan (terancam) akan batal demi hukum melalui judicial review," paparnya. 

Keberatan Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini sudah dikirimkan kepada Menkominfo dan presiden serta lembaga negara lainnya. Sudah 22  organisasi non pemerintahan dan lembaga studi yang ikut menanggapi uji publik RPP 52 dan 53 ini. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Epson Luncurkan Tiga Printer Plus Kantor Baru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler