jpnn.com - JAKARTA - Tersangka pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi telah menjalani pemeriksaan dengan menggunakan alat uji kebohongan pada Selasa (6/9) lalu.
Berbeda dengan beberapa tersangka lain, Polri memilih tidak mempublikasikan hasil pemeriksaan terhadap Putri.
BACA JUGA: Kak Seto Di-Bully Gegara Putri Candrawathi, Angelina Sondakh Bilang Begini
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi beralasan dapat menimbulkan analisis liar.
“Saya melihat justru analisis liar dari media dan pengamat yang tidak paham teknis pascapelaksaaan uji poligraf,” kata Andi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (8/9).
BACA JUGA: Soal Pelecehan Seksual Putri Candrawathi, Begini Komentar Tajam Mas Anam ke Komnas HAM
Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri diketahui telah melakukan pemeriksaan menggunakan uji poligraf terhadap sejumlah tersangka pembunuhan Brigadir J.
Pemeriksaan dimulai pada hari Senin (5/9) untuk tersangka Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
BACA JUGA: Soal Dugaan Kekerasan Seksual Putri Candrawathi, Kriminolog UI: Alat Buktinya Apa?
Pemeriksaan uji poligraf dilanjutkan pada Selasa (6/9) dengan terperiksa tersangka Putri Candrawathi dan saksi Susi.
Kemudian, Kamis (8/9) diperiksa Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Sedangkan untuk tersangka Bharada Richard Eliezer sudah lebih dahulu dilakukan uji poligraf di Bareskrim Polri dari empat tersangka lainnya.
Sebelumnya, Andi pernah mengungkapkan hasil uji poligraf terhadap Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dengan hasil no deception indicated atau keterangan yang disampaikan kepada penyidik jujur.
Berbeda dengan hasil pemeriksaan uji poligraf Putri Candrawathi dan Susi, penyidik tidak mengungkapkan hingga kini.
Menurut Andi, semua fakta yang diperoleh dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri akan diungkapkan di persidangan.
“Toh juga semua fakta akan diungkap di pengadilan,” kata Andi yang juga Ketua Tim Penyidik Tim Khusus bentukan Kapolri.
Andi mengamini apa yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo terkait standarisasi dan aturan yang melekat dalam pelaksanaan uji poligraf.
Dia juga memahami rasa ingin tahu publik yang besar terhadap pengungkapan kasus ini.
“Tidak akan ada kepuasan publik, apalagi analisis liar berkembang terkait pelaksanaan uji poligraph,” katanya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo sebelumnya menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan menggunakan lie detector atau uji poligraf untuk penegakan hukum (pro justicia) yang hanya disampaikan kepada penyidik.
Menurut jenderal bintang dua itu, ada persyaratan yang sama dengan Ikatan Dokter Forensik Indonesia yang wajib dipatuhi.
Poligraf juga memiliki ikatan (perhimpunan) secara universal yang berpusat di Amerika.
Puslabfor memiliki alat Poligraf yang sudah terverifikasi dan tersertifikasi baik itu ISO maupun perhimpunan poligraf di dunia.
Puslabfor Polri memiliki alat poligraf buatan Amerika tahun 2019, memiliki tingkat akurasi 93 persen dengan syarat akurasi 93 persen maka hasilnya digunakan untuk penegakan hukum.
“Kalau (hasil ujinya) di bawah 90 persen tidak masuk ke dalam ranah pro justicia,” kata Dedi.
Dedi juga menyampaikan, hasil poligraf 93 persen masuk ranah pro justicia maka hasil pemeriksaan uji poligraf diserahkan ke penyidik.
Lalu, penyidik yang punya hak untuk mengungkapkan kepada media atau tidak, termasuk penyidik juga bisa menyampaikannya di persidangan.
“Karena poligraf tersebut bisa masuk dalam Pasal 184 KUHAP (tentang alat bukti yang sah menurut sistem peradilan pidana) ya alat bukti, selain petunjuk juga termasuk dalam keterangan ahli,” kata Dedi.
Dedi menegaskan, hasil uji poligraf dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti dalam persidangan, masuk dalam kategori sebagai bukti petunjuk.
Hal itu pernah digunakan dalam kasus mutilasi anggota DPRD Provinsi Lampung M Pansor, yang jasadnya dibuang ke Sumatera Selatan pada Oktober 2016.
“Ya, jelas bisa. Kan, keterangan ahli orang yang berkompeten akan disampaikan hasilnya di sidang."
"Lihat kasus mutilasi korban anggota DPRD di Sumsel, hasil lie detector disampaikan sebagai keterangan ahli sesuai Pasal 184 KUHAP,” kata Dedi.
Senada dengan Dedi, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan hasil pemeriksaan uji poligraf (lie detector) dapat digunakan di persidangan sepanjang mendukung pembuktian.
“Sepanjang mendukung pembuktian semua bisa jadi alat bukti petunjuk dan menjadi alat bukti,” kata Ketut. (Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang