jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Irvanto Hendra Pambudi mengaku mendapat ancaman dari orang tak dikenal usai membeber sejumlah anggota DPR yang diduga kecipratan duit dari proyek di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu. Menurutnya, kasus itu telah membuatnya menderita.
Irvanto di persidangan sempat mengaku pernah membeli tas Hermes untuk Diah Anggraini saat masih menjadi sekretaris jenderal Kemendagri. Keponakan Setya Novanto itu juga mengaku telah memberikan fee kepada sejumlah anggota DPR 2009-2014 antara lain Melchias Markus Mekeng dan Markus Nari sebesar SGD 1 juta, hairuman Harahap (USD 1,5 juta), Ade Komarudin (USD 700 ribu), Agun Gunanjar (USD 1,5 juta), Jafar Hafsah (USD 100 ribu) dan Azis Syamsudin (USD 100 ribu).
BACA JUGA: Rohadi Minta KPK Buka Kembali Kasus Suap Saipul Jamil
"Setelah memaparkan nama-nama anggota DPR yang telah menerima uang dari proyek e-KTP tersebut, pada suatu malam rumah saya dilempari botol oleh orang yang tidak dikenal, dan ancaman-ancaman secara verbal," kata Irvanto saat membacakan nota pembelaannya atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (21/11).
Irvanto mengatakan, teror itu telah membuat keluarganya khawatir. Pada April 2018, mantan calon anggota legislatif (caleg) Golkar itu lantas meminta perlindungan keamanan kepada KPK.
BACA JUGA: Terjaring OTT KPK, Sebegini Harta Bupati Pakpak Bharat
Menurut Irvanto, pemberian uang kepada sejumlah anggota DPR terkait fee proyek e-KTP adalah benar adanya. "Artinya tidak mungkin keterangan yang mengada-ada, karena yang saya pertaruhkan adalah keselamatan keluarga saya," tegasnya.
Mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera itu pun menyesal karena terlibat kasus e-KTP. Menurutnya, keterlibatannya dalam patgulipat proyek e-KTP karena tergiur oleh janji pengusaha Andi Narogong yang akan memberinya uang Rp 1 miliar.
BACA JUGA: Sudah Banyak Banget Kepala Daerah di Sumatera Dijerat KPK
"Saya mengaku dan menyesal. Saya khilaf karena terlena janji-janji yang diberikan Andi Narogong," ungkap Irvanto.
Selain itu, Irvanto mengatakan bahwa kasus e-KTP yang menjeratnya juga mengakibatkan penderitaan bagi keluarganya. Irvanto mengalu memiliki seorang istri dan tiga anak yang salah satunya baru berusia 3,5 bulan.
Sejak menjadi tahanan KPK pada Maret 2018, Irvanto mengaku tak bisa lagi menafkahi keluarganya. "Meski itu hanya cukup untuk makan sehari-hari," klaim Irvanto.
Oleh karena itu Irvanto meminta kepada majelis hakim agar dapat menjatuhkan hukuman yang lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Alasannya, dia hanya menjadi perantara pemberian uang dan bukan penerima keuntungan fee proyek e-KTP.
"Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf kepada keluarga, masyarakat dan pemerintah. Saya harap kiranya agar diberikan hukuman yang seringan-ringannya, karena saya yakin hukum itu mengenal kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan," ujar Irvanto.
Sdangkan mantan bos PT Gunung Agung Made Oka Masagung yang dituntut bersama-sama dengan Irvanto, berharap dapat diberikan putusan yang adil. "Saya harap mendapatkan keadilan dapat putusan nanti," imbuhnya.
Sebelumnya JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Irvanto dan Made Oka. JPU meyakini kedua terdakwa menjadi perantara suap untuk mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam proyek e-KTP.(rdw/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Sita Duit Ratusan Juta dalam OTT Bupati Pakpak Bharat
Redaktur : Tim Redaksi