jpnn.com, JAKARTA - Bangsa Ukraina memperingati hari kemenangan atas Nazisme dalam Perang Dunia II dan Hari Persatuan Eropa.
Bagi Ukraina, tahun ini kedua perayaan tersebut sangat bermakna karena dalam kondisi membebaskan diri dari penjajahan Rusia.
BACA JUGA: Indonesia Presidensi G20 dan Perdamaian Dunia
Perseteruan antara pemimpin Jerman Adolf Hitler yang berhaluan fasisme dan diktator komunis Uni Sovyet Joseph Stalin menyebabkan pecahnya Perang Dunia II di Eropa.
Sedikitnya 60 juta orang tewas sebelum Nazi menyerah pada 8 Mei 1945 dan Perang Dunia II berakhir.
BACA JUGA: Jill Biden Peduli Anak-anak Ukraina yang Terlantar
Kemudian, Hari Persatuan Eropa diperingati setiap 9 Mei untuk mengenang Deklarasi Menteri Luar Negeri Prancis Schuman.
Pada 9 Mei 1950, Schuman mengusulkan hubungan damai antarnegara Eropa saat merintis industri batu bara dan baja antara Prancis dan Jerman Barat.
BACA JUGA: Hitler dan Ukraina
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan hari kemenangan atas Nazisme dan Perang Dunia II dan Hari Persatuan Eropa digelar dalam suasana keprihatinan.
“Seluruh dunia menjadi saksi, Ukraina menjadi korban kelemahan, ketakutan, serta keragu-raguan masyarakat internasional pada saat itu akhirnya mendorong Rusia yang dipimpin diktator Vladimir Putin menjalankan ambisi dan kejahatan melalui agresi militer,” kata Hamianin, Minggu (8/5).
Setelah delapan dekade, lanjut dia, Rusia kembali memaksa Eropa terlibat dalam perang global.
“Hari ini, umat manusia harus menerima dan menyadari ketidakmampuannya untuk mengingat pengalaman pahit dan belajar dari sejarah Perang Dunia II,” tegas Hamianin.
Pada 1939 sampai 1945, Ukraina bekerja sama dengan koalisi anti-Hitler Tentara Merah, Tentara Pemberontak Ukraina, milisi Sekutu Barat, dan pasukan gerilya melakukan gerakan bawah tanah untuk meraih kemenangan atas Nazisme.
Hamianin menjelaskan negaranya telah mengalami dua kali perang sehingga menjadi salah satu medan perang dengan korban terbanyak akibat penjajahan fasis Nazi dan represi dari komunis Uni Soviet.
Menurut Hamianin, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy adalah cucu dari penyintas kamp konsentrasi fasis Nazi. Kakek Zelenskiy memiliki tiga adik yang tewas akibat holocaust.
Kemudian, pada masa Uni Soviet, ribuan warga minoritas muslim tewas dalam kamp yang dibangun komunis.
“Dua masa tersebut membuat bangsa Ukraina sangat memahami akibat negatif dari perang dan represi dan sama seperti masa-masa sebelumnya, Ukraina berperang melawan agresor Rusia. Perjuangan kami ini telah berlangsung selama delapan tahun,” tutur Hamianin.
Dia mengibaratkan perjuangan Ukraina saat ini seperti bangsa Indonesia yang pernah berjuang membebaskan diri dari penjajahan.
Dia menegaskan Ukraina berupaya hingga titik darah penghabisan untuk mempertahankan diri dari Rusia yang dinilai menindas kebebasan, peradaban, demokrasi, dan nilai-nilai kemanusiaan global.
“Jika 80 tahun lalu Ukraina melawan Nazisme, maka kali ini musuh yang harus dihadapi adalah RASCHISME yakni fasisme dan nasionalisme imperial versi Vladimir Putin yang terbukti melakukan banyak pelanggaran serupa Adolf Hitler,” tegasnya.
Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) Ukraina dan internasional mengeklaim telah mendapati bukti penjarahan, pembunuhan massal, pemerkosaan, perampokan, penyiksaan, penerapan kerja paksa, serta penyiksaan terhadap anak-anak dan perempuan yang diduga dilakukan oleh tentara Rusia.
Vasyl Hamianin menilai Rusia mengulang sejarah Nazi dengan cara yang lebih buruk.
Sebab, dalam dua tahun Nazi menguasai Mariopol pada Perang Dunia II, mereka membunuh 10 ribu penduduk.
Namun, Rusia hanya perlu dua bulan untuk membunuh puluhan warga sipil di Mariopol dengan serangan udara dan bom. (mcr9/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terowongan Salju
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Dea Hardianingsih