jpnn.com, ENREKANG - Kenaikan harga bawang merah menjelang dan setelah Lebaran 2024 disinyalir berbagai kalangan dipicu terganggunya produksi.
Kondisi tersebut terjadi akibat banjir yang menerjang di sentra-sentra utama yang membentang sepanjang Pantura Jawa, seperti Cirebon, Brebes, Kendal, Demak, Pati hingga Probolinggo.
BACA JUGA: Ikhtiar Petani Indramayu Dukung Upaya Pemerintah Stabilkan Pasokan & Harga Bawang Merah
Lebih 2.500 hektare lahan bawang merah yang digadang bisa dipanen saat Lebaran mengalami puso atau mati.
Tingginya permintaan saat Lebaran, hambatan distribusi hingga keterbatasan tenaga kerja perogol turut mengungkit terkereknya harga komoditas strategis penyumbang inflasi tersebut.
BACA JUGA: Begini Jurus Kementan Kendalikan Harga Bawang Merah
Berbeda dengan kondisi di wilayah sentra terbesar bawang merah di Sulawesi, yakni Kabupaten Enrekang masih dapat berproduksi dengan baik.
Pemantauan langsung Tim Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian bersama para petugas penyuluh lapangan setempat mencatat setidaknya 1.080 hektare bawang merah siap dipanen pada minggu terakhir April 2024.
BACA JUGA: Harga Bawang Merah Ikut Terkerek Menjelang Ramadan
Sementara pada Mei diperkirakan dapat dipanen seluas 1.733 hektare.
Dengan produktivitas yang dapat mencapai 14 ton per hektare, produksi bawang merah Enrekang untuk minggu terakhir April 2024 diperkirakan mencapai 15.120 ton, dan Mei sebanyak 24.262 ton.
Produksi tersebut tersebar di beberapa kecamatan, seperti Anggeraja, Alla, Masalle, Baraka, dan Malua.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang tahun 2023 lalu, Enrekang tercatat mampu memproduksi bawang merah sebanyak 175.933 ton dengan luas panen mencapai 13.669 hektare.
Capaian tersebut menempatkan Enrekang sebagai produsen bawang merah terbesar ke-4 secara nasional setelah Brebes, Solok, dan Nganjuk.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang Addi menyatakan pihaknya terus mendorong bawang merah dari Enrekang untuk dapat memasok wilayah Jawa.
“Bawang merah dari Enrekang saat ini sudah dapat memenuhi kebutuhan wilayah Sulawesi, sebagian juga sudah menyuplai permintaan hingga ke Balikpapan, Samarinda, Ternate dan Papua," kata Addi.
Untuk wilayah Jawa, kata Addi, juga sudah mulai didorong untuk ditingkatkan.
Meskipun yang ditanam di Enrekang didominasi varietas Tajuk dan Super Phillips, permintaan bawang merah jenis tersebut tetap meningkat seiring peningkatan harga bawang merah jenis Bima Brebes.
Ketua Kelompok Tani Eran Batu sekaligus Champion Bawang Merah Enrekang Kasmidi mengatakan telah melakukan beberapa kali pengiriman stok bawang merah untuk wilayah Jawa.
“Setelah Lebaran kemarin, sejumlah pengusaha bawang merah Enrekang telah kirimkan pasokan 200 ton untuk suplai wilayah Jawa," ungkap Kasmidi.
Bahkan, kata Kasmidi, saat ini bawang merah Enrekang sudah mulai masuk Pasar Induk Keramat Jati (PIKJ), tetapi diproses rogol dulu di Demak dan Brebes untuk efisiensi biaya pemrosesan.
Lahan bawang merah petani binaan Kasmidi sendiri saat ini terpantau tertanam seluas 100 hektare, dan diproyeksikan untuk memasok wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Diketahui, bawang merah yang dikirimkan ke luar Sulawesi masih dalam bentuk konde kering panen atau sekitar 10-12 hari setelah panen untuk kemudian dilakukan perogolan di daerah tujuan sebelum didistribusikan ke pasar retail.
Pasalnya untuk pengiriman ke wilayah Jawa saja membutuhkan waktu selama 2 hari, sedangkan untuk Papua bisa mencapai 4-5 hari.
Di tempat terpisah, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Andi Muhammad Idil Fitri mengungkapkan kondisi bawang merah nasional masih aman hingga Mei 2024.
Produksi nasional masih dapat didukung dari wilayah sentra di luar Jawa, seperti Solok, Bima dan Enrekang.
Berdasarkan perkiraan produksi dan neraca nasional, stok kumulatif bawang merah sampai Mei 2024 masih surplus.
"Memang sedikit rawan pada bulan April ini karena kumulatifnya di bawah sepuluh ribu ton per bulan dan telah terbukti harga meningkat," kata Idil.
Idil juga mengatakan pihaknya telah sampaikan ini setiap rapat rutin pengendalian inflasi nasional.
"Distribusinya saja saat ini yang perlu kita kawal dari wilayah surplus ke wilayah minus,” pungkas Idil. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi