jpnn.com - JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto merasa beruntung karena menjadi bagian dalam kabinet yang dipimpin oleh empat Presiden RI yang berbeda.
Wiranto menceritakan pengalamannya itu saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Ancol, Jakarta Utara, Senin (3/10) malam. "Saya kebetulan diizinkan mendampingi empat presiden, dan saya tidak mencari jabatan," ujarnya.
BACA JUGA: Jelang Pilkada Serentak, Kejagung Pelototi Dana Bansos
Wiranto memang pernah menjadi menteri pertahanan di ujung kekuasaan Presiden Soeharto. Beralih ke era Presiden Habibie yang membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan, Wiranto menjadi Panglima ABRI yang kala itu juga bagian dari anggota kabinet.
Begitu KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4, Wiranto dipercaya menjadi menteri koordinator politik, hukum dan keamanan. Namun, Wiranto terpaksa mundur dari kabinet Gus Dur.
BACA JUGA: Politikus PKB Anggap Telepon Genggam Jadi Nabi Ke-26
Wiranto lantas belasan tahun berada di luar kabinet sejak Presiden Megawati Soekarnoputri hingga dua periode kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, pada era Presiden Joko Widodo, lagi-lagi Wiranto masuk kabinet sebagai menkopolhukam menggantikan Luhut Binsar Panjaitan.
Dari pengamatan Wiranto selama duduk di empat kabinet yang berbeda, masing-masing presiden punya gaya tersendiri. Terutama saat menggelar rapat terbatas ataupun sidang paripurna di istana.
BACA JUGA: TB Hasanuddin: Pernyataan Panglima TNI Resahkan Publik
Wiranto menuturkan, pada era Presiden Soeharto pula ada rapat kabinet. Selanjutnya di era Presiden Habibie ada sidang paripurna seminggu sekali dan rapat terbatas yang digelar dua kali dalam seminggu.
Sementara pada era Presiden Gus Dur, jarang ada rapat kabinet. Namun, Gus Dur selalu memberi petunjuk dan arahan sebagaimana rapat kabinet.
Adapun di era Presiden Jokowi, ada rapat paripurna sebulan sekali. Namun, untuk rapat terbatas bisa dua kali dalam sehari.
Wiranto menyebut rapat kabinet yang bisa dua kali dalam sehari itu demi menggenjot kinerja. "Itu irama yang cepat mengejar ketertinggalan kita dengan negara yang maju," pungkas pria kelahiran Yogyakarta, 4 April 1947 itu.(cr2/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur NTB Diminta Taati Putusan MA Soal Nahdlatul Wathan
Redaktur : Tim Redaksi