Belajar dari Orang Jepang Bagaimana Bersiap Sambut Bencana (1)

Sejak Bayi Latihan Sembunyi di Bawah Meja

Jumat, 27 Februari 2009 – 06:27 WIB

Berdiam di negeri yang terletak di jalur lempeng gunung berapi plus angin topan, rakyat Jepang terbiasa menghadapi berbagai risiko bencana alamBeragam lembaga dan sarana unik dibangun agar warga Negeri Sakura aman jika serangan datang sewaktu-waktu.


RIDLWAN HABIB, Tokyo


TAWA riang Yuki seperti tak habis-habis

BACA JUGA: Dokter Andaru Hutama Memerangi Minimnya Fasilitas Kesehatan di Kepulauan Seribu

Digendong ibunya, bocah empat tahun berlesung pipit itu meronta minta turun
Begitu kaki mungilnya menyentuh lantai, anak itu langsung berlari ke arah patung gajah kecil di samping pintu depan gedung.

"Anak-anak sangat senang datang ke sini

BACA JUGA: Pasangan Bilateral Tim Lindsey-Julia Suryakusuma

Mereka datang dari berbagai kota di sekitar Tokyo," ujar Reiko Kotabashi, instruktur Tachikawa Bosai-Kan, menyambut kedatangan Jawa Pos Selasa (17/2) lalu
Ibu ramah itu sudah 16 tahun bekerja sebagai instruktur di gedung yang terletak di kawasan Tachikawa, satu jam menggunakan bus dari pusat Kota Tokyo.

Nama lain lembaga itu adalah Tachikawa Life Safety Learning Centre

BACA JUGA: Akhir Kejayaan Raja Kutai Modern Syaukani Hasan Rais (2-Habis)

Didirikan pada 26 April 1992 di atas lahan seluas 2.440 meter persegi, bangunan itu terdiri atas empat lantai dan dua lantai bawah tanahLembaga in berada dalam koordinasi di bawah Tokyo Fire Department (Departemen Pemadam Kebakaran Tokyo).

Tujuan utamanya agar warga Jepang mampu menyelamatkan diri dan keluarganya jika terjadi kondisi daruratMisalnya, gempa bumi (jishin)Hampir tiap hari jishin -meski kadang dalam skala kecil- terjadi di seluruh wilayah Jepang.

Jawa Pos yang menginap di Akasaka, kawasan tengah Tokyo, merasakannya secara langsung, berturut-turut, dan kebetulan selalu malam hariSkalanya memang tak terlalu besar, tapi cukup untuk membangunkan kita dari tidur.

Negara asal Doraemon itu memang berada dalam jalur strategis lempeng besar gunung berapi duniaDi negeri itu ada 108 gunung berapi aktif, 13 di antaranya sangat aktifGempa terakhir yang memakan korban jiwa terjadi Juni tahun lalu di kawasan pemandian air panas Kurikawa, Jepang UtaraTapi, yang paling dikenang oleh warga Jepang adalah traged gempa Kobe 1995 yang menewaskan 4.571 orang, melukai 14.678 orang, dan mengakibatkan 222.127 orang kehilangan tempat tinggalGempa Kobe juga merusak dan meruntuhkan lebih dari 120.000 bangunan Bosai-Kan menggunakan model experimental learningArtinya, pengunjung yang datang tak hanya diceramahi, tapi diajak merasakan kondisi darurat secara langsung sekaligus metode penanganannya.

"Tiap tahun kami berusaha selalu memperbaiki fasilitas dan metodenya," ujar Reiko dengan bahasa Jepang logat Osaka yang kentalEtsujiro Tamura, training coordinator Japan International Cooperation Centre menerjemahkannya dalam bahasa Inggris.

Siapa saja boleh datang ke tempat ituTiap hari mulai pukul 09.00 hingga pukul 17.00Biayanya? "Gratis," kata ReikoPlus, pengunjung mendapat kartu penilaian elektronikChip magnetik di kartu itu akan terekam dalam database Bosai-Kan.

"Kartu itu berlaku untuk lima kali kunjungan," katanyaTahu Jawa Pos datang dari Indonesia, senyum Reiko tambah lebar"Anda pasti sudah paham caranya," katanyaTragedi tsunami Aceh 2004 dan gempa bumi Jogjakarta 2006 rupanya dicantumkan oleh Bosai-Kan dalam brosur pendek berhuruf kanji yang dibagikan saat kali pertama tamu datang.

Tahap pertama belajar di Bosai-kan, kita diajak memasuki ruang teater mini berbentuk kubahKursinya ditata meninggi ke belakang, dengan layar memenuhi seluruh atapRuang itu kedap suara.

Setelah semua pengunjung (tiap sesi tur terdiri atas minimal 4 orang), film kemudian diputarIsinya tentang sebuah keluarga yang harus menghadapi gempaBersamaan film diputar, kursi digetarkanMakin lama makin semakin kerasTujuannya agar penonton seakan-akan terlibat dalam film sebagai aktornya.

Khan Sopirom, warga Kamboja yang duduk di samping Jawa Pos, tampak memejamkan mataRedaktur Rasmei Kampuchea Daily, koran terbesar di Pnom Penh, itu mengaku pusing"Padahal, ini hanya film, saya sudah mual, bagaimana kalau sebenarnya ya?" katanya.

Pertanyaan Khan langsung dijawabSetelah melihat film, tamu diajak masuk ke ruang simulasi gempaAda semacam panggung yang bentuk dan luasnya dibuat sama persis dengan standar dapur rata-rata orang Jepang, yakni 3,5 x 3,5 meterLengkap dengan lemari es, rak, meja makan, dan kompor gasPanggung itu didongkrak dengan sistem hidrolik hingga setengah meter di atas lantai.

"Nanti ada gempa sampai skala 7Lihat baik-baik cara menghadapinya," kata ReikoDia lalu memberi contoh bagaimana menghadapinyaPertama, meneriakkan sekeras-kerasnya kata gempa sambil sembunyi di bawah meja"Gunakan istilah (gempa) negara masing-masing," tambahnya.

Sambil berlindung, kita disarankan meraih kompor gas dan mematikannya"Tapi, kalau jaraknya jauh dari meja, Anda tetap harus berlindung dulu," katanyaDi Jepang, sistem gasnya sudah tersentralisasiJika ada serangan hingga skala 5 (selisih 1,3 poin dengan skala Richter) gas otomatis mati.

Setelah itu, kita harus segera mencari pintu, membukanya, dan mengganjalnya agar tetap terbuka"Anak-anak harus didahulukan keluar," tambah ReikoUsai memberi contoh, ibu dua anak itu meminta kami mencobanya.

Alat dinyalakan dan kami pun digoyangSkala 7 ternyata cukup dahsyatJika tak pegangan kaki meja, kita bisa tersungkurMeski begitu, bayi di atas usia tiga tahun tetap boleh mencobanya asalkan bersama orang dewasa.

Turun dari ''panggung gempa itu'' , kami memasukkan kartu ke mesin penilaiTunggu 30 detik, nilai bakal muncul di layarSkalanya satu sampai limaYang meraih angka tertinggi diberi poin A" Itu berarti prosedurnya dilalui secara urut dan benar," kata ReikoNilai itu didapatkan dari kamera CCTV yang disambungkan dengan panel elektronik.

Di lantai dua, tamu diajari cara melakukan CPR (cardio pulmonary resuscitation atau pertolongan dengan memompa dada dan napas buatan) dengan boneka dummy yang dilengkapi alat pengukurJika tiupan tak kuat, dada boneka tak mengembang dan nilai tak keluarJuga, jika posisi bibir penolong tidak tepat menyumpal bibir si dummy.

Setelah latihan CPR, pengunjung diajari memakai tabung pemadam kebakaranAir asli dipakai dan disemprotkan langsung, tapi hanya pada "api" yang menyala di layar komputerJika tekniknya tepat, "api" itu akan mengecil lalu padamNilai dihitung dari kecepatan mengambil, membuka, dan menyemprotkan tabung secara presisi.

Selain itu, ada ruang asap yang mengajarkan cara keluar dari gedung penuh asapLorongnya dibuat sempit dan asapnya pekat"Oksigen lebih mudah didapat jika kita dekat dengan lantai, jadi jongkok atau tiarap sambil mencari jalan keluar," kata Reiko.

Jika lelah berlatih, Bosai-Kan menyediakan ruang istirahat lengkap dengan permainan video game bencana untuk anak-anakKarena desainnya yang dibuat warna-warni, anak kecil menjadi lebih betah"Kita ingin menanamkan kesadaran mereka secara perlahan-lahan di bawah sadar tanpa terasa berat," katanya.

Sejak Januari 2009, pengunjung Bosai-Kan sudah 8.366 orangJika ditotal sejak berdiri Reiko telah dikunjungi 1.147.538 tamu"Itu hanya di TachikawaBelum Bosai-Kan di dua tempat lain," katanyaSelain di Tachikawa, Bosai-Kan ada di Ikebukuro dan Honjo.

"Berkunjung ke tempat ini dapat dua manfaat sekaligus, berwisata dan mengajari anak sadar bencana," ujar Hiroshi Yamada, salah seorang tamuWarga Shinjuku itu mengaku setiap bulan selalu berkunjung.

"Saking seringnya, tempat ini jadi ajang pertemuan antartetanggaJika di rumah jarang bertemu, tapi di sini mereka bisa mengobrol dan berbagi pengalaman," kata Reiko(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhir Kejayaan Raja Kutai Modern Syaukani Hasan Rais (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler