Australia terus berupaya memperkuat pengaruhnya di ASEAN setelah berhasil mencapai kesepakatan untuk membentuk kemitraan strategis yang komprehensif.
Kesepakatan itu menunjukkan keinginan Australia untuk semakin mengukuhkan hubungan diplomatik di kawasan ini ketika persaingan antara Tiongkok dan Amerika Serikat kian meruncing.
BACA JUGA: Pemegang Visa Sementara Desak Pemerintah Australia Angkat Mereka Jadi Warga Permanen
"Pencapaian ini membuktikan komitmen Australia untuk mendukung peran utama ASEAN di Indo-Pasifik dan memperkuat kemitraan kita demi masa depan," ujar Perdana Menteri Scott Morrison dalam pernyataan bersama dengan Menlu Australia, Marise Payne.
"Australia mendukung kawasan yang damai, stabil, tangguh dan sejahtera dengan ASEAN sebagai pusatnya," katanya.
BACA JUGA: Permanent Resident Jadi Alasan Australia Masih Menarik di Mata Mahasiswa Internasional
Brunei, yang bertindak selaku pimpinan ASEAN saat ini, menyatakan kesepakatan dengan Australia menandai babak baru hubungan kedua belah pihak dan merupakan perjanjian bermakna, mendasar dan saling menguntungkan.
PM Morrison juga mengatakan Australia akan mendukung perjanjian ini secara substansial, termasuk menyiapkan paket bantuan sebesar $154 juta untuk proyek kesehatan, energi, kontra-terorisme, kejahatan transnasional, pemulihan pandemi COVID-19 dan bantuan beasiswa.
BACA JUGA: Jokowi Ingin Mengubah Kultur Konflik Menjadi Perdamaian di ASEAN
Sejauh ini Tiongkok juga diketahui telah berusaha mencapai kesepakatan di tingkat yang sama dengan kesepakatan yang dicapai Australia dan ASEAN.
Kantor berita Reuters menyebutkan Menteri Utama Tiongkok Li Keqiang bertemu para pemimpin ASEAN pada hari Selasa.
Sementara Presiden Xi Jinping dijadwalkan bertemu mereka dalam pertemuan khusus pada bulan November.
Secara sendiri-sendiri, Australia sebenarnya telah memiliki perjanjian strategis dengan beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Kembali yakinkan ASEAN soal kapal selam nuklir
PM Scott Morrison memanfaatkan forum tersebut untuk kembali meyakinkan para pemimpin ASEAN tentang program armada kapal selam bertenaga nuklir yang akan diadakan melalui perjanjian AUKUS antara Australia, Inggris dan Amerika Serikat.
Beberapa negara ASEAN terutama Indonesia dan Malaysia telah menyatakan kekhawatirannya secara terbuka bahwa armada kapal selam nuklir tersebut dapat memicu ketegangan.
PM Morrison dalam forum itu mengatakan Australia sama sekali tidak punya rencana untuk mengadakan senjata nuklir, serta akan tunduk pada Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
"Saya ingin sampaikan hal ini secara terbuka, sebab transparansi dan komunikasi tentang inisiatif ini sangat penting bagi Australia, bersama rekan-rekan ASEAN," ujarnya.
"Australia tidak mau dan tidak akan mengadakan senjata nuklir, seperti yang telah saya kemukakan kepada seluruh anggota ASEAN," ucapnya.
Perjanjian AUKUS dicapai oleh tiga negara di saat ketegangan di kawasan Asia Tenggara terus meningkat.
Amerika Serikat dan sekutunya terus meningkatkan patroli di Laut Tiongkok Selatan untuk menantang Tiongkok yang mengerahkan armada lautnya di wilayah itu.
Sejumlah negara memiliki sengketa dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, namun pendekatan ASEAN biasanya menghindari konflik terbuka dengan Beijing yang kini menjadi kekuatan ekonomi dominan.
PM Morrison menyampaikan kepada para pemimpin ASEAN bahwa AUKUS akan mendukung jaringan kemitraan yang ada dalam menjaga keamanan dan stabilitas.
"AUKUS tidak mengubah komitmen Australia untuk ASEAN atau pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik," katanya.
"Malah, akan semakin memperkuat. Akan memperkuat dukungan yang kami berikan untuk model kawasan yang dipimpin oleh ASEAN," tambah PM Morrison.
Namun Presiden Joko Widodo khawatir AUKUS "dapat memicu persaingan di kawasan ini", seperti diungkapkan Menlu Retno Marsudi.
Sekutu AS, Filipina, telah mendukung AUKUS tetapi Presiden Rodrigo Duterte pada hari Rabu mengatakan "AUKUS harus melengkapi dan tidak memperumit metode untuk kerja sama kami".
Tiongkok telah berulang kali mengkritik AUKUS dengan menuduh Amerika Serikat dan Australia telah memicu ketegangan di kawasan.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga telah bertemu secara virtual dengan para pemimpin ASEAN, bergabung dengan KTT Asia Timur bersama pemimpin Tiongkok, India, Australia, Selandia Baru, Rusia dan Korea Selatan, Jepang dan anggota ASEAN pada Rabu malam.
Dalam pertemuan sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menekankan penentangan kuat negaranya terhadap setiap ancaman kebebasan maritim, merujuk pada pengaruh militer Tiongkok yang kian meningkat.
PM Kishida juga menyinggung situasi hak asasi manusia di Hong Kong yang dikuasai Tiongkok dan di Xinjiang serta pentingnya perdamaian dan stabilitas di perairan yang memisahkan Tiongkok dan Taiwan.
Pertemuan selama tiga hari ini diwarnai oleh kebuntuan diplomatik setelah Myanmar absen dalam KTT sebagai protes atas langkah ASEAN untuk melarang Jenderal Min Aung Hlaing, yang merebut kekuasaan pada Februari, untuk hadir.
Kecaman ASEAN terhadap Myanmar ini merupakan pernyataan paling kuat setelah utusan ASEAN diblok untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi dan tahanan politik lainnya.
Laporan tambahan dari Reuters
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga yang Ingin Kembali ke Australia Diberitahu Jika Menerima Vaksin Campuran Belum Bisa Masuk