jpnn.com, JAKARTA - Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa mengingatkan pemerintah memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19. Mantan menteri koordinator bisang perekonomian itu menambahkan, persoalan ekonomi bisa diperbaiki jika pandemi global tersebut sudah teratasi.
Hatta menyampaikan itu pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PAN 2020 secara virtual, Selasa (5/5). Melalui pidato berjudul Covidnomic, Resesi di Depan Mata, pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2014 itu mengatakan, kemampuan dan kecepatan masyarakat global termasuk Indonesia dalam menangani Covid-19 berimplikasi langsung kepada seberapa besar kerusakan ekonomi yang akan terjadi.
BACA JUGA: Analisis Mantan Petinggi BIN soal Celah Berbahaya di Perppu Corona
“Bukan di balik ekonominya yang diperbaiki terlebih dahulu, akan tetapi Covid-19 yang menjadi fokus bagaimana secepat mungkin kita mengatasi. Jangan sampai dunia dan kita semua terlambat. Ini mengakibatkan kerusakan dahsyat,” katanya.
Mantan menteri riset dan teknologi pada era Presiden Megawati Soekarnoputri itu juga menyitat penelitian Moody’s Corporation bertitel Global Epidemiological Assumptions. Lembaga bergengsi itu menyodorkan tiga asumsi tentang skenario berakhirnya pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Gelar Doktor Honoris Causa dari ITB untuk Kiprah dan Jasa Hatta Rajasa
Skenario pertama adalah Covid-19 berhenti Juni 2020, di seluruh dunia akan ada 5 juta – 10 juta orang yang terinfeksi virus mematikan itu. Adapun tingkat kematian di angka 1 persen, sedangkan yang dirawat di rumah sakit 8 persen.
Skenario kedua adalah Covid-19 berhenti pada Juli 2020. Moody’s Corp mengasumsikan akan ada 10 juta – 15 juta terinfeksi Covid-19, dengan tingkat kematian 1,5 persen, adapun yang dirawat di rumah sakit 10 persen.
Skenario ketiga bila Covid-19 berhenti pada September 2020, akan ada 15 juta - 20 juta orang terinfeksi, dengan puncak pandemi Juni, kemudian menurun. Asumsi dalam skenario ketiga itu adalah tingkat kematian 4,5 persen, sedangkan yang dirawat di rumah sakit 20 persen.
Hatta menyebut Covidnomic menyebabkan terjadinya 500 juta kemiskinan baru secara global. Hal ini akan mengganggu Sustainable Development Goals, yang salah satu programnya adalah menghapuskan kemiskinan dunia.
BACA JUGA: Jokowi Ajak Negara Gerakan Nonblok Ingat Musuh Bersama
Selain itu, sambung Hatta, Covidomic juga membuat pertumbuhan ekonomi global mengalami kontraksi. “Beberapa negara pertumbuhan ekonominya minus,” tegas Hatta.
Lebih lanjut Hatta mengatakan, pandemi juga mengakibatkan jutaan orang kehilangan pekerjaan. Selain itu, ujar dia, rontoknya pasar keuangan dan modal tentu mengakibatkan terganggunya investasi, tergerusnya gross domestic product (GDP) global.
Menurutnya, GPD Amerika Serikat diperkirakan tergerus sekitar 20 persen. “Angka yang cukup besar. China tentu tidak terlalu terbuka, tetapi sudah diperkirakan lebih besar dari 20 persen tergerus GDP-nya,” papar Hatta.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga menyebabkan sistem distribusi global rontok. Hatta mencontohkan baru-baru ini Food and Agriculture Organization (FAO) memperingatkan akan adanya krisis pangan yang penyebabnya bukan anomali cuaca, melainkan karena terganggunya sistem distribusi. “Pangan dunia hanya diperdagangkan lima persen saja,” kata Hatta.
Oleh sebab itu Hatta meminta anggota Fraksi PAN di DPR benar-benar fokus memperhatikan pangan masyarakat terutama di daerah. Apalagi, ujar Hatta, Presiden Joko Widodo sudah mengungkapkan bahwa beberapa provinsi kekurangan pangan karena masalah distribusi terganggu.
Mantan menteri sekretaris negara itu juga menegaskan, Indonesia tidak boleh menganggap enteng Covid-19. Menurut Hatta, efek Covid-19 terhadap perekonomian nasional akan terlihat pada kuartal kedua 2020.
“Yang paling terpukul di Indonesia adalah petani, nelayan, pekerja informal, UKM. Ini sangat terpukul. Transportasi, wisata, properti, perhotelan retail, (juga terpukul),” kata dia.
Ia menambahkan, salah satu wakil ketua Kadin kemarin menyatakan bahwa sudah lebih dari 2.000 berhenti beroperasi. Tidak sedikit pula pekerja yang dirumahkan.
Purcashing maufacturing indexs (PMI) Indonesia drop ke angka 27,5 persen. “Artinya, kalau di bawah 50 persen menunjukkan kinerja industri mengalami penurunan,” ujarnya.
Penurunan luar biasa ini disebabkan pasokan tersendat, nilai tukar rupiah melemah sehingga barang kebutuhan industri melonjak, supplai dan permintaan pun terganggu. “Dari sini kita memulai mencermati apa yang harus kita sikapi,” kata Hatta. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy