jpnn.com - Guru besar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra membela pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal dirinya boleh kampanye dan memihak di pemilu.
Dia menegaskan Undang-Undang Pemilu tidak melarang seorang presiden untuk ikut kampanye, baik untuk pemilihan presiden atau pemilihan legislatif.
BACA JUGA: Soal Kampanye dan Memihak, Saleh Daulay Sebut Hak Politik Presiden Tak Boleh Dihilangkan
Beleid yang sama juga tidak melarang kepala negara untuk berpihak atau mendukung salah satu pasangan calon presiden.
Menurut Yusril, pada Pasal 280 UU Pemilu secara spesifik menyebut di antara pejabat negara yang dilarang berkampanye adalah ketua dan para Hakim Agung, ketua dan hakim Mahkamah Konstitusi, ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
BACA JUGA: Di Depan Prabowo, Jokowi Tegaskan Presiden Boleh Berkampanye dan Memihak
“Tidak ada penyebutan presiden dan wakil presiden atau menteri di dalamnya,” ucap Yusril dalam keterangannya, Kamis (25/1).
Sementara, Pasal 281 mensyaratkan pejabat negara yang ikut berkampanye dilarang untuk menggunakan fasilitas negara atau mereka harus cuti di luar tanggungan.
BACA JUGA: Ditanya Masalah Guru, Anies: Kebijakan Pendidikan Umum dan Agama Harus Setara
Kendati begitu, undang-undang tersebut tidak menghapuskan aturan soal pengamanan dan kesehatan terhadap presiden atau wakil presiden yang berkampanye.
“Bagaimana dengan pemihakan? Ya kalau Presiden dibolehkan kampanye, secara otomatis presiden dibenarkan melakukan pemihakan kepada capres cawapres tertentu, atau parpol tertentu. Masa orang kampanye tidak memihak,” kata dia.
Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menuturkan bahwa aturan tidak menyatakan bahwa presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak.
"Ini adalah konsekuensi dari sistem presidensial yang kita anut, yang tidak mengenal pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, dan jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45,” tuturnya.
Yusril menjelaskan bahwa jika presiden tidak boleh berpihak, maka seharusnya jabatan presiden dibatasi hanya untuk satu periode.
Jika ada pihak yang ingin presiden bersikap netral, Yusril mempersilakan pihak tersebut untuk mengusulkan perubahan konstitusi.
“Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Presiden Joko Widodo tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak,” jelas Yusril.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu mengaku berani berdebat ihwal ungkapan tidak etis yang diarahkan kepada Presiden Jokowi jika dia berpihak pada salah satu kandidat.
Hal pertama yang harus digarisbawahi adalah perbedaan antara norma etik dengan code of conduct.
"Kalau etis dimaknai sebagai norma mendasar yang menuntun perilaku manusia yang kedudukan normanya berada di atas norma hukum, hal itu merupakan persoalan filsafat, yang harusnya dibahas ketika merumuskan Undang-Undang Pemilu,” jelasnya.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan presiden boleh memihak dan bahkan berkampanye langsung untuk pemenangan kontestan tertentu pada pilpres.
"Presiden tuh boleh lho kampanye. Presiden boleh memihak, boleh," ujar Jokowi di Pangkalan TNI Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1). (mcr4/jpnn.com)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi