jpnn.com, JAKARTA - Pakar tanaman berbicara tentang orang utan Tapanuli, seiring polemik seputar PLTA Batang Toru yang terus bergulir hingga sekarang.
Sebelumnya, pada 2020, studi bernama Managing The Potential Threats of Tapanuli Orang Utan (Ponngo Tapanuliensis) dilakukan oleh tim Universitas Nasional (Unas).
BACA JUGA: Para Ilmuwan Indonesia Kecam Peneliti Asing Penyebar Informasi Tak Valid soal Orang Utan
Studi itu melibatkan sejumlah ahli orang utan dan pakar biodiverstitas, yakni Dr. Jito Sugardjito, Dr. Barita O. Manullang, dan Yokyok Hadiprakarsa, serta dipimpin Didik Prasetyo, PhD.
Pada studi tersebut disebutkan bahwa hanya 6 individu orang utan yang memiliki habitat inti di lokasi terdampak (AOI) atau lokasi PLTA Batang Toru. Sementara itu, jumlah tersebut hanya mewakili 0,8% dari estimasi total 700 individu yang ada di seluruh ekosistem Batang Toru.
BACA JUGA: Wilayah Konservasi Orang Utan Diduga Diserobot Penambang Batu Bara
Dengan langkah mitigasi yang tepat, kehadiran PLTA Batang Toru justru dapat menjaga kelestarian dan tidak menyebabkan orang utan Tapanuli punah.
Hal senada dikemukakan Wiluyo Kusdwiharto, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN pada diskusi publik tentang masa depan orang utan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru yang diadakan pada Kamis (9/3).
BACA JUGA: Guru Besar IPB Peringatkan Kerja Peneliti Asing soal Orang Utan, NKRI Harus Dijaga!
Wiluyo mengatakan bahwa kehadiran PLTA Batang Touru dibangun sebagai peaker atau pemikul beban puncak.
"PLTA itu harus berkelanjutan, bagaimana mungkin PLTA itu beroperasi terus bila catchment areanya rusak? Tidak mungkin itu terjadi, padahal nilai investasinya besar," kata Wiloyu.
Ketidakhadiran ahli orang utan pada diskusi publik juga dipertanyakan oleh peserta yang terdiri dari mahasiswa, dan anggota LSM.
Pada diskusi publik itu, penyelenggara malah menghadirkan ahli tanaman bakau, Onrizal dari Universitas Sumatera Utara sebagai narasumber untuk berbicara mengenai orang utan.
Hal ini disayangkan mengingat diskusi tersebut menjadi ajang kolaborasi dari seluruh pemegang kebijakan ekosistem Batang Toru. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh