jpnn.com - WAJAH murung seorang ibu yang duduk beralaskan kain selimut cokelat di lantai keramik, menjadi pemandangan pertama saat awak Radar Timika memasuki tempat pengungsian korban perang di Mimika, di Gereja GIDI Jemaat Getsemani, Kuala Kencana, Mimika.
Mama Supena Wenda, itu nama ibu yang dimaksud. Wanita tersebut adalah ibu dari bocah perempuan dua tahun, Martina Wenda, yang menjadi korban hilang di kali berarus deras.
BACA JUGA: Cihuy, Pasukan Kuning Dapat Bonus
Didampingi beberapa sanak familinya, ibu dua orang anak itu duduk merenung kejadian yang menimpa anaknya itu dengan tenang. Saat diminta untuk bercerita, ibu tersebut belum bisa mengungkapkan pengalaman sedihnya itu dan masih merasa trauma, sehingga memilih diam dan tidak bisa ungkapkan satu katapun.
Paman korban, Tepianus Wenda yang ada di lokasi itu bersedia untuk menceritakan kejadian yang menimpa kakak perempuannya dan keponakannya.
BACA JUGA: Bengawan Solo, Riwayatmu Kini..
Saat itu, Senin 25 Juli 2016, di Kampung Jile Jale, Kwamki Narama, hari masih pagi. Musuh datang memasuki permukiman mereka, sehingga mendesak mereka untuk melarikan diri mencarikan tempat penyelamatan.
“Waktu itu mereka masuk semua dalam kamar. Musuh sudah dekat. Mereka rusak dan bakar rumah. Akhirnya mereka tolak pintu,” kata paman korban.
BACA JUGA: Jatim Andalkan Pertamina Hulu
Waktu musuh datang, mereka satu keluarga masih ada di dalam rumah. Sebenarnya mereka ingin tinggal dan berlindung di dalam rumah tetapi ada yang teriak 'bakar rumah bakar rumah'.
Kalimat itu yang membuat kakak perempuannya itu untuk keluar dari dalam rumah. Ketika itu, sekitar empat sampai lima orang dalam rumah. Sebelum melarikan diri, Martina bocah dua tahun itu digendoin sama mamanya, namun ketika ingin melarikan diri anak tersebut diambil oleh tantenya sementara ibu korban mendampingi anak yang lainnya.
Jalan yang mereka lewati cukup jauh. Mereka tidak bisa melewati jalan raya karena rasa takut, sehingga korban dan keluarganya itu melarikan diri dari pintu belakang rumah melewati hutan. Ketika memasuki kali, musuh yang mengejar semakin mendekat.
Saat menyeberang, semua keluarga sudah melewati arus sungai yang lebarnya sekitar sepuluh meter. Tante si bayi, menggendong, berada paling belakang.
Satu keluarga mencoba menyelamatkan diri menyeberang di sungai dengan kedalaman empat meter. Ketika tantenya itu mendekat ke sisi sebelah sungai, dia terkena panah pada bagian pinggul. Namun tantenya berusaha menyelamatkan diri. Malapetaka akhirnya menimpa dirinya. Panah kedua menancap di bahu, ketika itulah, tante korban melepas tangan dan korban terlepas dari rangkulan tantenya. Korban langsung terjatuh ditelan aliran arus yang deras.
Keluarga korban ingin sekali melakukan pencarian, namun tidak berani karena masih di area musuh. Mereka menunggu bantuan dari tim SAR dan Polairud untuk melakukan pencarian di bawah pengawalan aparat keamanan. Namun bayi dua tahun tersebut tidak ditemukan, hingga saat ini...
Keluarga korban sudah pasrah, sehingga seluruh pasukan dan keluarga yang ikut dalam pencarian semua ditarik dari proses pencarian tersebut. “Kami terpaksa pasrah saja,” pungkas Tepianus. (eleuterius leisubun/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Rumah Dibakar, Anak-anak Tewas, Siapa Pelakunya!!!
Redaktur : Tim Redaksi