Begini Cara KLHK Menentukan Lokasi RHL di Wilayah Pesisir

Selasa, 05 Mei 2020 – 13:56 WIB
Uji coba alat pengukur tinggi gelombang di wilayah pesisir. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan Hidup, (Pustek KLH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bekerja sama dengan tim Kelompok Kerja Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), berhasil melakukan uji coba Alat Pengukur Tinggi Gelombang (APTG) di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono menjelaskan APTG merupakan alat yang didesain untuk mendapatkan data dinamika tinggi muka air laut dan suhu permukaan air laut secara berkelanjutan.

BACA JUGA: Menteri LHK Sebut Luasan RHL pada Tahun Ini Meningkat Tajam

Data tersebut menjadi penting dalam melakukan analisis perubahan iklim yang terjadi pada wilayah tertentu dengan merujuk pada studi literatur dan kebijakan yang telah ada.

“Hasil pengukuran dari APTG dapat digunakan untuk menghitung kerapatan mangrove dan dari hasil perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mendukung dalam menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) pada hutan mangrove,” jelas Bambang dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (5/5).

BACA JUGA: KLHK Dukung Pengelolaan Sampah dan RHL di Kawasan Candi Borobudur

Sementara itu, Kepala Pustek KLH, KLHK, Gatot Soebiantoro menjelaskan kegiatan uji coba APTG ini dilakukan pada November 2019.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Jokowi Kesal, Sri Mulyani Buka Data Menyedihkan, Korban PHK Mau Jual Ginjal

Uji coba ini bertujuan untuk mengukur gelombang pesisir yang datang dari arah laut dan juga gelombang pesisir yang telah melewati hutan mangrove, sehingga bisa diketahui efektivitas hutan mangrove dan kerapatan ideal untuk meredam gelombang pesisir.

"Pada kegiatan ujicoba, dua unit APTG dipasang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada tanggal 27 – 30 November 2019. APTG 1 dipasang di luar hutan mangrove untuk mengukur gelombang pesisir yang datang dari laut. Sedangkan APTG 2 dipasang setelah hutan mangrove untuk mengukur gelombang pesisir yang telah melewati hutan mangrove," ujar Gatot.

Uji coba skala lapangan APTG ini dilakukan selama satu minggu, sehingga cukup didapat data yang dihasilkan.

Dalam uji coba skala lapangan ini, APTG yang terpasang dapat berfungsi dengan baik.

 

Hasil pengukuran dari APTG dapat digunakan untuk menghitung kerapatan mangrove. Perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mendukung dalam menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada hutan mangrove.

Gatot menerangkan bahwa APTG ini akan menjadi bagian penting dalam mendukung pengelolaan kawasan daerah pesisir dan pantai UPT yang bersangkutan, terutama untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan kegiatan rehabilitasi wilayah pesisir pantai.

Menurut Gatot, sudah saatnya teknologi mengawal setiap kegiatan, termasuk menanam, breeding satwa, pemulihan pesisir dan pulau kecil serta pengelolaan kawasan hutan lainnya.

Data gelombang yang didapatkan dari APTG kemudian di analisa untuk menjadi acuan secara science kapan deteksi kondisi aman untuk melaut, kondisi gelombang yang baik untuk menanam, kondisi ombak yang sesuai untuk penyu naik ke darat dan bertelur serta manfaat lainnya dalam pengelolaan kawasan pesisir.

Setelah melalui proses uji coba alat, Pustek KLH akan mengadakan kegiatan replikasi pemasangan APTG di lokasi lain.

Rencananya dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang memiliki kawasan laut.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler