jpnn.com, JAKARTA - Tanoto Foundation melalui program Early Childhood Education and Development (ECED) yang berorientasi pada pengasuhan anak usia dini untuk generasi siap sekolah, bekerja sama dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) menyelenggarakan kegiatan Webinar dengan bahasan, “Stunting dalam Situasi Pandemi".
Webinar itu demi mencegah dan menurunkan bahaya Stunting di tengah pandemi Covid19.
BACA JUGA: Pandemi Corona Ancam Target Penurunan Angka Stunting Nasional
Dalam paparannya, Eddy Henry, Head of ECED Tanoto Foundation melihat pertumbuhan ekonomi yang terus merosot akan membuat kemiskinan terus bertambah.
“Kemiskinan dan stunting saling menguatkan sehingga diperlukan intervensi di masa sekarang,” ungkapnya.
BACA JUGA: Ahmad Syafiq: Covid-19 Juga Mengancam Penderita Stunting
Menurutnya, masyarakat bisa melakukan dua hal untuk mengatasi stunting.
Pertama, upaya nutrition specific berupa meningkatkan kesadaran kesehatan dan gizi bagi remaja, pasangan muda, wanita hamil, menyusui melalui sosial media dan media elektronik.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: THR Cair, 10 Pasien Corona Kabur dari Karantina, Covid-19 Menggila
Kemudian terus mempromosikan ASI Eksklusif dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), serta mendukung ketersediaan makanan bernutrisi bagi wanita hamil, menyusui dan anak usia dini melalui program bantuan sosial, dan menyediakan layanan darurat bagi ibu dan anak di puskesmas.
Kedua, nutrition sensitive, yakni menyediakan bantuan konseling psikososial bagi orang tua.
Kemudian memastikan ketersediaan sabun untuk mengoptimalkan program WASH, menyediakan alat permainan edukatif untuk membantu orang tua memberikan simulasi, menyediakan konten-konten bermanfaat untuk orang tua dan anak di media.
Kemudian memberdayakan pekerja garis depan seperti kader posyandu dan pendamping sosial PKH.
Senada itu Mursalin selaku Lead Program Manager for Stunting dari Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) menegaskan program penanggulangan stunting harus tetap berjalan dengan berbagai penyesuaian.
“Masa darurat pandemi bisa selesai dalam beberapa bulan, tetapi penanganan pascapandemi ini bisa berlangsung lama dan terkait langsung dengan pemulihan ekonomi. Semakin lama penanganan, akan semakin besar dampak negatif bagi status gizi anak dan ibu hamil,” ujarnya.
Sementara PERSAGI yang diwakili dr Entos Zainal, menekankan pentingnya intervensi bersifat lintas sektor yang menelurkan kontribusi lintas kementrian/lembaga. "Inilah masanya antarkementerian menelurkan kontibusinya dalam menurunkan stunting yakni Kemenkes sebagai aktor utama intervensi gizi spesifik," katanya.
Sementara kementerian selain Kemenkes dapat mengoptimalkan intervensi gizi sensitif. Contohnya Kemendikbud dengan PAUD, parenting dan UKS.
Kementerian PU&PR dalam hal air bersih dan sanitasi. Kemenperin melalui fortifikasi produk pangan. Kementan dengan ketahanan pangan.
Kemenag lewat bimbingan perkawinan dan tokoh agama, dan lainnya.
Sri Sukotjo selaku Nutrition Specialist dari UNICEF menekankan kelompok rentan masih perlu mendapatkan perhatian lebih. Pemilihan pangan untuk bantuan sosial perlu dibuat lebih ramah gizi. Dana Desa juga perlu dioptimalkan untuk mencegah terjadinya penurunan status gizi ibu dan anak. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad