Bea Keluar CPO Tak Efektif

Selasa, 28 Juni 2011 – 09:02 WIB

JAKARTA - Asosiasi perkebunan menganggap kebijakan pemerintah menetapkan bea keluar crude palm oil (minyak sawit mentah) atau dikenal sebagai BK CPO tidak efektif mendorong pengembangan industri hilir"Kami melihat pemahaman pejabat pemerintah masih rendah mengenai BK CPO yang bersifat progesif karena hasilnya tidak efektif," kata Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo), Agus Pakpahan, Senin (27/6).

Agus mengatakan hal tersebut terkait keluhan anggota asosisasi pada penyelenggaraan seminar nasional "Peran Petani Kelapa Sawit dalam Pembangunan Industri Indonesia, yang diselenggarakan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) di Medan, kemarin

BACA JUGA: PT PGAS Bayar Dividen Rp 3,7 Triliun



"Gapperindo mendukung perjuangan Apkasindo untuk menghapuskan BK CPO
Pemerintah seharusnya segera menghentikan penggunaan BK CPO yang progresif sebagai instrumen pembangunan industri," tegas dia.

Menurut Agus Pakpahan, pemerintah pada dasarnya sudah menyadari bahwa kebijakan BK CPO itu tidak efektif mendorong hilirisasi industri minyak sawit

BACA JUGA: Bumi Plc Tuntaskan Tender Offer

Namun karena pada saat yang sama pemerintah tergiur oleh besarnya potensi pendapatan negara yang dapat dikeruk dari BK CPO progresif itu, maka akhirnya kebijakan yang keliru ini tetap dipertahankan.

Karenanya, Agus menekankan bahwa BK CPO bukanlah jawaban penting bagi upaya membangun industri hilir yang mengandalkan pasokan bahan baku dari dalam negeri
Kenyataan lain juga menunjukkan bahwa industri mie instan Indonesia justru mampu tumbuh pesat dan menjadi salah penguasa pasar mie instan dunia, padahal bahan baku utamanya adalah gandum yang 100 persen diimpor.

"Jadi fakta itu menunjukkan bahwa tanpa ada BK CPO sekalipun, industri hilir yang menggunakan bahan baku CPO tetap akan berkembang bila faktor-faktor lain, seperti kultur industrialisasi, rasionalisasi sistem perekonomian, dan revitalisasi perkebunan secara umum dijalankan secara tegas," ujarnya.

Pengamat perkebunan dari Lembaga Pendidikan Perkebunan Medan, Bambang Edi Saputro menyatakan, berdasarkan pengamatannya selama ini, para petani sawit tidak mendapatkan manfaat apapun dari penerapan BK CPO yang progresif

BACA JUGA: Tifico Target Laba USD 10,8 Juta

Sebaliknya, para petani justru merasa paling dirugikan oleh kebijakan itu, yang berdampak pada turunnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik mereka.

"Mereka juga merasa kesal, karena dengan adanya BK CPO yang progresif mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk turut menikmati tambahan rejeki secara maksimal dari naiknya harga CPO di pasar dunia," tegas Bambang Edi Saputro.

Para petani kelapa sawit, menurut Bambang, akan bersedia menerima penerapan BK CPO bila sebagian besar atau bahkan seluruh dana hasil pungutan BK CPO itu juga dikembalikan kepada para petaniPengembaliannya misalnya dalam bentuk program sertifikasi lahan milik para petani, revitalisasi perkebunan, penyediaan bibit unggul yang murah, dan ketersediaan pasokan pupuk yang melimpah.

"Tetapi kenyataannya, kerugian yang diderita para petani itu tidak dikompensasi oleh pemberian fasilitas-fasilitas dan kemudahan-kemudahan apapunJanji-janji selama ini tidak pernah ada realisasinya," ujar dia(lum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ray White Gencar Penetrasi Pasar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler