Begini Kondisi Bangkok setelah Sebulan Diselimuti Kabut Polusi

Senin, 04 Februari 2019 – 23:16 WIB
Bangkok diselimuti kabut asap. Foto: Bloomberg

jpnn.com, BANGKOK - Hari-hari ini, kalau ada barang yang laku keras di Bangkok, itu adalah masker. Kain yang berfungsi sebagai filter tersebut diburu karena kualitas udara di Negeri Gajah Putih tersebut sedang buruk. Masuk kategori yang membahayakan kesehatan. Sebab, mengandung partikel logam berat beracun.

"Sementara saya terpaksa tidak berolahraga. Biasanya, hampir tiap hari saya berenang di kolam kampus." Kata-kata itu meluncur dari bibir Rudal Jetta B., mahasiswa pascasarjana Universitas Chulalongkorn.

BACA JUGA: Thailand Tegas Berlakukan Standar Euro 5 dan Euro 6 di Industri Otomotif

Dia harus sejenak membuang jauh-jauh bayangan menjadi bugar dengan mengolahragakan badan di kolam renang kampus tertua Thailand tersebut. Sebab, aktivitas di luar ruangan memang kudu dikurangi lantaran kabut polusi.

Alat pengukur kualitas udara di ibu kota Thailand menunjukkan warna merah. Artinya, kualitas udara sangat buruk. Kamis (31/1) dan Jumat (1/2) kampus libur. "Kami libur kuliah dua hari," kata Jetta Jumat lalu.

BACA JUGA: Bangkok Masuk Lima Besar Kota dengan Udara Terkotor Dunia

Pemuda berkulit putih itu sedih karena untuk sementara harus menjauh dari kolam renang. Padahal, fasilitas kebugaran di kampusnya tersebut bisa diakses secara cuma-cuma. Total, ada 10 kolam renang air asin di sana. Air asin sengaja digunakan untuk mengurangi penggunaan kaporit.

Seperti sekitar 400 sekolah, mulai TK hingga SMA, yang tutup karena kabut beracun, di kampus Jetta pun tidak ada aktivitas perkuliahan.

BACA JUGA: Tiongkok dan Iran Ketemu di Perempat Final Piala Asia 2019

"Hanya praktikum dan kegiatan administratif yang jalan terus. Jadi, khusus pegawai, tetap masuk seperti biasa," ujar M. Tauhid Nursalim. Mahasiswa dari Jogjakarta itu sedang menempuh pendidikan S-3 di Universitas Chulalongkorn.

Kamis pagi itu taman depan guest house mahasiswa internasional sepi. Sampai sekitar pukul 08.00 waktu setempat, hanya terlihat empat orang yang berolahraga.

Mereka menutup hidung dengan masker. Kebayang kan bagaimana rasanya berolahraga dengan hidung tertutup? Keslepeken kalau orang Surabaya bilang.

"Biasanya, taman ini ramai orang berolahraga. Mungkin karena udaranya buruk ya, jadi sepi," ujar Tri Maharani, pakar emergency subspesialis toksinologi dari Indonesia. Dia kebetulan sedang ikut simposium di Universitas Chulalongkorn dan menginap di kawasan kampus.

"Saya sampai mimisan. Padahal, sebelumnya nggak pernah," lanjut kepala Instalasi Gawat Darurat RS Daha Husada Kediri tersebut.

Maha memang kerap ke Bangkok, terutama ke Palang Merah Thailand. Jadi, dia bisa membandingkan kondisi Bangkok hari-hari ini dengan sebelumnya.

Di pasar tradisional, hampir semua orang yang beraktivitas juga memakai masker. Bahkan, tak cukup penutup hidung biasa. Sebagian malah memilih masker N95 yang lebih rapat.

Masker itu memang sedang jadi kebutuhan primer. "Sampai ada apotek yang menaikkan harga. Biasanya, masker hanya THB 65 (sekitar Rp 29 ribu, Red), jadi THB 90 (sekitar Rp 40 ribu, Red)," ujar Jetta sambil menunjukkan masker N59 yang menutupi hidung dan mulutnya. Namun, menurut dia, apotek yang ambil kesempatan itu kemudian disanksi pemerintah. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polusi Udara Bisa Menyebabkan Stroke?


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler