jpnn.com, JAKARTA - Pada 2024, Bursa Efek Indonesia (BEI) diprediksi tidak akan mencapai target penambahan emiten baru, yang bisa berdampak pada aktivitas ekonomi nasional.
Pengamat pasar modal Ali Yusni Sahri mengatakan, dari target 75 emiten baru, BEI kemungkinan hanya mampu memenuhi setengah dari jumlah tersebut, mengingat tahun ini hanya tersisa tiga bulan lagi.
BACA JUGA: Grant Thornton dan BEI Kolaborasi Ciptakan Peluang Besar untuk Bisnis di Era Digital
Dalam keterangannya pada Rabu (18/9), Ali menekankan pentingnya BEI untuk lebih tanggap terhadap perubahan geopolitik dan kebutuhan pemerintahan baru.
"Pemerintahan baru akan sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Pasar saham sebenarnya bisa menjadi solusi untuk tantangan ini,” ujar Ali Yusni, dalam keterangannya, Kamis (19/9).
BACA JUGA: Mengurangi Utang, LPKR Jual Saham Siloam Hospitals 18,57%
Ali juga menyoroti bahwa pasar saham merupakan sarana pendanaan alternatif bagi perusahaan untuk memperluas bisnisnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan, pembayaran pajak, dan kontribusi terhadap kemakmuran masyarakat.
Dia mengingatkan agar perbaikan yang dilakukan BEI terkait temuan gratifikasi tidak menghambat proses IPO calon emiten yang sudah ada dalam pipeline.
BACA JUGA: Investor Muda di Pasar Modal Tumbuh Pesat, Kompetisi Saham Setingkat ASEAN Digelar
Menurut Ali, penegakan hukum oleh lembaga, seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri tidak seharusnya menghambat kegiatan dunia usaha.
"Jika ada satu atau dua kasus, itu tidak berarti semua pelaku usaha melakukan hal yang sama. Dunia usaha tidak boleh berhenti hanya karena adanya kasus gratifikasi," tegasnya.
Ali mengungkapkan bahwa terhambatnya penambahan emiten baru diduga berasal dari faktor internal di BEI. Ia mendapatkan informasi bahwa ada 15 calon emiten yang gagal melantai karena kesulitan mendapatkan izin prinsip dari BEI.
Sejak kasus gratifikasi mencuat pada akhir Agustus, hanya dua emiten yang berhasil melantai di bursa, sementara yang lainnya terkendala izin prinsip.
“Meski OJK menyatakan tidak ada moratorium, namun proses internal di BEI seakan memberlakukan hambatan dengan sulitnya mendapatkan izin prinsip,” tambahnya.
Ali berharap BEI bisa bertindak lebih profesional dalam menangani calon emiten yang ingin melakukan IPO, serta lebih peka terhadap kebutuhan pemerintahan baru.
“Saya berharap Bursa Efek Indonesia tidak melakukan generalisasi dan kembali bersikap profesional dalam menangani proses IPO,” tuturnya. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh