Australia sudah membuka diri bagi kedatangan internasional termasuk dari Indonesia untuk hidup dan bekerja. Bagaimana pengalaman pekerja profesional yang sudah di sini?

ABC Indonesia berbicara dengan tiga warga asal Indonesia yang sekarang tinggal dan bekerja di Sydney, Melbourne, Adelaide dan Darwin mengenai perjalanan mereka dari Indonesia dan sekarang mencari penghidupan di Australia.

BACA JUGA: Pertempuran di Pulau Ular Bukti Kegagalan Rusia dalam Perang Ukraina

Rachma Juliastuti (38 tahun) sekarang tinggal di Sydney setelah tiba di Australia di tahun 2019, dan sekarang bekerja di toko online The Iconic.

"Saya ke Australia menggunakan visa pasangan, karena saya menikah dengan orang Australia dan kami menikah sudah tujuh tahun," katanya kepada ABC Indonesia.

BACA JUGA: Di Jantung Wilayah Uighur, Satu dari 25 Orang Dikirim ke Penjara oleh Pemerintah Tiongkok

Menurut Rachma, sejak menikah, dia tidak langsung pindah ke Australia karena berbagai urusan di Indonesia yang belum selesai sehingga dia ketika itu masih 'bolak-balik'.

Dia mengatakan bahwa di tempat kerjanya sekarang dia  merasa betah karena perusahaan mengikuti aturan dalam soal upah dan kewajiban lain.

BACA JUGA: Kasus Kematian Karena Hepatitis Pada Anak-Anak Meningkat, Pakar Masih Mencari Penyebabnya

"Suasana kerja dan lingkungannya juga enak," kata Rachma yang dulunya di Jakarta bekerja sebagai sekretaris.

Di Australia, pekerjaan yang dijalankannya sangat berbeda, lebih banyak kerja di tempat penyimpanan barang seperti gudang melakukan pengepakan dan pengiriman barang yang dibeli konsumen.

Menurutnya sebagai negara berbahasa Inggris, kemampuan memahami bahasa ini di Australia tentu saja akan sangat membantu bagi pekerja yang datang dari luar negeri.

"Di tempat kerja saya karena pekerjanya berasal dari berbagai negara ada aturan English only on the floor (bahasa Inggris harus digunakan selama bekerja)," ujarnya.

"Selama di tempat kerja, walau ketemu teman satu negara tetap harus berbahasa Inggris," tambah Rachma.

Bagi mereka yang mau datang ke Australia dari Indonesia, Rachma menyarankan agar mereka tiba dengan visa yang benar.

"Kalau visa  yang benar, di mana kita bisa bekerja resmi, kemungkinan tidak akan bertemu dengan majikan yang nakal yang bayar upah rendah," katanya.

"Juga ketika sampai di Australia, kalau bisa jangan pilih-pilih pekerjaan, karena tidak ada orang yang langsung dapat kerja bagus, dengan gaji tinggi, banyak orang juga mulai dari bawah," kata Rachma lagi.

Sejak kedatangannya di Australia, Rachma mengatakan dia terus berusaha memperbaiki kemampuan berbahasa Inggrisnya.

"Kemampuan bahasa juga bisa membuat kita lebih mandiri walau suami saya sendiri orang Australia," tuturnya.

"Misal kalau kita ke dokter atau ke bank, kalau pas suami tidak bisa ikut, kita masih bisa melakukannya sendiri," ujarnya.

"Juga berguna bila ada keadaan darurat misalnya memanggil ambulans atau polisi bila sesuatu terjadi dengan diri kita," kata Rachma.

Berkenaan dengan bahasa tersebut Rachma menjelaskan pengalaman lucu yang dialaminya berkenaan dengan kata-kata "slang' dalam bahasa Inggris. 

"Suamiku biasa menyebut yesterday itu yessy. Suatu hari ada kumpul keluarga, suami dan sepupunya cowok-cowok ngomong yessy-yessy," katanya.

"Saya kira mereka membicarakan cewek lain ternyata yessy itu singkatan dari yesterday," ujar Rachma. Membentuk jaringan sosial

Dalam pengalaman Ares Rheantoro yang bekerja di industri minyak dan gas, jaringan sosial dalam industri tersebut sangat membantu untuk mendapatkan pekerjaan.

Ares sejak tahun 2017 menetap di ibukota Australia Selatan Adelaide bersama keluarganya setelah sebelumnya pernah bekerja di Indonesia dan di ibukota Uni Emirat Arab Abu Dhabi.

"Sejak tahun 2019, saya mendapatkan pekerjaan di Darwin namun karena kemudian ada pandemi, saya banyak bekerja dari rumah di Adelaide. Namun sekarang dengan perbatasan di dalam Australia juga sudah dibuka kembali saya bisa mengunjungi proyek saya di Darwin," kata Ares yang  memiliki latar belakang di teknik mesin tersebut.

Ares mengatakan dari muda dia memang sudah bercita untuk sekolah di luar negeri namun baru "kesampaian "sekarang dengan tinggal di Australia lewat jalur independent skill visa, di mana karena latar belakang pendidikannya dia langsung mendapatkan status penduduk tetap (permanent resident).

"Latar belakang pekerjaan saya memang sangat spesifik di bidang pemeriksaan jaringan pipa minyak dan gas," katanya.

Apakah orang Indonesia yang mau bekerja di luar negeri perlu belajar bidang yang spesifik?

"Menurut saya di bidang teknik yang saya tekuni, untuk orang Indonesia yang punya kemampuan di bidang ini pasti dibutuhkan di sini," katanya.

Menurut Ares ada tiga model rekrutmen yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di Australia dalam mencari tenaga kerja baru terutama di bidang teknik.

"Pertama mereka yang punya pengalaman dan pendidikan lokal. Kalau mereka tidak bisa mendapatkan itu, perusahaan kemudian akan mencari orang dari dalam dulu, apakah ada yang bisa dipindahkan ke tempat lain," paparnya.

"Kalau tidak ada, kemudian apakah karyawan yang punya informasi mengenai teman atau relasi yang bisa bekerja di bidang ini. Nah kalau sudah tidak dapat juga baru kemudian mereka mencari ke luar," kata Ares lagi.

Sama seperti Rachma, Ares mengatakan kemampuan bahasa Inggris tentu menjadi syarat mutlak untuk bisa bekerja dengan baik di Australia.

"Apalagi di bidang teknik dan manajemen, bahasa Inggrisnya harus lebih lancar, kosa katanya harus lebih banyak," katanya.

"Saya sendiri memang masih terbatas kadang untuk berbicara suka ragu-ragu apakah ini tata bahasanya benar atau tidak, terutama berbicara di depan publik atau dalam pertemuan," kata pria kelahiran Jakarta ini.

Dari sisi ketrampilan menurut Ares, warga asal Indonesia tidaklah kalah dibandingkan mereka yang bahkan mengenyam pendidikan di Australia. 

Dan karena masalah bahasa menurutnya sebagian orang kemudian mencari cara ilegal untuk masuk ke Australia.

"Karena itu mereka kemudian malah akhirnya ditipu. Mungkin karena keterbatasan bahasa Inggris, mereka percaya dengan orang lain yang bisa menjanjikan cara untuk masuk ke Australia," papar Ares. Pandangan dari sisi mereka yang memerlukan pekerja

Lalu dari sisi majikan di Australia apa saja persyaratan yang mereka maui dari seseorang yang ingin bekerja?

Bernie Lokman adalah warga asal Indonesia yang sudah pindah ke Australia bersama orang tuanya sejak tahun 2002.

Pada awalnya mereka menetap di ibu kota Australia Barat Perth namun Bernie sekarang sudah bekerja hampir 10 tahun menjadi salah seorang manajer gerai kopi terkenal dari Amerika Serikat Starbucks di Melbourne.

Sama seperti Rachma dan Ares, Bernie mengatakan kemampuan berbahasa Inggris tentu dibutuhkan untuk bisa bekerja di sini.

"Juga kalau ingin bekerja di bidang hospitality seperti di cafe dan restoran, pengalaman apa pun di bidang ini akan lebih baik dibandingkan pengalaman magang atau pengalaman kerja di sekolah atau di universitas," katanya kepada ABC Indonesia.

Menurut Bernie ketika mengirimkan lamaran untuk bekerja, ada beberapa hal yang disarankannya.

"Jangan mengisi CV dengan terlalu banyak informasi yang tidak relevan.

"Semakin jelas dan padat lebih baik. Kadang seseorang diterima bekerja karena kejujuran dan keinginan yang bersangkutan untuk bekerja," katanya lagi.

Dalam pekerjaannya Bernie mengatakan dia pernah terlibat dalam merekrut karyawan baru dan pernah mewawancarai mereka yang berasal dari Indonesia.

"Kelemahan utama mereka adalah bahasa. Banyak orang Indonesia yang cenderung berteman dengan sesama mereka, dan tidak berusaha meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris," katanya.

Secara pribadi Bernie mengatakan tidak suka dengan sikap mental beberapa warga asal Indonesia yang datang ke Indonesia.

"Saya tidak suka dengan mentalitas 'sama-sama orang Indonesia'  dan saya tidak akan menerima mereka sama sekali kalau mereka mengungkapkan hal tersebut," katanya.

Juga menurutnya sebagian misalnya mahasiswa asal Indonesia yang ingin bekerja sambilan di sela-sela studi mereka kurang memiliki kematangan pribadi dan kurang pengalaman.

"Mereka tidak didorong oleh orang tua mereka mungkin untuk bekerja di bidang yang dianggap 'remeh' seperti cafe atau restoran, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk tumbuh sebagai pribadi ketika masih muda," tambahnya.

Bernie mengatakan kadang mereka yang berasal dari kota-kota besar di Indonesia yang sudah memiliki kemampuan berbahasa Inggris masih kurang menguasai bahasa Inggris yang halus.

"Misalnya mereka menggunakan kata 'what do you want, dan bukannya yang lebih halus yaitu what would you like (to have), yang artinya sama-sama 'apa yang anda ingin pesan atau beli," paparnya.

Simak artikel lainnya dari ABC Indonesia.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Tidak Akan Mengirim Duta Besar ke Myanmar Karena Menolak Legitimasi Pemerintahan Junta Militer

Berita Terkait