jpnn.com - JAKARTA - Penyelidikan kasus impor beras Vietnam mulai menemukan bukti kuat dugaan adanya permainan importer nakal.
Kepala Biro Informasi dan Komunikasi Kementerian Keuangan Yudi Pramadi mengatakan, saat ini DIrektorat Jenderal Bea Cukai tengah menyelidiki 32 kontainer beras impor asal Vietnam yang masih ada di Kawasan Pabean Pelabuhan Tanjung Priok.
BACA JUGA: Harga Apartemen di Surabaya Rp 14,6 Juta/m2
"32 kontainer ini diduga masuk dengan menyalahgunakan Surat Persetujuan Impor," ujarnya dalam keterangan resmi tadi malam (7/2).
BACA JUGA: Cadangan Devisa Terus Bertambah
Menurut Yudi, temuan tersebut didapat setelah Bea Cukai melakukan perubahan sistem pemeriksaan impor beras. Sebalumnya, impor beras yang masuk kategori risiko rendah (low risk) hanya diperiksa secara elektronik.
Namun, sejak mencuatnya dugaan impor beras ilegal, Bea Cukai kini melakukan pemeriksaan langsung oleh petugas Analyzing Point. "Tingkat risiko juga dinaikkan menjadi high risk," katanya.
BACA JUGA: KPK Awasi Pertambangan Minerba di 12 Provinsi
Yudi menyebut, hasil penelitian mengindikasikan adanya pelanggaran ketentuan izin impor dengan menyalahgunakan Surat Persetujuan Impor (SPI), sehingga importasi barang menjadi tidak sesuai antara laporan surveyor dengan izin SPI nya. "Ada tiga badan usaha yang diduga terlibat," ucapnya.
Data Bea Cukai menunjukkan, dari 32 kontainer tersebut, 8 kontainer atau 200 ton diantaranya diimpor oleh CV PS, lalu 16 kontainer atau 400 ton diimpor oleh CV KFI, dan 8 kontainer atau 200 ton diimpor PT TML. "Semuanya berasal dari Vietnam," sebutnya.
Yudi mengatakan, dampak dari dugaan pelanggaran impor tersebut adalah masuknya beras jenis Fragrance Rice Vietnam (beras premium) ke pasar lokal dengan menggunakan izin beras Thai Hom Mali dengan harga yang lebih murah dari Beras Medium Lokal (BULOG). "Ini mengakibatkan gangguan pasar beras produksi lokal," ujarnya.
Lalu, apakah ada potensi kerugian negara akibat pelanggaran impor tersebut? Menurut Yudi, semua importasi beras dikenai bea masuk spesifik Rp 450 per kilogram (kg) untuk semua jenis beras. Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut. "Karena itu, dari sisi fiskal tidak ada potensi kerugian negara," katanya.
Meski demikian, Kementerian Keuangan akan melaporkan dugaan temuan ini kepada Kementerian Perdagangan selaku otoritas yang mengeluarkan izin impor, serta Kementerian Pertanian selaku otoritas yang mengeluarkan rekomendasi impor. Sanksi kepada importer pun akan ditentukan oleh kementerian terkait. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Maklum Puluhan Pilot Merpati Mundur
Redaktur : Tim Redaksi