jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah nama top mulai disebut-sebut ikut terlibat dalam korupsi e-KTP. Termasuk puluhan politikus Senayan.
Tak bisa dibayangkan, betapa tebalnya berkas perkara bila mereka kemudian dinyatakan sebagai pesakitan.
BACA JUGA: Forum Rektor Tegaskan Tolak Revisi UU KPK
AGUS DWI PRASETYO, Jakarta
BEBERAPA orang dengan ID password (ID pas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) warna biru (kategori umum terbatas) tampak sibuk di lobi gedung KPK, Jakarta, awal Maret lalu.
BACA JUGA: Kasus e-KTP Mau Diangket, Ini Komentar Politikus NasDem
Seorang di antara mereka menarik troli berisi tumpukan kertas yang ditidurkan. Yang lain mendorong dan memegangi kertas agar tidak jatuh dan ambrol.
’’Ini mau dibawa ke pengadilan tipikor,’’ ujar seorang petugas dalam rombongan itu.
BACA JUGA: Dugaan Korupsi Ratusan Miliar Ini Tengah Diselidiki KPK
Sekilas, orang-orang tersebut tampak seperti staf KPK biasa. Namun, setelah dicermati, ternyata mereka adalah anggota tim satgas KPK yang khusus menangani kasus megakorupsi e-KTP.
Tumpukan kertas yang mereka bawa adalah berkas perkara untuk dua terdakwa. Yakni, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan anak buahnya, Sugiharto, mantan direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Itu merupakan kali pertama berkas perkara Irman dan Sugiharto diperlihatkan ke publik. Totalnya setebal 24 ribu lembar. Terdiri atas dua bendel berita acara pemeriksaan (BAP) dan satu gepok surat dakwaan.
Bila disusun vertikal, tingginya bisa mencapai 2,5 meter. Hampir dua kali tinggi orang dewasa Indonesia umumnya.
Berkas perkara supertebal sebenarnya bukan yang pertama bagi KPK. Sebelumnya, dokumen perkara korupsi simulator SIM yang menyeret mantan Kakorlantas Mabes Polri Djoko Susilo juga fantastis.
Yakni, setinggi 3 meter. Ada pula berkas kasus eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi proyek Hambalang yang tebalnya setinggi paha orang dewasa.
Untuk menyusun berkas perkara sebanyak itu, tentu tidak sembarang orang bisa melakukannya.
Karena itu, KPK perlu membentuk tim khusus yang bekerja siang malam sejak kasus-kasus tersebut masih di tingkat penyelidikan.
Bila investigasi awal menemukan dua alat bukti, pimpinan KPK baru menunjuk ketua tim satgas (satuan tugas) untuk memulai penyidikan. Dari situlah awal penyusunan berkas perkara dimulai.
Khusus untuk kasus e-KTP ini, KPK membentuk dua satgas sejak 2014.
Keduanya tergabung dalam satu tim penyidik yang menangani berkas Irman dan Sugiharto secara terpisah. Berkas keduannya baru digabung saat naik ke penuntutan.
’’Penyidikan memakan waktu 2,5 tahun,’’ ujar Irene Putrie, ketua tim yang menangani perkara yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.
Secara umum, banyak pegawai KPK yang terlibat dalam pengusutan kasus e-KTP.
Hanya, untuk anggota struktural tim seperti penyidikan dan penuntutan, yang menunjuk adalah pimpinan KPK melalui surat perintah tugas.
Penunjukan itu didasarkan pada tingkat kesulitan kasus. Penyidikan, misalnya, diberikan kepada penyidik yang benar-benar menguasai teknis pengadaan, penganggaran, serta pelaksanaan proyek pemerintah.
Selama proses penyidikan dan penuntutan, tim akan dibantu pegawai lain di luar struktur.
Misalnya, dalam pemberkasan BAP (berita acara pemeriksaan) saksi dan tersangka, setiap penyidik dibantu dua tenaga administrasi dan tiga orang yang khusus ditugaskan untuk wira-wiri memfotokopi berkas.
Sementara itu, untuk penyusunan barang bukti, penyidik dibantu tiga petugas pengelola barang bukti.
Hasil kerja penyidik diteliti satu per satu oleh delapan orang yang secara khusus ditugaskan untuk meneliti BAP.
Mereka juga bekerja sejak dua satgas tersebut dibentuk. Sama dengan penyidik, delapan orang itu memiliki kapasitas yang disesuaikan dengan jenis kasus yang ditangani.
’’Ada jaksa yang juga ditugaskan dalam penyidikan kasus ini (e-KTP, Red),’’ kata Irene.
Setali dengan BAP, barang bukti yang dikumpulkan penyidik juga melibatkan tim lain. Yakni, tim pengelola barang bukti KPK.
Mereka bertugas membantu mengidentifikasi, menyusun, dan memberi nomor setiap barang bukti yang disita dari sejumlah tempat.
Mulai ruang kerja terdakwa saat menjabat di Kemendagri sampai kantor perusahaan yang menjadi rekanan proyek e-KTP.
Di antara tahap itu, mengompilasi pemeriksaan saksi dan dokumen untuk berkas perkara seperti surat penyitaan, berita acara (penahanan dan penyitaan), serta upaya hukum lain merupakan yang paling rumit.
Maklum, diperlukan kehati-hatian untuk menyusun resume berkas perkara yang terdiri atas puluhan ribu lembar BAP ratusan saksi dan barang bukti sebanyak 80 boks plastik berukuran besar tersebut.
Dibutuhkan waktu dua minggu untuk mengompilasi dan menjilid semua berkas perkara tersebut. Seluruh anggota tim terlibat dalam tahap penyusunan berkas perkara.
’’Kerja rumit lainnya adalah menyusun daftar barang bukti sehingga memudahkan penuntut umum dalam mengajukan di persidangan,’’ ujar koordinator Unit Pelacakan Aset, Pengelola Barang Bukti, dan Eksekusi (setara eselon II) di KPK tersebut.
Dalam tahap-tahap akhir itu, penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) sering terlibat debat dan diskusi sengit.
Situasi bahkan semakin panas saat konsinyering (pekerjaan mendesak) untuk merumuskan dakwaan.
Anggota tim bisa tidak tidur alias lembur tiga hari tiga malam untuk menuntaskan perumusan surat dakwaan tersebut.
’’Diskusi dan debat itu hal yang paling seru,’’ ucapnya, lantas tertawa.
Secara teknis, redaksional dakwaan sepenuhnya di-handle JPU (jaksa penuntut umum) gabungan dua satgas.
Surat dakwaan harus diselesaikan dalam waktu cukup singkat, ’’hanya’’ dua minggu. Sebab, sebagian penuntut umum KPK juga turut terlibat dalam penyidikan.
’’Jadi, BB (barang bukti) sebelumnya sudah dipilih-pilih oleh jaksa,’’ tutur perempuan berjilbab itu.
’’Meskipun renja (rencana kerja) atas surat dakwaan sudah dibuat dalam tiga bulan terakhir, koreksi dan penyempurnaan hanya dalam dua minggu dan koreksi redaksional tiga hari,’’ imbuh perempuan yang sudah sembilan tahun menjadi jaksa di KPK tersebut.
Tidak hanya saat menyusun berkas perkara dan surat dakwaan, tim juga harus berupaya ekstra ketika menelusuri aliran uang korupsi e-KTP.
Maklum, tidak sedikit uang negara yang diduga dikorupsi dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Pun, banyak nama besar yang diduga terlibat.
’’Hampir semua perkara KPK melibatkan nama besar. Yang penting ditangani secara profesional dan sesuai hukum,’’ tegasnya.
Selama proses itu, Irene dituntut aktif memberikan arahan kepada penyidik dan menjadi pemimpin diskusi. Termasuk menjaga mood pegawai saat bekerja.
Biasanya, guyonan ringan soal pilihan menu makanan sering terlontar ketika menjelang jam istirahat. Hal itulah yang kerap mendinginkan suasana kerja.
’’Tiap kepala beda maunya (menu makan). Makanya, harus didaftar lebih dulu biar tidak salah,’’ ucapnya, lantas tersenyum. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kader Golkar Sarankan Setya Novanto Mungundurkan Diri
Redaktur : Tim Redaksi