jpnn.com - INDRALAYA - Polda Sumsel memastikan proses hukum tiga pelaku pembunuhan disertai pemerkosaan terhadap siswi SMP di Palembang tetap berjalan.
Kepolisian telah menetapkan empat orang tersangka atas kasus pembunuhan disertai pemerkosaan terhadap siswi SMP, masing-masing ialah, IS (16), MZ (13), NS (12) dan AS (12).
BACA JUGA: Ayah Siswi SMP Korban Pembunuhan di Palembang Minta Polisi Tahan Semua Pelaku
IS, otak kasus tersebut ditahan, sedangkan tiga pelaku lainnya direhabilitasi di Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (UPTD PSRABH) Darmapala, Provinsi Sumsel, di Jalan Raya Indralaya, KM 32, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Provinsi Sumsel.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto menerangkan bahwa penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
BACA JUGA: 9 Fakta Pembunuhan Siswi SMP di Palembang, dari Cinta Bertepuk Sebelah Tangan sampai Tahlilan
"Polrestabes Palembang dibantu Ditreskrimum Polda Sumsel bekerja secara all-out, profesional dan proporsional menangani kasus ini," kata Sunarto, di PSRABH Indralaya, Senin (9/9) sore.
Sunarto mengungkap bahwa pihak penyidik sedang berusaha melengkapi berkas perkara secepat mungkin untuk dilimpahkan kepada kejaksaan penuntut umum.
BACA JUGA: Pembunuh dan Pemerkosa Siswi SMP di Palembang Ikut Tahlilan di Malam Pertama
"Berkaitan dengan status para pelaku, payung hukum yang dipakai penyidik adalah undang-undang. Itu yang dijadikan pedoman dalam menangani perkara ini," kata Sunarto.
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya Bapas Kelas 1 Palembang Candra menjelaskan bahwa anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan belum mencapai usia 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan rehabilitasi, bukan penahanan.
"Dalam Undang-Undang SPPA, anak yang berkonflik dengan hukum, tetapi belum genap berusia 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan dan tidak dapat dilakukan penahanan atau pidana," tutur Candra.
Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Namun, karena usia ketiga pelaku yang masih di bawah 14 tahun. Ketiga pelaku tidak dapat dipidana penjara dan harus menjalani rehabilitasi.
Hal ini merujuk pada Pasal 69 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Tindakan yang dimaksud berupa perawatan terhadap para pelaku sesuai dengan putusan hakim.
"Setelah putusan pengadilan, para pelaku akan mendapatkan perawatan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial) untuk jangka waktu yang ditentukan oleh hakim," kata Candra.
Kepala UPTD PSRABH Dian Arif menambahkan, pihaknya akan melakukan treatment rehabilitasi sebagaimana semestinya hingga putusan pengadilan keluar.
Setelah adanya keputusan pengadilan maka pihaknya akan mengembalikan anak-anak tersebut untuk menjalankan proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Hal itu sebagaimana tertuang dalam Permensos dan UU Nomor 11 tahun 2012. Treatment rehabilitasi berupa pembinaan fisik, mental, keagamaan, keterampilan dan kedisiplinan. Kami mengajari salat, mengaji serta selawatan, ada olahraganya juga serta bengkel dan las," kata Dian.
Selama menjalani rehabilitasi, ketiga anak tersebut tampak normal sebagaimana anak-anak yang lainnya. Ketiga anak itu tampak tidak ada penyesalan dengan apa yang mereka sudah lakukan.
"Alhamdullah ketiganya sehat, nafsu makan normal, tidak ada tanda-tanda stres sebagaimana anak-anak lainya. sepertinya tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan," tutur Dian. (mcr35/jpnn)
Redaktur : Mufthia Ridwan
Reporter : Cuci Hati