Bawaslu NTB Jangan Ragu Diskualifikasi Paslon Curang di Pilkada Sumbawa

Kamis, 07 Januari 2021 – 01:24 WIB
Ilustrasi Pilkada 2020. Grafis: Sultan Amanda Syahidatullah

jpnn.com, JAKARTA - Bawaslu Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang menyidangkan dugaan pelanggaran bersifat terstruktur sistematis dan masif (TSM) di Pilkada Sumbawa yang dilakukan salah satu pasangan calon (paslon).

Pengawas pemilu setempat didesak memberikan putusan diskualifikasi, seperti halnya putusan Bawaslu Lampung di Pilkada Bandar Lampung. Bawaslu Pusat juga menekankan, tak perlu ada keraguan jika obyektif memang ditemukan kecurangan TSM.

BACA JUGA: Bawaslu NTB Mulai Sidangkan Sengketa Pilkada Sumbawa

"Partai Demokrat sangat mendukung Bawaslu untuk menetapkan pilkada terjadi pelanggaran TSM bila memang saksi dan faktanya jelas dan nyata," kata Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani, Rabu (6/1).

Dia menentang keras dengan pelanggaran pilkada. Demokrat dipastikannya akan mem-back up perjuangan melawan praktik kecurangan TSM.

BACA JUGA: Oh Rahayu, Aksimu Sungguh Nekat, Sampai Viral di Media Sosial

Terlebih, pihak yang dirugikan adalah figur yang diusung Partai Demokrat di Pilkada Sumbawa.

"Standing position kita (Demokrat, red) melawan kecurangan. Kita akan gunakan kekuatan kita untuk membongkar kecurangan tersebut, apalagi yang menjadi korban adalah kader kita atau figur yang diusung Partai Demokrat," kata Kamhar.

BACA JUGA: Inilah Pemasok Senjata Api dan Amunisi untuk KKB Papua, Tidak Disangka

Di kesempatan berbeda, Ketua Bawaslu Abhan menegaskan paslon pada Pilkada Serentak 2020 bisa gugur jika terbukti melakukan pelanggaran politik uang. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 73 ayat 2. Pasal itu menyatakan, Bawaslu provinsi dapat mengenakan sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon apabila terbukti melakukan politik uang.

"Paslon yang terbukti melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) bisa terkena sanksi diskualifikasi," katanya.

Dia menjelaskan, kata terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.

Sistematis adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Sedangkan masif yakni dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.

"Pelanggaran money politic TSM bisa saja dilakukan oleh orang lain seperti simpatisan atau tim kampanye manakala terbukti dilakukan atas perintah dan aliran dananya dari paslon maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan pasal 187A," ungkapnya.

Diketahui, ketentuan pidana mengenai politik uang dalam pasal 187A ayat (1) menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Adapun objek pelanggaran administrasi TSM pemilihan yaitu, perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih yang terjadi secara TSM (Pasal 73 jo pasal 135A UU Pilkada). (rhs/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler